Surau.co – Nama lengkapnya adalah Utbah bin Ghazwan bin Jabir bin Wuhaib bin Nusaib bin Zaid bin Malik bin al Harits bin Auf bin al Harits bin Maazun bin Manshur bin Ikrimah al Maazani. Ia mendapat julukan Abu Abdillah, dan sebagian pendapat ulama Utbah memiliki nama panggilan Abu Ghazwan.
Utbah bin Ghazwan dan kabilahnya adalah sekutu dari Bani Naufal bin Abdi Manaf bin Qusay atau Bani Abdis Syamsy yang termasuk dalam suku Quraisy. Beliau berperawakan tinggi lagi tampan.
Mengikuti Hijrah Dua Kali
Utbah termasuk dalam as sabiqunal awwalun, yakni orang yang pertama-tama masuk Islam sebab ia adalah orang ketujuh yang masuk Islam. Hal ini sebagaimana yang ia katakan sendiri saat berkhutbah di Negeri Basrah saat ia menjabat sebagai Gubernur Basrah. Hal ini menjadi salah satu keutamaan dari Utbah bin Ghazwan.
Utbah juga memiliki mawali (bekas budak) yang masuk Islam mengikuti jejaknya. Di antara bekas budaknya yang masuk Islam, di antaranya adalah Khabbab bin al Arath. Utbah juga memiliki keutamaan lainnya, seperti mengalami hijrah dua kali. Ia ikut hijrah ke negeri Habasyah dan kemudian mengikuti pula hijrah ke Yatsrib (Madinah).
Saat hijrah ke Habasyah, Utbah bin Ghazwan berumur 40 tahun. Lalu Utbah pun pulang ke Mekkah karena sangat merindukan Rasulullah SAW. Maka Utbah mengikuti hijrah Rasulullah SAW ke Madinah, inilah hijrah kedua kalinya.
[wpsm_ads2]
Saat itu Utbah menyusul pergi hijrah bersama dengan Miqdad bin Amr. Namun, dalam hijrah tersebut, mereka berdua berangkat bersama dengan serombongan pasukan musyrikin yang dipimpin oleh Ikrimah bin Abi Jahal yang ketika itu masih musyrik.
Dalam perjalanan tersebut, pasukan Ikrimah ini bertemu dengan rombongan pasukan kaum muslimin yang terdapat dalam pasukan kecil tersebut, yakni Ubaidah bin al Harits. Sehingga bergabunglah Utbah bin Ghazwan dan Miqdad dengan kaum mulsimin, memisahkan diri dari kaum musyrikin.
Melewati Berbagai Peperangan bersama Rasulullah
Utbah merupakan seorang muhajirin yang dipersaudarakan oleh Rasulullah SAW dengan Abu Dujanah, ksatria pemberani dari kaum Anshar.
Dalam kehidupan Islamnya, senantiasa terisi dengan jihad menyertai Rasulullah SAW. Utbah termasuk sahabat yang ikut menyaksikan perang Badar, Uhud, Khandaq, dan seluruh peperangan bersama Rasulullah SAW.
Semenjak orang-orang Quraisy melakukan gangguan dan melancarkan serangan melalui peperangan, Utbah selalu membawa panah dan tombaknya. Ia memang sangat ahli melemparkan tombak dan memanah dengan ketepatan yang luar biasa. Setelah Rasulullah SAW wafat, Utbah tidak meletakkan senjatanya, ia tetap berkelana dalam perang di jalan Allah SWT.
Tidak satu perangpun yang ditinggalkan oleh Utbah bin Ghazwan. Ia terkenal sebagai petempur yang membidangi keahlian di bidang panah dan tombak. Utbah pun ikut serta dal perang Yamamah yang terjadi pada masa kekhalifahan Abu Bakar ash Shidiq untuk memerangi nabi palsu, Musailamah al Kadzab.
Menaklukkan Kota-kota di Persia
Pada masa kepemimpinan Amirul Mukminin, Umar bin Khathab mengirim Utbah ke Ubullah untuk membebaskan negeri itu dari pendudukan tentara Persia yang hendak menjadikannya sebagai gerbang untuk menghancurkan kekuatan Islam yang sedang menyebar ke wilayah-wilayah jajahan Persia.
Berkatalah Umar ketika hendak melepaskan pasukan Utbah, “Berjalanlah engkau bersama pasukanmu, hingga batas terjauh dari negeri Arab dan batas terdekat negeri Persia! Pergilah dengan restu Allah dan berkahnya. Serulah ke jalan Allah siapa yang mau dan bersedia. Dan siapa yang menolak hendaklah ia membayar pajak. Dan bagi setiap penantang, maka pedang bagiannya, tanpa pandang bulu! Tabahlah menghadapi musuh serta takwalah kepada Allah Tuhanmu!”
