Tak Berkategori  

Riwayat Hidup Sa’ad Bin Abi Waqqash, 10 Sahabat Nabi yang Dijuluki Pemanah Jitu

Avatar
Google News
Riwayat Hidup Sa’ad Bin Abi Waqqash, 10 Sahabat Nabi yang Dijuluki Pemanah Jitu
Riwayat Hidup Sa’ad Bin Abi Waqqash, 10 Sahabat Nabi yang Dijuluki Pemanah Jitu
Daftar Isi

Riwayat Hidup Sa’ad Bin Abi Waqqash, 10 Sahabat Nabi yang Dijuluki Pemanah Jitu

Surau.co – Sa’ad Bin Abi Waqqash memiliki nama asli Malik bin Uhaib Abu Ishaq Al-Qursyi Az-Zuhri Al Makki Al Maddani Sa’ad Bin Abi Waqqash, hal itu dijelaskan oleh  Shalahudin Mahmud As-Sa’id, dalam bukunya “10 Sahabat Yang Di Jamin Surga 2012”.

Selain itu Sa’ad bin Abi Waqash membawa garis keturunan bangsawan dari ayahnya yang bernama Malik, disusul Malik bin Uhaib bin Abdu Manaf putra Zuhrah putra Kilab putra Murrah putra Ka’ab putra Lu’ay putra Ghalib putra Fihr putra Malik putra Nadhar putra Kinanah putra Khuzaimah putra Mudrikah putra Amir putra Ilyas putra Mudhar putra Nizar putra Ma’ad putra Adnan.

Itu dia sislsilah keturunan Sa’ad Bin Abi Waqqash yang berasal dari suku Bani Zuhrah dari suku Quraisy. Selain itu ia juga merupakan paman dari pihak ibu Nabi SAW.

Ibumu Hamnah binti Sufyan bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar putra Ma’ad putra Adnan.

Wuhaib bin Manaf adalah paman Sayyidah Aminah, ibunda Nabi SAW, dan Abdi Manaf adalah kakek buyut Sa’ad Bin Abi Waqqash. Ayahnya adalah Abi Waqqash.

Sa’ad Bin Abi Waqqash lahir di Mekah. Meski berasal dari Mekah, dirinya sangat membenci agama dan cara hidup penganutnya.

Dengan demikian Sa’ad bin Abi Waqqash membenci kemusyrikan yang dipraktekkan oleh masyarakt Mekkah pada waktu itu.

Sa’ad pada pembahasan di atas dikenal sebagai paman Rasulullah dari pihak ibu. Ketika Rasulullah melihatnya, Rasulullah merasa bangga kepada Sa’ad karena keberanian, kekuatan dan kesunguhan imannya, maka Rasulullah bersabda, Aqbala Sa’ad Bin Abi Waqqash, faqala al-Nabiyyu Sallallahu ‘alaihi wasallam: Haza Khali falyurini amruun khalahu (HR. Tirmidzi: 3752).

Baca Juga: Biografi Khalifah Ali Bin Abi Thalib 600 M, Silsilah, Kekhalifahan, Hingga Tipe Kepemimpinannya

Latar Belakang Keagamaan Sa’ad Bin Abi Waqqash

Sa’ad Bin Abi Waqqash adalah orang yang paling mulia kemampuannya, seperti ibu yang sangat baik, selalu beruntung dan selalu beruntung.

Sa’ad Bin Abi Waqqash adalah salah satu dari sepuluh sahabat pertama yang masuk Islam (Al-Sabiquna al-awwalun). Orang yang mengajak Sa’ad Bin Abi Waqqash menjadi Muslim adalah Abu Bakar. Dari sepuluh sahabat itu, Sa’ad adalah orang ketiga yang masuk Islam.

Suatu hari dalam hidupnya, Sa’ad Bin Abi Waqqash didekati oleh sosok Abu Bakar yang dikenal ramah. Abu Bakar mengundangnya untuk menemui panggilan Nabi Muhammad di sebuah bukit dekat Mekah.

