Surau.co – Khalid bin Walid adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang dijuluki Sayf Allah al-Maslul atau Pedang Allah yang terhunus. Julukan Sword of God diberikan karena keterampilan militer dan taktik perangnya.
Sebagai seorang pejuang, Khalid bin Walid menjadi salah satu panglima perang Muslim yang paling tak terkalahkan selama karirnya. Ia menjadi panglima militer Islam sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga Khalifah Umar bin Khattab.
Silsilah Khalid bin Walid
Nama lengkap Khalid adalah Khalid bin Al-Walid bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah, hingga nasabnya sampai kepada Rasulullah SAW pada Murrah.
Khalid bin Walid seringkali dijuluki dengan nama Abu Sulaiman dan juga dengan Abu Walid, yang merupakan seorang dari keturunan Bani Makhzum, yaitu salah satu Bani yang terpandang di kalangan kaum Quraisy.
Ayah Khalid bernama Al-Walid bin Al-Mughirah, yang merupakan seorang bangsawan pada masa Jahiliyah dikalangan kaum Quraisy. Sementara Ibunya bernama Lubabah Ash-Shughra binti Al-Harits dari Bani Hilal bin Amir. Pada permulaan Islam, ayah Khalid bin Walid bin Al-Mughirah sangat membenci Islam, bahkan dia dikenal sebagai orang yang paling terdepan dalam memusuhi dakwah Islam.
Ia adalah saudara perempuan Ummul Mukminin Maimunah binti Al-Harits istri Rasulullah SAW, dan saudara Lubabah Al- Kubra yang merupakan istri Al-Abbas paman Rasulullah SAW dan dijuluki Ummul Fadhl, Ibunda Khalid bin Al-Walid meninggal dunia dalam keadaan Muslimah.
Diketahui bersama, Khalid bin Walid lahir di Makkah dan ia memiliki beberapa saudara, di antaranya: Pertama, Imarah bin Al-Walid yang dikirim kaum Quraisy bersama Amru bin Al-Ash untuk menarik kembali umat Islam yang berhijrah dari Habasyah.
Kedua, Hisyam bin Al-Walid, yang termasuk mereka orang- orang yang dilembutkan dan ditaklukkan hatinya dan masuk Islam. Dan Ketiga, Al-Walid bin Al-Walid yang ikut serta dalam Perang Badar sebagai pasukan musuh atau musyrik.
Kemudian ditawan oleh Abdullah bin Jahsy, adapula yang mengatakan bahwa ia ditawan oleh Salik Al-Mazini Al-Anshari, namun tak lama setelah itu, Al-Walid akhirnya dibebaskan oleh Hisyam dengan cara ditebus.
Al-Walid bin Al-Walid saat tiba di Makkah, ia memproklamasikan keislamannya dan ia ikut serta bersama Rasulullah SAW dalam Umrah Qadha. Keempat, Fathimah binti Al-Walid bin Al-Mughirah.
Khalid bin Walid sendiri adalah paman Umar Bin Khathab dari pihak ibu. Sewaktu masa kanak-kanak, Khalid bin Walid pernah bergulat dengan Umar bin Khathab. Khalid mampu mengalahkan Umar dengan mematahkan tulang betisnya.
Masing-masing dari keduanya memiliki postur tubuh yang sama, wajah mereka berdua juga tampak mirip. Umar bin Khathab juga lahir di Makkah tiga belas tahun sesudah kelahiran Rasulullah.
Keluarga Khalid bin Al-Walid memiliki kedudukan penting dan terhormat di kalangan suku Quraisy. Ayah Khalid bin Walid, yaitu Al- Walid bin Al-Mughirah adalah seorang tokoh utama di kalangan Bani Makhzum dan ia merupakan seorang hartawan yang selalu memberi makan para jama’ah haji di Mina dan melarang mereka memasak selain dirinya. Ia juga membiayai seluruh jama‟ah haji dalam jumlah besar, sehingga ia mendapat julukan Raihanah Quraisy (penghidupan/rezeki kaum Quraisy).
Akan tetapi Al-Walid bin Al-Mughirah meninggal dunia dalam kesesatannya karena ia termasuk golongan yang sama seperti lainnya yang suka memperolok-olok agama Islam dan Nabi Muhammad, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah, “sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olok (kamu)”, (Al- HIJR: 95).
