Tak Berkategori  

Kisah Sahabat Ammar bin Yasir (570-657) dan Perjuangannya Dalam Membela Islam

Avatar
Google News
Kisah Sahabat Ammar bin Yasir (570-657) dan Perjuangannya Dalam Membela Islam
Kisah Sahabat Ammar bin Yasir (570-657) dan Perjuangannya Dalam Membela Islam
Daftar Isi

Kisah Sahabat Ammar bin Yasir (570-657) dan Perjuangannya Dalam Membela Islam

Surau.co – Ammar bin Yasir adalah anak dari Sumayyah binti Khayyat dan Yasir bin Amir, yang merupakan salah satu dari orang yang terawal dalam memeluk agama Islam, sebagaimana halnya orang shalih yang diberi petunjuk oleh Allah.

Mereka cukup menderita karena siksaan dan kekejaman Quraisy. Mengenai penyiksaan mereka, kaum kafir Quraisy menyerahkan kepada Bani Makhzum.

Setiap hari Yasir, Sumayyah dan Ammar bin Yasir dibawa kepadang pasir Makkah yang sangat panas, lalu didera dengan berbagai azab dan siksa.

Pengorbanan-pengorbanan mulia yang dahsyat ini tak ubahnya dengan tumbal yang akan menjamin kelangsungan bagi agama dan aqidah sebagai sebuah keteguhan yang takkan lapuk.

Sumayyah telah menunjukkan sikap dan pendirian yang tangguh. Suatu sikap yang telah menjadikannya sebagai seorang wanita yang menjadi contoh teladan bagi orang-orang mukmin di setiap zaman. Penderitaan dan pengalaman Sumayyah dari siksaan ini sangat menakutkan.

Maka Sumayyah, Yasir dan Ammar termasuk di antara golongan luar biasa yang memperoleh berkah ini. Dengan pengorbanan, ketekunan dan keuletan mereka itu dapat memperteguh kebesaran dan keabadian Islam.

Rasulullah SAW tiap hari berkunjung ketempat disiksanya keluarga Ammar bin Yasir, mengagumi ketabahan dan kepahlawanannya. Pada suatu hari saat Rasulullah SAW, mengunjungi mereka, Ammar memanggilnya dan berkata, “Wahai Rasulullah, azab yang kami derita telah sampai ke puncak. Maka seru Rasulullah.

Artinya: “Bersabarlah wahai kelurga Yasir karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah surga.”

Sabda itu disampaikannya bukan hanya sebagai hiburan belaka, tetapi benar-benar mengakui kenyataan yang diketahuinya dan menguatkan fakta yang dilihatnya dan disaksikannya.24 Ada apa sebenarnya rahasia dari keluarga Ammar bin Yasir sehingga Allah dan Rasulnya sangat memperhatikannya dan menjanjikannya surga.

Biografi Ammar bin Yasir

Ammar bin Yasir bin Amir adalah seorang sahabat Nabi yang berasal dari suku Madzhaji keturunan Bani Unsi. Ayahnya bernama Yasir bin Amir bin Malik bin Kinanah dan ibunya bernama Sumayyah binti Khayath, syahidah pertama dalam Islam. Amar dipanggil dengan sebutan Abu al-Yaqzhan.

Abu Al Yaqdzan Al-Anasi Al-Makki dikenal sebagai seorang imam besar, yang juga merupakan pembantu bani Makhzum. Ia orang yang pertama kali masuk Islam dan pemimpin dalam perang Badar.

Ibnu Sa’ad berkata, “Orang tua Ammar, yakni Yasir bin Amir dan kedua saudaranya yang bernama Al-Harits dan Malik datang dari Yaman ke Makkah untuk mencari saudara mereka. Setelah itu, Kedua saudaranya pulang ke Yaman, tetapi Yasir tetap tinggal.

Yasir lalu mengabdi kepada Abu Hudzaifah bin Al- Mughirah bin Abdullah bin Amr bin Makhzum, lantas Abu Hudzaifah menikahkan ia dengan Sumayyah binti Khayath yang merupakan seorang budak miliknya.

Tak lama setelah memerdekakannya, Abu Hudzaidah meninggal dunia. Yasir pun dikaruniai seorang putra bernama Ammar dan ketika Allah menurunkan agama Islam, Ammar beserta kedua orang tua dan saudaranya, Abdullah, memeluk Islam.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Salimah, dia berkata “Aku melihat Ammar bin Yasir pada waktu perang shiffin, ia tampak seperti seorang syaikh yang tenang dan bertubuh tinggi.

Ia juga membawa tombak di tangan yang akan digunakan untuk menyerang. Ammar bin Yasir berkata, “Sumpah, aku telah menggunakan tombak ini untuk berperang bersama Rasulullah sebanyak tiga kali dan ini yang keempat. Jika mereka menyerang kami hingga memporak porandakan barisan kami, maka kami sadar bahwa kami berada di jalan yang benar dan mereka berada di jalan yang salah.”

Dari riwayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Ammar bin Yasir memiliki postur yang tinggi dan mempunyai watak yang tenang.

Diriwayatkan dari Abu Al-Ghadiyah, dia berkata, “Aku pernah mendengar Ammar bin Yasir mencela Utsman, maka aku mengancamnya akan membunuhnya. Ketika ia memimpin pasukan Islam di perang shiffin, kemudian ada yang mengatakan bahwa ini adalah Ammar, maka aku menusuknya di bagian lututnya hingga ia terjatuh, lalu aku membunuhnya.”