Pertemuan itu membekas pada Sa’ad Bin Abi Waqqash yang saat itu berusia 17 tahun. Ia pun akhirnya langsung menerima ajakan Nabi Muhammad SAW untuk menjadi salah satu pemeluk ajaran Islam yang dibawanya. Ia kemudian menjadi (Al-Sabiquna al-awwalun) salah satu Sahabat pertama yang masuk Islam.

Subagdjo Aswara, (1986) menulis tentang Sa’ad Bin Abi Waqqash terutama ketika awal keIslamannya:

“Tiga hari sebelum masuk Islam, saya bermimpi. Seolah-olah saya tenggelam dalam kegelapan yang pekat. Ketika saya berada di tengah kedalaman air, tiba-tiba saya melihat cahaya bulan. Lalu saya mengikuti cahaya itu, kemudian saya melihat beberapa orang sudah mendahului saya ke arah cahaya tersebut. Saya melihat Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, dan Abu Bakar Shiddik. Lalu saya bertanya kepada mereka, sejak kapan mereka di situ? Mereka menjawab, belum lama.”

Sementara itu, diketahui bahwa Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar Siddiq telah masuk agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Mendengar hal itu, Sa’ad Bin Abi Waqqash sangat senang. Ia sangat senang karena  hubungan antara mimpi anehnya dengan agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW menjadi jelas.

Aku mendengar kabar bahwa Rasulullah menyeru manusia kepada Islam secara sembunyi- sembunyi, lalu aku menemuinya di Syi’ib Ajyad (jalan di bukit Ajyad). Saat itu beliau usai mendirikan shalat Ashar, lalu aku berkata, “Kepada apa engkau seru?” Beliau menjawab, “Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain Allah dan sesungguhnya aku utusan Allah. Dan Sa’ad Bin Abi Waqqash berkata, “Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang berhak diibadahi selain Allah, dan sesungguhnya engkau Muhammad  utusan Allah.”

Sa’ad Bin Abi Waqqash adalah seorang ksatria Arab dan karakter Muslim paling berani dan pejuang pemberani ini dikenal sebagai penunggang kuda Muslim.

Sa’ad Bin Abi Waqqash dibesarkan di lingkungan penunggang kuda, berpengalaman dalam berbagai perang. Maka sangat wajat ketia Ia menjadi penunggang kuda Nabi dan pelindung Islam dalam segala kondisi sulit.

Sa’ad Bin Abi Waqqash mengikuti perjuangan Nabi dengan menunggangi para pengendara Madrasah Nabi dan mengikuti berbagai sariyyah (batalyon).

Pada awal-awal perjalan Islam, kaum Muslimin ketika hendak menunaikan ibadah shalat mereka harus mengungsi ke bukit, sebab orang Quraisy selalu melarang mereka beribadah.

Suatu ketika di tengah shalat, sekelompok orang Quraisy menyela, bercanda satu sama lain dengan cara yang kasar. Hal itu membuat Sa’ad bin Abi Waqqash merasa risih dan tidak tahan dengan kondisi itu, hingga akhirnya Ia menghampiri orang-orang tersebut dan kemudian ia memukul salah satu Quraisy dengan tulang unta hingga terluka.

Kejadian itulah yang akhirnya menyebabkan noda darah pertama akibat konflik antara Muslim dan kafir. Konflik tersebut kemudian memanas dan menguji keimanan dan kesabaran umat Islam.

Kejadian itu akhirnya membuat Rasulullah meminta para sahabat agar lebih tenang dan bersabar menghadapi orang Quraisy, seperti yang difirmankan Allah SWT :

Dan bersabarlah (Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. 73 al-Muzzammil: 10)

Untuk waktu yang lama, umat Islam dikekang. Hanya beberapa dekade kemudian Muslim diizinkan untuk berperang melawan orang-orang kafir.

