
Thalhah bin Ubaidillah, Perisai Rasulullah
Surau.co - Thalhah bin Ubaidillah merupakan sahabat Rasulullah SAW yang berasal dari suku Quraisy. Ia termasuk orang yang dijanjikan masuk surga karena perjuangannya memeluk dan menegakkan syariat Allah SWT.
Nama lengkapnya adalah Thalhah bin Ubaidillah bin Usman bin Kaab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah, al-Qurasyi at-Taimi al-Makki dan al-Madani. Silsilahnya bertemu dengan nasab Rasulullah SAW pada Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay, juga dengan nasab Abu Bakar Shiddiq pada Taim bin Murrah. Mereka berdua berasal dari Kabilah Taim.
Ayah Thalhah berasal dari Quraisy yang telah wafat pada masa jahiliyah. Tidak ada satu pun riwayat yang menceritakan tentang sikap ayahnya pada saat kedatangan Islam. Ibunya adalah Sha’bah binti al-Hadhrami, saudari al-Ala’ bin al-Hadhrami, seorang sahabat yang masuk Islam dan ikut berhijrah.
Pamannya, Amr bin Usman, juga masuk Islam, hijrah ke Madinah, dan ikut dalam Perang Qadisiyah. Lalu, neneknya dari garis ibu adalah Atikah binti Wahab bin Abdu bin Qushay bin Kilab. Wahab bin Abdu adalah satu-satunya orang yang bertanggung jawab mengurus makanan jamaah haji.
Thalhah menjadi saudara ipar Rasulullah SAW melalui empat istrinya. Thalhah menikahi Ummu Kultsum binti Abu Bakar yang merupakan saudari Aisyah, Hamnah binti Jahsy yang merupakan saudari dari Zainab, Rafa’ah binti Abu Sufyan yang merupakan saudari Habibah, dan Qaribah binti Abi Umayyah yang merupakan saudari dari Ummu Salamah.
Ia juga menikahi Khaulah binti Qa’qa’ bin Mu’id, yang dijuluki ‘aliran sungai Eufrat’ karena kedermawanannya. Dari pernikahannya, ia dikaruniai keturunan yang banyak. Anak-anaknya yang terkenal di antaranya, Muhammad bin Thalhah yang bergelar as-Sajjad, Musa, dan Isa. Putrinya yang terkenal adala Aisyah binti Thalhah dan Ummu Ishaq, wanita yang dinikahi Husein bin Ali bin Abi Thalib. Kemudian, setelah Husein meninggal, Hasan adiknya menikahi wanita tersebut.
Thalhah dilahirkan di pusat wilayah Hijaz dan tumbuh di daerah padang pasir. Ia memiliki karakteristik tubuh yang kuat, sikap yang tegar serta pendirian yang tak mudah goyah. Ia dikenal sebagai pribadi yang dermawan dan sangat baik hati. Thalhah tak ragu menempuh kesulitan dalam menghadapi musuh. Tidak ada lawan yang ditakuti, serta tak gentar menghadapi kerasnya medan pertempuran.
Thalhah juga menghabiskan hartanya demi kebaikan dan membela Islam serta menolong mereka yang membutuhkan. Thalhah selalu terjun dalam medan jihad untuk melindungi Rasulullah SAW, dan membela dakwahnya, serta menyebarkan risalahnya. Ia sepeti pohon yang kuat ketika berdiri dan berjalan di muka bumi. Kedermawanannya tak tertandingi. Begitu banyaknya manfaat yang ia berikan sehingga banyak orang mengapresiasinya.
Ketampanan dan keindahan tubuhnya menjadi keistimewaan lain. Putranya, Musa bin Thalhah, menggambarkan ayahnya mempunyai kulit putih kemerah-merahan. Tingginya sedang dan cenderung agak pendek. Dadanya berbidang. Kedua bahunya lebar.
Jika menoleh, seluruh tubuhnya akan tetap tampak kokoh. Ia memiliki kaki yang besar. Wajahnya tampan dengan batang hidungnya ramping. Ia selalu berjalan dengan langkah kaki yang cepat. Ia juga tidak pernah mengubah warna rambutnya.
Ketika remaja, Thalhah tumbuh menjadi pribadi yang kuat dengan pola pikir yang cerdas. Ia tumbuh bersama teman-teman seusianya, seperti Zubair bin Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Mereka bertiga sangat dekat.
Ketika Rasulullah SAW mendapatkan wahyu, Thalhah baru berusia 15 tahun. Namun, Thalhah tidak terlalu mengenal dekat pribadi Rasulullah SAW saat itu, karena jarak umur mereka sekitar 25 tahun. Thalhah yang masih remaja mengenal iman yang dibawa Rasulullah SAW saat berada di Syam.
Saat itu, ia dalam suatu perjalanan dengan para pedagang menuju Basrah. Kemudian, seorang rahib yang terkenal di negeri itu bertanya kepada rombongan pedagang tentang asal mereka. Thalhah mengakui dia berasal dari Makkah dan diceritakan bahwa dari Makkah akan lahir seorang nabi terakhir yang bernama Ahmad putra Abdullah bin Abdul Mutahlib. Setelah mendapatkan kenabian kemudian ia akan hijrah ke suatu tempat yang memiliki banyak pohon kurma, berbatu, dan banyak rawa.
Rahib itu menasihati Thalhah untuk segera menemui Rasulullah SAW. Maka, ia bergegas kembali ke Makkah dan bertanya peristiwa yang terjadi.
Ternyata, saat Thalhah pergi, Rasulullah SAW telah memperoleh tanda kenabian. Kemudian, dia segera menemui Abu Bakar dan bertanya terkait kebenaran tersebut. Abu Bakar telah mengakui kenabian Muhammad dan memerintahkan Thalhah menemui Rasulullah SAW.
