Surau.co – Masjid Agung Nurul Yaqin atau lebih terkenal dengan sebutan Masjid 1000 pintu mengubur berbagai cerita. Masjid 1000 pintu yang terletak di RT 01/03, Kampung Bayur, Kelurahan Priuk Jaya, Jatiuwung, Kota Tangerang ini memang tampak seperti tidak terawat.
Meski demikian, masjid yang telah berdiri sejak tahun 1978 ini sering menjadi pusat destinasi warga Tangerang karena keunikannya. Menurut Agung, seorang pengurus Masjid 1000 pintu tersebut, di dalam bagian masjid yang terkunci rapat tersebut terdapat banyak pintu yang mengarah ke berbagai ruangan sempit dan lembab.
Arsitektur masjid ini sangat unik dan berbeda dengan masjid-masjid besar pada umumnya. detikcom pernah berkunjung ke masjid yang juga disebut Masjid Sewu (seribu) ini dan berjumpa dengan Mahpudin (31) pengurus masjid.
Jika diperhatikan, banyak ruangan dan banyak pintu dimana-mana mengelilingi bangunan masjid. Bahkan karena bentuknya yang berbeda, sampai pernah dituduh masjid ini lokasi penyebaran aliran sesat.
Dulu ceritanya, tantangan pembangunan masjid tidak hanya karena wilayah dan dana. Tantangan menyebarkan syiar Islam tambah sulit ketika masjid dituduh tempat menyebarkan aliran sesat.
Di pintu masjid nantinya kita akan menemui peraturan-peraturan dan tata tertib yang harus dipatuhi oleh pengunjung. Jadi traveler bila berkunjung ke sini jangan asal jepret-jepret ya. Harus minta izin dulu sama penjaga masjidnya. Selain melihat bangunan masjid, selain salat kebanyakan pengunjung berziarah ke makam Syekh Ami Al Faqir. Dia adalah seorang ulama Banten sekaligus pendiri masjid ini.
Ada cerita unik mengenai Masjid dan Syekh Ami Al Faqir lho traveler. Semasa beliau masih hidup, pengunjung telah datang untung berziarah, tetapi mereka tidak tahu kalau syekh sebenarnya masih hidup. Mereka tidak sadar kalau yang mereka ziarahi adalah pria tua yang menyambut mereka dari luar.
Syekh Ami Al Faqir baru benar-benar meninggal dunia pada Ramadan tahun 2016 lalu. Makam Syekh Ami terletak di dalam komplek Masjid di dekat ruangan salat laki-laki. Di dalam masjid terdapat beberapa ruangan. Terdapat ruangan salat untuk perempuan, serta ruangan untuk musafir ukurannya 4 x 4 meter. Jika ada musafir yang ingin itikaf di masjid mereka akan diinapkan di ruangan di dekat ruang perempuan. Di masjid juga ada kamar mandi khusus musafir dan dapur serta perlengkapan masak yang bisa digunakan musafir.
Setelah berkunjung ke makam dan ruangan masjid, traveler nanti akan dipandu ke luar masjid yaitu ke Makam Tasbih. Konon di dalam ruangan makam terdapat 99 tasbih seukuran kepala yang bertuliskan Asmaul Husna.
Tetapi sayang sekali detikcom tidak bisa melihat langsung bagaimana Makam tasbih ini. Hanya bisa melihat pintu ruangan dari luar. Karena sesuai kebijakan dari Syekh, makam hanya dibuka pada Isra Miraj saja.
Masjid ini dibangun di tanah pribadi yang cukup luas. Bangunan masjid memang belum utuh dan selesai, masih butuh pembangunan lanjut. Di atas makam tasbih terdapat aula besar.
Aula ini digunakan nantinya untuk kegiatan keagaman dan perayaan hari besar Islam. Nantinya para santri dari berbagai daerah datang dan berkumpul mengikuti rangkaian kegiatan di aula masjid yang terbuka ini.
