Tak Berkategori  

Riwayat Hidup Umair bin Wahab (W. sekitar 584 – 644), dan Perjalanannya dalam Memeluk Islam

Avatar
Google News
Riwayat Hidup Umair bin Wahab (W. sekitar 584 – 644), dan Perjalanannya dalam Memeluk Islam
Riwayat Hidup Umair bin Wahab (W. sekitar 584 – 644), dan Perjalanannya dalam Memeluk Islam

Surau.co – Umair bin Wahab al-Jumahi adalah salah satu pemimpin kafir Quraisy Mekah yang sangat menentang dakwah Islam. Bahkan, Umair bin Wahab juga termasuk orang yang sering menyiksa Nabi Muhammad dan umat Muslim jika mereka masih tinggal di Mekah atau tidak bermigrasi ke Madinah.  

Seperti pemimpin kafir Quraisy lainnya, Umair bin Wahab al-Jumahi berpartisipasi dalam Perang Badar. Sebuah perang antara pasukan Muslim dan orang-orang kafir Quraisy Mekah, di mana orang-orang kafir melebihi jumlah Muslim tiga kali lipat.

Kemenangan tetap berpihak pada tim muslim, Umair bin Wahab al-Jumah beruntung, ia tidak terbunuh dalam Perang Badar, sedangkan rekannya, yang juga pemimpin kafir Makkah, Quraish Abu Jahal dan Umayyah, terbunuh dalam pertempuran itu.

Namun, hasil Perang Badar meninggalkan luka yang dalam di hati Umair bin Wahab al-Jumah, ketika putranya Wahab bin Umair jatuh ke tangan pasukan Muslim. Beberapa saat setelah Perang Badar, Umair bin Wahab duduk bersama Syafwan bin Umayyah, pada saat itu, Syafwan bin Umayyah mendorong Umair bin Wahab untuk membalas dendam kepada umat Islam.

Untuk memompa semangat balas dendam Umair bin Wahab, Syafwan berjanji akan membayar semua hutang dan melindungi Umair bin Wahab dan keluarganya jika misinya berhasil. Tidak butuh waktu lama bagi Umair bin Wahab untuk menerima lamaran Syafwan, berbekal pedang yang tajam, Umair bin Wahab al-Jumahi berangkat dengan unta ke Madinah dengan misi balas dendam, yaitu membunuh pemimpin Islam Nabi Muhammad.

Singkat cerita, mengutip dari kitab Sirah Nabawiyyah (Syekh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, 2012), dengan menggunakan pedang, Umair bin Wahab al-Jumahi akhirnya sampai di depan Masjid Nabawi.

Sayyidina Umar bin Khattab dan para sahabat segera mengamankan Umair bin Wahab di depan masjid. Sahabatnya kemudian membawanya ke Nabi Muhammad, saw. “Apa tujuan kedatanganmu, Umair?” kata Nabi Muhammad SAW. Umair bin Wahab tidak langsung menanggapi maksud dan tujuan sebenarnya datang ke Madinah.

Pertama dia menjawab bahwa dia datang ke Medina untuk bertanya kepada nabi Muhammad dan kaum Muslimin berbuat baik kepada para tawanan perang  di Badar di mana anak-anak mereka berada.  

Nabi Muhammad saw. yang sudah mengetahui tujuan Umair, mendorong Umair bin Wahab untuk mengatakan yang sebenarnya tentang tujuannya datang ke Madinah.

Umair bersikeras bahwa tujuannya pergi ke Medina tidak lain adalah meminta agar para tawanan perang diperlakukan dengan baik dan tidak ada tujuan lain. Nabi Muhammad SAW. kemudian terungkap pertemuan dan percakapan Umair bin Wahab dengan Syafwan bin Umayyah di Hijriah sehari sebelum berangkat ke Madinah.

Apa yang Nabi Muhammad, saw. pedulikan, sama persis dengan apa yang dibicarakan Umair bin Wahab dengan Syafwan bin Umayyah saat itu. “Bukankah Shafwan ingin menanggung hutang Anda dan keluarga Anda jika Anda ingin membunuh saya? Ya Tuhan, tidak mungkin Anda bisa melakukan itu,” kata Nabi Muhammad SAW. Umair bin Wahab terheran-heran dengan apa yang disabdakan Nabi Muhammad SAW. Bagaimana mungkin orang lain mampu mengetahui percakapannya dengan Syafwan bin Umayyah.