Sa’ad Bin Abi Waqqash memiliki dua senjata yang sangat kuat, panahnya dan doanya. Jika Sa’ad Bin Abi Waqqash menembakkan anak panah ke arah musuh pada saat perang, maka bisa dijamin tepat sasaran,

Nabi SAW juga pernah bersabda, Man balaga bisahmin fisabilillah fahuwa lahu darajatun fi al-jannati (HR. An- Nasa ‘i: 3143) “Barang siapa yang menembakkan anak panah tepat sasaran dalam jihad di jalan Allah, maka dia memperoleh gelar di surga.”

Di arena generasi pertama, nama Sa’ad Bin Abi Waqqash bersinar dan tertulis dalam huruf-huruf cerah. Karena Ia adalah orang pertama yang berani menembakkan anak panah ke jalan Allah.

Apresiasi ditempatkan di dada Sa’ad Bin Abi Waqqash karena kehabtannya, selain itu juga Ia memiliki keistimewaan tersendiri karena pernah melihat dua orang laki-laki berbaju putih di sebelah kanan dan kiri Rasulullah SAW berperang dengan sengit seperti yang belum pernah dilihatnya seumur hidup, keduanya adalah Jibril dan Mikail.

Sa’ad Bin Abi Waqqash memiliki keimanan yang sangat tinggi, sehingga ia dikenal sebagai Mustajab Al-Dakwah (yang doanya selalu dikabulkan). Doanya sangat menakutkan tetapi juga sangat diharapkan oleh semua orang.

Keagungan dan keutamaan Sa’ad Bin Abi Waqqash lainnya adalah menghindari konflik antar manusia, setelah pembunuhan Utsman bin Affan. Dia bahkan memerintahkan keluarganya untuk tidak membagikan berita apapun tentang orang-orang sampai masyarakat bersatu di bawah satu imam.

Sa’ad Bin Abi Waqqash adalah salah satu tokoh asketisme (penolakan keduniawian) yang mengalami makna qanaah (kepuasan). Jadi mereka berpaling dari dunia.

Sa’ad Bin Abi Waqqash memiliki banyak kualitas mulia yang dia tunjukkan. Meski demikian, Ia tidak pernah dengan bangga menyebutkan sifat-sifat mulianya kecuali dua hal khusus.

Pertama, Sa’ad Bin Abi Waqqash adalah orang pertama yang melemparkan tombak di jalan Allah dan juga orang pertama yang terkena tombak itu. Kedua, Sa’ad Bin Abi Waqqash adalah satu-satunya yang disponsori oleh Nabi SAW dengan jaminan kedua orang tuanya.

Dalam kitab Mughozi Al-Waqidi disebutkan: Rasulullah SAW bersabda:

“panahlah, tebusanmu adalah Ibu dan Bapakku!” lalu aku mencabut sebuah anak panah yang tidak memiliki mata, kemudian panahku mengenai wajah dari Hibban al-Ariqah hingga ia jatuh dan terbuka auratnya hingga Rasulullah SAW tertawa sampai terlihat gigi gerahamnya, dan kemudian beliau berkata, “Sa’ad telah berhasil menaklukannya, Allah telah mengabulkan dan mengarahkan bidikanmu.”

Soal mencintai, menaati, dan memamtuhi ibunya, Sa’ad Bin Abi Waqqash tidak perlu diragukan lagi. Cintanya kepada ibunya, seolah-olah cintanya hanya kepada ibu yang membesarkannya dari kecil hingga dewasa, dengan kelembutan dan banyak keutamaan pengorbanan.

Suatu hari, Abu Bakar As-Shiddiq datang ke Sa’ad Bin Abi Waqqash dengan berita bahwa Muhammad diutus sebagai Rasul Allah. Ajakan ini menyentuh hati Sa’ad untuk menemui Rasulullah, mengucapkan dua kalimat syahadat.

Ketika dia masuk Islam, ibunya keberatan. Ketika dia mengetahui bahwa putra yang dicintainya telah masuk Islam, ibunya sangat marah dengan Islam dan juga kepada Sa’ad Bin Abi Waqqash sehingga dia mengancam akan mogok makan dan menyuruhnya untuk meninggalkan Islam.