Ada hal menarik lainnya mengenai Masjid Seribu Pintu ini. Masjid ini dibangun tanpa menggunakan rancangan gambar. Jadi masjid dibangun bertahap-tahap hingga sampai saat sekarang. Syekh Ami juga membangun masjid serupa di Lebak, Bogor dan Gunungkidul, tapi pusatnya ya di Tangerang ini.
Dana yang digunakan untuk pembangunan masjid, berasal dari sumbangan-sumbangan dari peziarah, serta sedekah dari masyarakat serta uang pribadi dari yekh. Dulunya lokasi masjid ini adalah sawah-sawah alias lahan kosong. Bahkan dulunya awal pembangunan masjid lokasinya digenangi air. Kemudian setelah masjid mulai dibangun barulah ada warga yang membangun rumah di sekitar lokasi masjid.
Banyak pihak yang menyatakan, Masjid Nurul Yaqin ini dibangun oleh Al-Faqir Syekh Mahdi Hasan Al-Qudratillah al-Muqaddam. Begitu pula pernyataan Nasir Abdullah, petugas sekaligus humas Masjid seribu pintu ini. Namun demikian, si pemilik nama, tak pernah mengakui dirinya orang yang membangun masjid tersebut.
Sama seperti bangunan masjid yang tanpa konsep dan misteri, si al-Faqir ini pun juga terkenal sebagai sosok yang sangat misterius. Beruntung Republika.co.id bertemu dengannya untuk penulisan rubrik arsitektur ini. Sayangnya, tak banyak yang bisa digali, baik dari Al-Faqir maupun humasnya.
Menurut pendapat sebagian masyarakat, pendiri masjid yang bernama Al-Fakir Syekh Mahdi Hasan Al-Qudratillah Al-Muqaddam ini adalah seorang penyebar Islam kelahiran Arab. Bahkan, ada sebagian yang menyebutnya sebagai wali. Ia jarang sekali muncul. Terkadang, bisa sampai berbulan-bulan. Karena itu pula, tak banyak tulisan tentang al-Faqir ini. Konon, ia suka melanglang buana, hingga ke pelosok nusantara untuk membangun masjid.
Bahkan, saat bertemu dengan Republika.co.id, ia baru saja datang dari Kalimantan. Sosok ini juga tak mau di foto atau diabadikan gambarnya, termasuk untuk dipublikasikan. Ia hanya tak mau namanya maupun kepribadiannya dipublikasikan.
Karena itu, ketika wawancara dengan Al-Faqir, terpaksa harus hati-hati untuk tidak menyinggung perasaannya. Jika ada pertanyaan yang mengarah untuk mengangkat dirinya, ia akan marah.
Syakh Mahdi sendiri membantah cerita-cerita yang melekat di tubuhnya selama ini. “Saya bukan orang Arab, saya orang asli sini,” tegasnya. Ia mengatakan bahwa kedua orang tuanya merupakan penduduk asli Kampung Bayur. Namun, ia sendiri mengaku lahir di daerah Rawa Bokor, tidak jauh dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Baca Juga : Masjid Al Dana (Abu Dhabi)
Ia sendiri mengaku sebagai pengikut aliran Tarekat Qadiriyah yang merupakan ajaran dari Syekh Abdul Qadir Jaelani. Syekh Mahdi sendiri juga tidak bersedia menjelaskan tentang bangunan masjid seribu pintu yang ia dirikan. Entah apa alasannya, ia selalu menolak menjawab tentang bangunan masjid tersebut. Ia lebih memilih untuk menyerahkan mengenai bangunan tersebut kepada Nasir Abdullah, Humas masjid Seribu Pintu.
Menurut Nasir, Syekh Mahdi juga tak mau membangun masjid ini dari sumbangan luar, baik instansi pemerintah maupun swasta. Dikisahkan, pernah seorang pejabat Tangerang memberikan bantuan dana, namun ditolaknya