Jadi Umair bin Wahab al-Jumahi segera percaya apa yang dikatakan Nabi Muhammad, bahwa hal itu adalah wahyu dari Tuhan. Umair kemudian membuat dua pengakuan dan masuk Islam. Setelah beberapa waktu, Umair bin Wahab kembali ke Mekah dan menyebarkan Islam di sana.

Umair bin Wahab Masuk Islam

“Sungguh Umair telah menjadi seseorang yang lebih aku cintai dari sebagian anak-anakku.” (Umar bin al-Khattab)

Saat itu Umar bin al-Khattab sedang duduk di dekat pintu masjid bersama teman-temannya, mereka membicarakan tentang perang Badar dan apa yang dibawanya dari kaum Quraisy berupa tawanan perang dan pengorbanan mereka, mengingat kepahlawanan mereka.

Di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar, mereka biasa berbicara tentang kemenangan yang diberikan Allah Ta’ala kepada mereka, kekalahan dan kehinaan yang Allah Ta’ala berikan kepada musuh-musuh mereka.

Tiba-tiba Umar menoleh dan dia melihat Umair bin Wahab keluar dari belakang kendaraannya dan berjalan menuju masjid dengan pedang di tangannya, maka Umar bangkit dalam kesusahan dan berkata: “Anjing, musuh Tuhan Umair bin Wahab. Dia tidak datang dari Tuhan kecuali dengan niat jahat. Dia mempengaruhi orang-orang musyrik Mekah yang memusuhi kami dan menjadi mata-mata mereka sebelum perang Badar.”

Kemudian Umar berkata kepada para sahabatnya: “Pergilah ke Rasulullah, dan tetap di sisinya, waspadalah terhadap kelicikan pria busuk ini.”

Kemudian Umar bergegas menemui Nabi, dan dia berkata kepadanya: “Ya Rasulullah, ini adalah Umair bin Wahab, musuh Allah, yang datang dengan pedang terhunus. Dia datang dengan niat jahat.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bawa dia masuk kepadaku.”

Al-Faruq membawa Umair bin Wahab kepada Nabi dengan mencengkeram kerah bajunya dan mengalungkan tali pedangnya di lehernya.

Baca Juga: Biografi Khalid Bin Walid (592 M), Sahabat Nabi yang Ahli Dalam Dunia Militer

Ketika Nabi melihatnya dalam kondisi demikian, beliau bersabda, “Lepaskan dia wahai Umar.” Maka Umar melepaskannya. Kemudian beliau bersabda kepada Umar, “Mundurlah dariku.” Maka Umar mundur. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghampiri Umair bin Wahab dan beliau bersabda, “Mendekatlah wahai Umair.” Umair berkata, “An’im shabahan.” Ini adalah ucapan salam jahiliyah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah telah memuliakan kami dengan sebuah penghormatan yang lebih baik dari ucapanmu itu wahai Umair. Allah telah memuliakan kami dengan salam, ia adalah penghormatan untuk penduduk surga.”

Maka Umair berkata, “Demi Allah, engkau sendiri tidak asing dengan penghormatan kami dan engkau belum lama meninggalkannya.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Apa yang membuatmu datang wahai Umair?”

Umair menjawab, “Aku datang dengan harapan engkau berkenan melepaskan tawanan yang ada di tanganmu, berbuat baiklah kepadanya demi aku.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Lalu mengapa pedang itu ada di pundakmu?”

Umair menjawab, “Pedang yang buruk dan tidak berguna apapun bagi kami di perang Badar.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencercanya, “Katakan kepadaku dengan jujur, apa yang membuatmu datang kepadaku?”

Umair menjawab, “Aku tidak datang kecuali untuk itu.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak demikian, akan tetapi kamu duduk bersama Shafwan bin Umayyah di Hijir, lalu kalian berdua mengenang orang-orang Quraisy yang dilemparkan ke sumur Badar. Kamu berkata, ‘Kalau bukan karena utang yang aku pikul dan keluarga yang aku tanggung niscaya aku akan berangkat menemui Muhammad untuk membunuhnya’. Lalu Shafwan bin Umayyah memikul utangmu dan menjamin kehidupan keluargamu dengan syarat kamu membunuhku. Allah Ta’ala menghalangimu untuk melakukan hal itu.”