Al-Walid meninggal dunia karena anak panah yang menancap pada dirinya hingga membuat terluka parah dan mengakibatkan ia meninggal dunia. Al-Walid meninggal dunia tiga bulan setelah Hijrah dan dalam usia sembilan puluh lima tahun dan dimakamkan di Jahun Makkah.
Khalid bin Walid memiliki beberapa paman diantaranya, yaitu Hisyam bin Al-Mughirah yang merupakan salah satu tokoh utama Quraisy di Makkah pada masa jahilliyah. Lalu Al-Fakihah bin Al- Mughirah, ia adalah orang terhormat di kalangan bangsa Arab pada masanya. Kemudian Abu Hudzaifah, yang merupakan salah satu dari empat tokoh yang memegang ujung-ujung selendang dan membawa Hajar Aswad ke Ka’bah.
Ada juga paman Abu Umayyah bin Al-Mughirah, yang mendapat julukan Zad Ar-Rakib yang berarti pembekalan para Musafir karena ia terbiasa melengkapi dan mempersiapakan pembekalan kepada sahabatnya tanpa harus sahabatnya bersusah payah untuk mempersiapkan perbekalan. Mereka semua merupakan keturunan Bani Makhzum yang mempunyai pengaruh kuat di kalangan suku Quraisy ketika masing-masing keluarga terpisah-pisah.
Khalid bin Walid Sebelum Masuk Islam
Ketika Al-Walid meninggal karena penyakitnya, Khalid bin Al-Walid muncul menggantikan posisi ayahnya. Kaum Quraisy sangat ingin Khalid berpihak pada kaum Muslimin, terutama setelah Hamzah bin Abdul Munthalib dan Umar bin Khattab masuk Islam.
Sebelum memeluk Islam, Khalid adalah pahlawan Quraisy yang ditakuti dan penunggang kuda yang hebat. Dalam pertempuran Uhud dan Khandaq, ia terus berada di barisan orang-orang musyrik. Dia memiliki ciri-ciri prajurit yang kasar, kejam, dan cinta kekuasaan.
Dia tidak pernah takut menghadapi lawannya di medan perang, dan tidak pernah takut pada siapa pun. Karakter Khalid bin Walid sangat menentang Islam sebelum dia pindah agama. Hal itu ia perole dari hasil diskusi Ayahnya yang senantiasa mendiskusikan Islam dengan anak-anaknya dan kerabat lainnya.
Penentangan Khalid terhadap Islam semakin kuat ketika Al-Walid bin Al-Walid, saudara laki-laki Khalid bin Walid, masuk Islam setelah Perang Badar.
Sebagai seorang anak, Khalid bin Walid mempelajari semua hal yang dipelajari anak-anak seusianya dalam persiapan perang, seperti menunggang kuda, dan kepemimpinan. Khalid bin Walid tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakatnya yang terhormat dan makmur.
Leluhur, kakek, atau pamannya adalah Ra’is Ibn Ra’is (Pemimpin putra Pemimpin) di mana tidak ada pemimpin di masa jahiliyyah yang melampaui kepemimpinannya.
Ketika menginjak usia remaja, Khalid bin Al-Walid merasa agak superior karena dia adalah anak seorang pemimpin karena ayahnya adalah pemimpin dan protagonis dari salah satu klan yang paling populer dan kuat, Bani Makhzum dalam suku Quraisy.
Ketika Khalid bin Al-Walid mencapai usia dewasa, fokus utamanya adalah pada perang, dan bagian dari perhatiannya mendominasi pikirannya secara signifikan.
Khalid menghadapi banyak pertempuran dan selalu meraih kemenangan besar dan menjadi pahlawannya, Semua ini dapat ia capai selama hidupnya selama periode Jahiliyah sebelum masuk Islam.
Dari semua latihan yang Khalid terima dan ia pelajari dari kecil hingga pada usia dewasa membuat Khalid semakin ahli dalam berperang melawan dengan musuh-musuhnya. Sehingga Khalid dapat menerapkannya dan selalu meraih kemenangan di perang-perang yang pernah ia ikuti.