Namun, Sa’ad Bin Abi Waqqash menolak keinginan ibunya, Ia selalu mengikuti Islam dan tidak meninggalkan agamanya. Ketika ibunya melihat ini, dia mulai makan, minum lagi. Jelas Sa’ad lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya.

Allah mengabadikan peristiwa yang dialami Sa’ad Bin Abi Waqqash dalam ayat Alqur’an, yang berbunyi :

 “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Al-Luqman: 14).

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.(QS. Al- Luqman: 15).

Dan ada lagi ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang orang tua dan anaknya, “Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut: 8).

Kepatuhan dan ketaatan Sa’ad Bin Abi Waqqash kepada ibunya cukup pada hal-hal yang baik. Adapun dalam hal-hal yang tidak baik Sa‟ad Bin Abi Waqqash tidak mengikutinya.

Baca Juga: Biografi Khalifah Ali Bin Abi Thalib 600 M, Silsilah, Kekhalifahan, Hingga Tipe Kepemimpinannya

Selama masa Khalifah Abu Bakar

Setelah Nabi wafat, dan Abu Bakar Ash-Shiddiq menggantikan nya, Sa’ad termasuk diantara pasukannya.

Ketika pasukan Usamah bin Zaid berangkat meninggalkan Madinah, orang-orang Badui ingin merebut kota Madinah, lalu Abu Bakar menempatkan penjaga di sekitar kota tersebut untuk menjaganya, termasuk Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, dan Sa’ad bin Abi Waqqas.

Kemudian Sa’ad berangkat bersama Abu Bakar untuk berperang melawan orang Badui dalam Perang Riddah.

Keahlian sa’ad dalam memanah

Sa’ad sebenarnya adalah seorang pemanah terkenal. Ketenarannya tidak lain adalah fakta bahwa ia adalah Muslim pertama yang menembakkan panah untuk berperang di jalan Allah, sebagaimana ia berkata:
“Demi Allah, saya adalah orang pertama yang menembakkan panah di jalan Allah.”

Itu terjadi ketika Nabi mengirim enam puluh orang ke Mekah di bawah kepemimpinan Ubaidah bin Haris. Mereka dikirim karena orang-orang kafir Quraisy sering melanggar isi perjanjian Hudaibiyah. Dari enam puluh, salah satunya adalah Sa’ad.

Sesampainya di Hijaz, mereka menuju ke mata air yang disebut Wadi Rabig. Ternyata dia mengharapkan pasukan kafir Quraisy yang berjumlah dua ratus orang di bawah pimpinan Abu Sufyan. Pada akhirnya, dua pasukan yang tidak seimbang berhadapan dan siap menyerang.

Melihat situasi yang tidak menguntungkan, Sa’ad dan rekan-rekannya berusaha menghindari perkelahian. Mereka mengirim delegasi untuk berunding dengan orang-orang kafir Quraisy. Dari perundingan tersebut dicapai kesepakatan damai, untuk menghindari terjadinya perang yang timpang.

Namun, ada juga pertempuran singkat ketika beberapa anggota tentara kafir Quraisy menyerang. Saat itu, Sa’ad yang bersenjatakan anak panah dengan gagah berani meluncurkan anak panahnya. Itu adalah anak panah pertama yang ditembakkan untuk membela agama Allah, membuat Sa’ad terkenal sebagai pemanah pertama yang berdiri di jalan Allah.

Warisan

Sa’ad secara tradisional dikreditkan oleh Muslim China karena memperkenalkan Islam ke China pada tahun 650, pada masa pemerintahan Kaisar Gaozong dari Tang.

Sebuah masjid di Distrik Lalmonirhat Bangladesh juga telah ditemukan, yang konon dibangun sendiri pada tahun 648, dan juga secara lokal disebut dengan namanya sebagai masjid Abu Akkas.