Umair terhenyak sesaat, kemudian dia berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.”

Kemudian dia buru-buru menambahkan, “Ya Rasulullah, dulu kami mendustakanmu dengan tidak mempercayai berita langit yang engkau bawa dan wahyu yang turun kepadamu, akan tetapi ceritaku dengan Shafwan bin Umayyah hanya diketahui oleh kami berdua. Demi Allah, sungguh aku yakin bahwa yang menyampaikannya kepadamu hanyalah Allah. Segala puji bagi Allah yang telah menggiringku kepadamu sehingga Dia membimbingku kepada Islam.”

Kemudian Umair bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, dia masuk Islam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat, “Jadikanlah saudara kalian ini paham (dengan) agamanya dan ajarilah dia Alquran serta bebaskanlah tawanannya.”

Umat Islam senang Umair bin Wahab masuk Islam sampai Umar bin al-Khattab berkata: “Saya lebih mencintai babi daripada Umair bin Wahab ketika dia datang kepada nabi, Tuhan memberkati dia dan memberinya kedamaian, tapi sekarang saya mencintainya. Lebih daripada anak-anakku sendiri.”

Umair terus menyucikan dirinya dengan ajaran Islam, mengisi hatinya dengan cahaya Al-Qur’an, yaitu pada hari-hari hidupnya yang paling indah dan penuh kebaikan, yang membuatnya melupakan Mekah dan mereka yang tinggal di sana.

Syafwan Bin Umayyah menaruh harapannya pada Umair, ia melewati sekelompok Quraisy sambil berkata: “Bergembiralah, kabar baik akan sampai kepadamu dalam waktu dekat, berita yang akan membuatmu melupakan kekalahan di Badar.”  

Syafwan Bin Umayyah menunggu dan menunggu, harapannya berlangsung lama, akhirnya kecemasan perlahan menyelinap ke dalam pikirannya, sampai dia pergi ke bara terpanas, dia mulai bertanya pada rombongan perjalanan yang lewat. Tentang Umair bin Wahab, namun ia tidak menemukan jawaban yang memuaskan.

Sampai datanglah seorang musafir yang berkata kepadanya, “Umair telah masuk Islam.”

Kabar yang sampai ke telinga Syafwan seperti sambaran petir, karena sebelumnya ia yakin Umair tidak akan masuk Islam meski seluruh penduduk negeri itu masuk Islam.  

Umair bin Wahab terus mendalami agamanya, menghafalkan firman Allah yang bisa ia hafal, sampai ia datang kepada Nabi, semoga ia memberkatinya dan memberinya kedamaian, dan berkata: “Wahai Rasulullah, aku telah menghabiskan waktu di mana saya selalu berusaha untuk memadamkan cahaya Allah, sering menyebabkan gangguan bagi mereka yang datang ke agama Allah.

Saya ingin Anda memberi saya izin untuk pergi ke Mekah untuk memanggil orang Quraisy kepada Allah dan Rasul-Nya, jika mereka setuju untuk itu dari saya, maka apa yang mereka lakukan adalah amalan yang paling baik, tetapi jika mereka berpaling, saya akan bersama mereka seperti yang saya lakukan dengan orang-orang yang masuk Islam.

Rasulullah, semoga Allah memberkati dia dan memberinya kedamaian, mengizinkan ini, jadi Umair datang ke Mekah, dia datang ke rumah Syafwan dan berkata: “Wahai Syafwan, Anda memang salah satu bangsawan Mekah, salah satu yang bijaksana diantara kaum Quraisy, apakah menurutmu apa yang dipercayai padamu selama ini adalah menyembah batu dan membunuhnya, apakah menurutmu benar menjadikannya sebuah agama? Aku mengaku bahwa tidak ada Tuhan yang benar selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah.”  

Umair bin Wahab kemudian terus berkhotbah di Mekah sampai banyak orang Mekah masuk Islam atas undangannya, hingga ia pun menutup usia pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab sekitar 584 – 3 November 644), namun belum ada keterangan secara pasti kapan ia wafat. Semoga Allah memberi Umair bin Wahab pahala yang besar dan menerangi kuburnya. Wallahua’lam!

Pewarta: EnolEditor: Nurul Hidayat
AvatarEnol
Mau tulisan kamu dimuat di Surau.co seperti Enol? Kirim Tulisan Kamu