[wpsm_ads2]
Utbah bin Ghazwan merupakan sosok sahabat Rasulullah SAW yang mampu menaklukkan dan merebut Ubullah dari cengkeraman tentara Persia dengan pasukan minimnya.
Ketika pasukannya yang kecil telah berhadapan dengan bala tentara Persia yang terkuat Utbah berseru, “Allahu Akbar shadaqah wadah (Allah Maha Besar ia menepati janji-Nya) dan memang benarlah janji Allah, tak lama setelah terjadi pertempuran, Ubullah dapat ditundukkan.
Beliau juga berhasil menaklukkan kota-kota di pesisir Teluk Persia seperti, Maisan dan Ahwaz. Di masanya kota Ubullah memiliki bangunan mesjid yang jumlahnya sampai 7.000 bangunan, sekalipun pada hari Jumat hanya masjid di pusat kota yang dipakai shalat Jum’at.
Setelah itu ia bermaksud kembali ke Madinah, tetapi Amirul Mukminin memerintahkannya untuk tetap di sana memimpin pemerintahan di Basrah. Utbah pun menaati perintah Amirul Mukminin membimbing rakyat melaksanakan sholat, mengajarkan masalah agama, menegakkan hukum dengan adil dan memberikan contoh tentang kejujuran, wara, serta kesederhanaan.
Dengan tekun, dikikisnya pola hidup mewah dan berlebihan sehingga menjengkelkan mereka yang selalu memperturutkan hawa nafsu. Pernah suatu ketika ia berkata dalam pidatonya, “Demi Allah sesungguhnya telah kalian lihat aku bersama Rasulullah SAW sebagai salah seorang dari kelompok tujuh, yang tak punya makanan kecuali daun-daun kayu sehingga sebagai mulut kami pecah-pecah dan luka luka. Pada suatu hari aku memperoleh rezeki sehelai baju Burdah, lalu aku belah dua, yang sebelah kuberikan kepada Saad bin Malik dan sebelah lagi kupakai untuk diriku.”
Mensyiarkan Prinsip Zuhud
Utbah sangat takut terhadap dunia yang akan merusak agamanya dan kaum muslimin. Dia selalu mengajak mereka hidup sederhana dan zuhud terhadap dunia. Namun, banyak yang mempengaruhinya untuk bersikap sebagaimana penguasa yang penduduknya menghargai tanda-tanda lahiriyah dan gemerlapnya kemewahan.
Tetapi, Utbah berkata kepada mereka. “Aku berlindung dari Allah kepada Allah dari sanjungan orang terhadap diriku karena kemewahan dunia, tapi kecil pada sisi Allah!”
Tatkala dilihatnya rasa keberatan pada wajah-wajah orang banyak karena sikap kerasnya membawa mereka kepada hidup sederhana, berkatalah ia kepada mereka,”Besok lusa akan kalian lihat pimpinan pemerintah dipegang orang lain menggantikan aku.”
Ketika datang musim haji pergilah Utbah menunaikan ibadah haji, sementara pemerintah Basrah dititip kepada salah seorang temannya. Setelah melaksanakan ibadahnya ia menghadap Amirul Mukminin di Madinah untuk mengundurkan diri dari pemerintahan.
[wpsm_ads2]
Tetapi, Amirul Mukminin Umar Bin Khattab menolak dengan mengucapkan kalimat yang sering diucapkan kepada orang-orang seperti Utbah. “Apakah kalian hendak menaruh amanat di atas pundakku, kemudian kalian tinggalkan aku memikulnya seorang diri? Tidak. Demi Allah tidak kuzinkan selama-lamanya!”
Oleh karena itu tidak ada pilihan baginya, kecuali taat dan patuh, kemudian kembali ke Basrah. Namun, sebelum naik kendaraannya ia menghadap ke arah kiblat lalu mengangkat kedua telapak tangannya yang lemah lunglai ke langit sambil memohon kepada Allah agar dia tidak dikembalikan ke Basrah dan tidak pula menjadi pemimpin pemerintah selama-lamanya.
Ternyata Allah SWT memperkenankan doanya. Dalam perjalanannya menuju Basrah, Utbah kembali ke pangkuan-Nya. Utbah meninggal dengan menyediakan kesempurnaan nikmat dan kesempurnaan suka cita karena pengorbanan dan baktinya, kezuhudan, serta kesahajaannya.
Baca juga: Keshalihan Usamah bin Zaid Berkat Bimbingan Ummu Aiman