Akhir Hayat Sa’ad Bin Abi Waqqash

Saat berperang dalam Perang Qadisiyah, Sa’ad Bin Abi Waqqash jatuh sakit. Seluruh tubuhnya berlumuran darah ditutupi dengan bisul ekstrim, yang terbuka setiap kali tubuhnya menabrak kudanya.

Namun, meski tubuhnya berlumuran darah akibat bisul, Sa’ad Bin Abi Waqqash tetap bersemangat memimpin pasukan perang. Meski kesakitan, ia tetap meneriakkan aba-aba dan menyemangati takbir sekeras-kerasnya agar pasukan terus berjuang dengan semangat juang yang teguh.

Kehidupan Sa’ad Bin Abi Waqqash adalah kehidupan kerja terus menerus dalam keridhaan Tuhan, dalam cahaya Tuhan. Dia hidup bahagia dan tegak dalam bayang-bayang Khulafa’ur Rasyidin, dan hidupnya meluas hingga kekhalifahan di era Mu’awiyyah.

Masalah sebelum Sa’ad Bin Abi Waqqash meninggal adalah ketika diangkat menjadi Amir (gubernur) Irak, ia mulai mengembangkan dan membangun kembali sumber daya manusia. Ia melukis kota Kuffah dan menerapkan syariat Islam sebagai hukum negara di wilayah yang luas ini.

Suatu hari, ada fitnah yang dikatakan tokoh pemberontak kepada Sa’ad Bin Abi Waqqash, secara khusus, fitnah itu berupa kabar tentang dirinya yang dianggap tidak pernah shalat dengan benar.” Hal itu membuatnya sebagai salah satu ancaman besar yang sedang dihadapi oleh masyarakatnya khusunya umat muslim.

Setelah difitnah, dia mengasingkan diri, bahkan, dia memerintahkan seluruh keluarga dan anak-anaknya untuk tidak mengatakan apa-apa tentang apa yang terjadi saat itu.

Adapun kisah kematian Sa’ad Bin Abi Waqqash, menurut riwayat otentik pada tahun 55 Hijriah, usianya pada saat kematiannya adalah tepat 88 tahun.

Dia sekarang berada di rumah di distrik Aqiq untuk menghadapi saat-saat terakhir kepulangannya kepada Allah Ta’ala dan putranya Mush’ab bin Sa’ad Bin Abi Waqqash, yang berperan sebagai pengganti kepala distrik hiangga ia wafatnya.

Mush’ab bin Sa’ad menangis dan Sa’ad Bin Abi Waqqash berkata, “Mengapa kamu menangis, anakku?” Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksaku selama-lamanya dan aku termasuk salah satu penghuni surga”.

Sa’ad Bin Abi Waqqash menunjuk ke bagasinya yang, ketika dibuka, berisi selembar kain usang dan kadaluarsa. Kain tersebut merupakan kain yang digunakannya pada saat Perang Badar. Dia mengatakan keluarganya akan membungkus tubuhnya setelah itu dengan kain.

Dan pada Perang Badar, Sa’ad Bin Abi Waqqash berkata, “Kita akan bertemu  musuh besok. Besok kita akan menjadi martir. Maka janganlah membasuh darah kami atau membungkus kami kecuali pakaian yang kami kenakan”.

Sa’ad Bin Abi Waqqash kehilangan penglihatannya di akhir hayatnya, kematian sudah ditakdirkan untuk datang. Jenazah almarhum terakhir di antara para migran dibawa di pundak orang-orang yang telah membawanya. dia pergi ke Medina, di antara para sahabatnya yang mendahuluinya untuk menemui Allah, dan dimakamkan di tanah Baqi, di Madinah.

Itu dia sederet kisah tentang sahabat Nabi yang hidupnya dijamin masuk surga oleh sang maha pencipta. Tentu kita berharap bisa menjadi bagian dari mereka yang senantisa memperjuangkan agama dengan jalan kebaikan bersama-sama. Wallahua’lam!

Pewarta: EnolEditor: Nurul Hidayat
AvatarEnol
Mau tulisan kamu dimuat di Surau.co seperti Enol? Kirim Tulisan Kamu