Pertempuran pertama yang diikutinya bersama kaum Quraisy dalam memerangi kaum Muslim adalah Perang Uhud yang terjadi tahun ketiga Hijriyah pada hari sabtu tanggal tujuh bulan Syawal, tiga puluh bulan setelah Nabi Muhammad berhijrah. Uhud merupakan sebuah nama pegunungan yang berada di Madinah.
Perang Uhud merupakan serangan balas dendam terhadap pasukan Muslim karena kaum Quraisy dikalahkan dalam perang sebelumnya, yaitu Perang Badar (Pertempuran Badar) yang dimenangkan oleh kaum Muslim.
Mukmin Quraisy berhasil mengorganisir kekuatan tiga ribu orang, termasuk seratus orang dari Bani Thaqif, untuk menyerang Medina. Mereka pergi dengan persiapan penuh dan bersenjata.
Mereka membawa dua ratus kuda dan tujuh ratus baju besi dan tiga ribu unta dan Abu Sufyan adalah komandannya. Wanita Quraisy juga ikut serta dalam perang, ada lima belas dari mereka dengan suami mereka.
Istri-istri mereka sebagai penjaga agar mereka mereka tidak melarikan diri dari medan perang. Abu Sufyan bin Harb sang komandan beserta istrinya, Hindun bintu Utbah. Ikrimah bin Abu Jahal bersama istrinya, Ummu Hakim binti Al-Harits bin Hisyam bin Al-Mughirah. Al-Harits bin Hisyam bin Al-Mughirah bersama istrinya, Fathimah binti Al-Walid bin Al- Mughirah. Shafwan bin Umaiyah bersama istrinya, Barzah binti Mas’ud bin Amr bin Umair Ats Tsaqafi. Amr bin Al-Ash bersama istinya, Barithah bin Munabbih bin Al-Hajjaj. Thalhah bin Thalhah bersama istinya, Sulafah binti Sa’ad bin Syuhaid Al-Anshariyah dan lainnya.
Khalid bin Al-Walid ditunjuk untuk memimpin pasukan kanan, Krimah bin Abu Jahal memimpin pasukan kiri. Mereka memiliki seratus kuda di sayap ini. Abdullah bin Abu Rabi’ah ditunjuk untuk memimpin pasukan pemanah dan ada pasukan seratus orang yang bisa melempar tombak.
Tentara Muslim dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad. Rasulullah mulai mengurutkan pengikutnya. Dia menempatkan sekelompok lima puluh pemanah di Ainain dan menunjuk Abdullah bi Juabair untuk memimpin tentara. Rasulullah SAW bersabda: “Lindungi kami dari belakang, karena kami takut seseorang akan datang dari belakang kami, dan akan tetap di tempatmu berada dan tidak pernah pergi.
Bahkan jika kamu melihat kami berhasil memukul mundur musuh dan memasuki perkemahan mereka, jangan bergerak satu inci dari posisi Anda. Jika Anda melihat kami terbunuh, jangan datang untuk membantu atau melindungi kami. Ya Tuhan, saya mengaku kepada-Mu tentang mereka! Taburkan kuda mereka dengan panah, karena kuda tidak berani menghadapi panah!” Kavaleri Muslim di Perang Uhud berjumlah lima puluh.
Dalam perang ini Tuhan membawa pertolongan-Nya kepada kaum Muslimin dan memenuhi janji-Nya. Hingga babak pertama, kemenangan ada di pihak Muslim. Namun ketika kaum musyrik dikalahkan, kaum Muslimin rupanya tergerak untuk mengikuti Nabi dan para sahabatnya dan meletakkan senjata mereka di mana pun mereka suka untuk menjarah isi kamp.
Para sahabat menjadi tamak, hingga Allah SWT berfirman, diantara kamu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada yang menghendaki akhirat. (Ali Imran [3] : 152).
Khalid bin Walid Masuk Islam
Pada tahun Perjanjian Hudaibiyyah, ketika Nabi SAW dan umat Islam mengunjungi Masjid Agung, Khalid berencana dengan pasukannya untuk mengusir Nabi SAW dan kaum Muslim dari Masjid Agung.
Namun, Khalid mendapati mereka shalat berjamaah yang diimami langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Adegan ini membuat hati Khalid bergetar dan meninggalkan kesan mendalam di jiwanya.