Mereka berdua pun berangkat bersama. Thalhah menjadi salah satu orang yang pertama memeluk Islam dan mengakui Muhammad adalah rasul Allah. Allah SWT telah memberikan Thalhah kecerdasan dan kepribadian yang baik, sehingga tak sekalipun goyah dengan keyakinan kepada Rasulullah SAW. Termasuk memercayai ucapan rahib dan Abu Bakar Shiddiq.
Setelah memeluk Islam, Thalhah ikut bersama Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Ia pun ikut terjun mendampingi Rasulullah SAW di seluruh medan perang kecuali Perang Badar. Karena saat itu Thalhah dan Sa'id bin Zaid ditugaskan ke luar Madinah. Namun, keduanya sedih karena tidak ikut serta bergabung dengan Rasulullah SAW untuk jihad pertamanya. Rasulullah SAW kemudian menenangkannya karena tugas yang diemban berpahala sama seperti upah prajurit di medan perang.
Bhakti & Perjuangan Talhah dalam Menegakkan Islam
Hari-hari berjalan terus. Peristiwa-peristiwa sambung menyambung. Cobaan yang dialami Thalhah bukannya surut, justru makin besar. Tetapi bakti dan perjuangannya menegakkan Islam dan membela kaum muslimin makin besar. Sehingga banyak gelar dan sebutan yang didapatnya, Salah satunya adalah Asy-Syaahidul Hayy, atau syahid yang hidup. Julukan ini diperolehnya dalam Perang Uhud.
Kemudian, tibalah Perang Uhud, ajang balas dendan kaum musyrikin. Saat itu barisan kaum muslimin terpecah-belah dan kocar-kacir di sisi Rasulullah SAW. Yang tersisa di dekat beliau hanya 11 orang Anshar dan Thalhah dari Muhajirin. Maka ia segera menjadi perisai Rasulullah SAW, membawanya dan melindunginya dengan tubuhnya.
Rasulullah SAW dan orang-orang yang mengawal beliau naik ke bukit, tapi dihadang oleh kaum musyrikin. “Siapa yang berani melawan mereka dia akan menjadi temanku kelak di surga,” seru Rasulullah SAW.
“Saya, wahai Rasulullah,” jawab Thalhah.
“Tidak, jangan engkau! Engkau harus tetap di tempatmu.”
“Saya, wahai Rasulullah,” kata seorang prajurit Anshar.
“Ya, majulah,” kata Rasulullah.
Prajurit Anshar itu maju melawan prajurit kafir yang ingin membunuh Rasulullah SAW. Pertempuran yang tak seimbang itu telah mengantarkannya menemui kesyahidan. Rasulullah SAW terus naik, tetapi dihadang lagi oleh tentara musyrikin.
“Siapa yang berani melawan mereka ini?” seru Rasulullah SAW lagi.
“Saya, wahai Rasulullah,” kata Thalhah mendahului yang lain.
“Jangan, engkau tetaplah di tempatmu!” seru Rasulullah SAW
Lalu seorang prajurit Anshar menggantikannya. Ia pun gugur menyusul sahabatnya. Demikian seterusnya, setiap kali Rasulullah SAW meminta para sahabat untuk melawan orang-orang kafir itu, selalu Thalhah mengajukan diri pertama kali. Tetapi, senantiasa ditahan oleh Rasulullah SAW dan diperintahkan tetap di tempat sampai 11 prajurit Anshar itu gugur menemui syahid dan tinggal Thalhah sendiri bersama Rasulullah SAW. Saat itu, Rasulullah SAW berkata kepada Thalhah, “Sekarang engkau, wahai Thalhah!”
Thalhah maju menerkam musuh dan menghalau mereka sekuat tenaga, agar jangan sampai menghampiri Rasulullah SAW. Kemudian Thalhah kembali ke dekat Rasulullah SAW dan menaikkannya sedikit ke bukit. Disandarkannya tubuh Rasulullah SAW yang mulia.
Gigi taringnya patah, kening dan bibirnya sobek, darah mengucur dari muka Rasulullah SAW. Sesudah itu, Thalhah kembali menyerang, sehingga berhasil mengusir dan menewaskan beberapa orang kafir itu.
Nahas bagi Thalhah. Ia harus menahan hujaman 70 anak panah yang menembus tangan serta jemari lengan kanannya. Hujaman anak panah yang bertubi-tubi tersebut menyebabkan jari-jari Thalhah pun putus. Memang dalam setiap peperangan Thalhah selalu berada di sisi terdepan dan berusaha untuk melindungi Rasulullah SAW.
Saat itu, Abu Bakar dan Abu Ubaidah bin Jarrah berada agak jauh dari Rasulullah. Tak berapa lama keduanya menemui Rasulullah SAW. “Tinggalkan aku. Bantulah Thalhah, kawan kalian!” seru Rasulullah SAW.
Setelah Umar bin Khatab wafat, kekhalifahan diserahkan kepada Usman bin Affan. Namun, beberapa kelompok muslim tidak sepakat dan lebih memilih Ali bin Abi Thalib yang menjadi khalifah. Konflik pun tejadi. Usman terbunuh. Kemudian, ada aksi balasan dari pengikut Usman sehingga terjadilah Perang Jamal. Awalnya Thalhah mengikuti perang ini tetapi dia mundur setelah bertemu dengan Zubair.
Namun, kemunduran keduanya harus dibayar dengan nyawa mereka. Zubair dibunuh oleh Amr bin Jarmuz. Sedangkan, Thalhah dibunuh oleh Marwan bin al-Hakim.
Baca juga: Tamim bin Aus, pendeta di Palestina yang Masuk Islam yang Sempat Berdialog dengan Dajjal