Dikisahkan bahwa pada peristiwa Umrah Qadha, Khalid bin Al-Walid meninggalkan Makkah. Khalid bin Al-Walid berkata: Ketika Allah mengharapkan kebaikan dariku, Dia memancarkan cinta Islam di hatiku. Alasan datang kepada saya dan saya berkata: “Saya melihat tiga perang, yang semuanya melawan Muhammad.
Dalam setiap pertempuran yang saya saksikan, saya pulang dengan perasaan bahwa saya berada di pihak yang salah dan bahwa Muhammad pasti menang.” Ketika Rasulullah pergi ke Hudaibiyah, saya pergi dengan tentara musyrik dan bertemu Rasulullah dan pengikutnya di Usfan.
Saya berdiri di barisan depan dan melawannya. Tetapi kemudian dia shalat Zuhur bersama para pengikutnya dan mereka dilindungi dari kami, meskipun kami berencana untuk menyerangnya dan kami tidak dapat menyerangnya.
Kebaikan ada di dalam dia dan kita melihatnya dengan mata hati kita. Ketika dia ketakutan, dia berdoa bersama para pengikutnya selama Ashar. Itu membuat saya terkesan dan saya berkata, “Orang ini aman.” Jalan kami berpisah, dan dia mengambil jalan yang memisahkan pasukan berkuda kami, dan berbelok ke kanan.
Khalid bin Walid Wafat
Setelah masuk Islam, Khalid bin Walid menjalani hidupnya dengan berpartisipasi dalam banyak pertempuran untuk mati syahid. Dia sering mengancam musuh-musuhnya, mengatakan bahwa dia memiliki orang-orang yang siap mati atau hidup. Dalam banyak pertempuran yang diikutinya, Khalid selalu menghindari kematian.
Khalid bin Walid digulingkan dua kali, pertama kalinya, ia dicopot dari jabatan komandan tentara dalam pertempuran Yarmuk. Kedua, menggantikan Umar bin Al-Khatab dari wilayah Qansarin yang diberikan Abu Ubaidah sebagai bentuk pembagian ghanimah tanpa mengacu pada khalifah. Setelah dicopot dari kekuasaan, Khalid menghabiskan hari-harinya di rumahnya di kota Homs.
Dia tinggal di sana selama empat tahun bersama keluarga besarnya. Empat puluh putranya meninggal selama wabah penyakit menular.25 Penyakit Amwas membunuh anak-anak Khalid. Wabah itu terjadi di sebuah desa kecil Palestina antara Ramallah dan Baitul Maqdis.
Wabah ini terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khathab pada tahun 18 Hijriyah setelah penaklukan Baitul Maqdis. Wabah ini juga menyebabkan meninggalnya beberapa sahabat Nabi diantaranya; Abu Ubaidah, Mu’adz bin Jabal, Yazid dan Dharrar.
Karir Khalid bin Al-Walid berakhir dengan diumumkannya pengunduran dirinya sebagai panglima militer wilayah Qansarin pada tahun 17 H. Khalid jatuh sakit pada usia 58 tahun, penyakit itu berlangsung cukup lama dan memperburuk kesehatannya. Dia selalu berbaring di tempat tidurnya.
Menjelang ajal, Khalid bin Al-Walid merasa selalu ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, yaitu ketika ia meninggal di tempat tidur, meskipun ia menghabiskan seluruh hidupnya di atas kuda perang dan di bawah kilatan pedang.
Dan dia pernah berkata: “Saya telah berjuang banyak pertempuran untuk mencari kesyahidan. Tidak ada tempat di tubuh saya, tetapi ada bekas luka dari pukulan pedang, tusukan tombak, luka atau bekas luka panah.
Tapi di sinilah saya sekarang, sekarat di tempat tidur seperti unta tua yang sudah mati. Jangan pernah tidur dengan mata pengecut.” Melihat perkataan tersebut, Khalid sangat berharap akan syahid di medan perang.
Itulah sederet kisah tentang Khalid bin Walid semasa hidupnya, tentu semua itu terjadi atas kehendak dan rasa cinta Khlid bin Walid dalam memperjuangkan agama Islama. Semoga kita bisa mengambil hikmad dari kisah Khalid bin Walid.