Ada juga yang berpendapat bahwa Ammar bin Yasir mati terbunuh. Ketika Amru bin al-Ash diberitahu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW, bersabda, “pembunuh dan penganiayanya masuk neraka”. Ammar meninggal pada usianya yang ke-93 tahun.

Baca Juga: Riwayat Hidup Hudzaifah bin Al Yaman (w. 656 M), Sahabat yang Memegang Rahasia Nabi

Kisa Perjuangan Ammar bin Yasir

Kisah Ammar bin Yasir, dimulai sejak ayah Ammar, meninggalkan negaranya di Yaman untuk mencari dan bertemu dengan salah satu saudaranya. Dia rupanya setuju dan merasa nyaman tinggal di Mekah. Dia menetap di sana dan membuat perjanjian persahabatan dengan Abu Hudzaifah ibnul Mughirah.  

Abu Hudzaifah menikah dengan salah satu sahabatnya bernama Sumayyah binti Khayyath dan dari pernikahan itu pasangan itu dikaruniai seorang putra bernama Ammar.  

Mereka milik kelompok Assabiqunal Awwalun (generasi pertama). Dan seperti orang-orang saleh yang termasuk orang pertama yang masuk Islam, mereka cukup menderita dari siksaan dan kekejaman orang Quraisy.  

Kaum Quraisy melakukan penyelidikan terhadap kaum Muslimin sesuai dengan situasi dan keadaan. Jika orang-orang ini mulia dan berpengaruh, mereka menghadapi ancaman dan gertakan. Dan setelah itu mereka memulai perang saraf yang sangat sengit melawannya.  

Dan jika seorang mukmin berstatus rendah dan miskin di antara penduduk Mekah atau dari golongan budak, dia akan dipukul dan dibakar.  

Oleh karena itu keluarga Yasir termasuk dalam kelompok kedua ini. Dan urusan menyiksa mereka diserahkan kepada Bani Makhzum. Setiap hari, Sumayyah dan Ammar bin Yasir dibawa ke padang gurun Makkah yang begitu panas, kemudian mereka dianiaya dengan berbagai hukuman dan siksaan.  

Penderitaan Sumayyah dan pengalaman siksaan yang mengerikan dan mengerikan, tetapi Sumayyah  menunjukkan sikap dan sikap yang keras dari awal sampai akhir, menunjukkan kepada kemanusiaan suatu kehormatan yang tidak pernah pudar dan kehormatan yang gengsinya tidak pernah pudar.  

Nabi SAW selalu mengunjungi tempat-tempat yang dikenalnya sebagai tempat penyiksaan dari keluarga Yasir. Saat itu, dia tidak harus menghadapi bahaya dan membela diri.  

Pengorbanan mulia yang besar ini seperti pengorbanan yang menjamin keamanan yang tak tergoyahkan bagi agama dan keyakinan. Dia juga seorang teladan yang mengisi hati orang-orang beriman dengan rahmat, kebanggaan dan kasih sayang. Ini adalah menara yang membimbing generasi mendatang untuk mencapai esensi agama, kebenaran dan kebesarannya.

Demikian juga dengan firman Allah dalam Al-Qur’an kepada Kaum Muslimin bukan hanya pada satu atau dua ayat.

Firman Allah SWT: “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan: “Kami telah beriman” padahal mereka belum lagi diuji?” (QS Al-Ankabut: 2)

“Apakah kalian mengira akan dapat masuk surga, padahal belum lagi terbukti bagi Allah orang-orang yang berjuang di antara kalian, begitu pun orang-orang yang tabah?” (QS Ali Imran: 142)

“Sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, hingga terbuktilah bagi Allah orang-orang yang benar dan terbukti pula orang-orang yang dusta.” (QS Al-Ankabut: 3)

Padahal, Al-Qur’an mengajarkan pengikutnya bahwa pengorbanan adalah inti dari iman. Dan kepahlawanan dalam menghadapi kekejaman dan kekerasan ini diimbangi dengan ketekunan, ketabahan dan ketekunan.

Jadi Sumayyah, Yasir dan Amar adalah orang-orang luar biasa yang memiliki berkah ini. Ketika Rasulullah SAW mengunjungi mereka suatu hari, Amarr berkata, Nabi SAW bersabda:

“Sabarlah, wahai Abal Yaqdhan! Sabarlah wahai keluarga Yasir, tempat yang dijanjikan bagi kalian ialah surga!”

Penyiksaan Ammar bin Yasir digambarkan dalam beberapa cerita oleh teman-temannya. Amar bin Hakam berkata: “Ammar disiksa sampai dia tidak mengerti apa yang dia katakan.”

Ammar bin Maimun menggambarkan kisah tersebut bahwa: “Orang-orang musyrik membakar Ammar bin Yasir dengan api. Kemudian Rasulullah melewatinya sambil memegang kepalanya dan berkata: “Wahai api, jadilah dingin dan dingin di tubuh Amar, seperti sebelumnya kamu kedinginan dan kedinginan di tubuh Ibrahim!  

Semua bencana ini tidak dapat mencekik jiwa Ammar, meskipun mereka membebani punggungnya dan melemahkan energinya. Dia merasa benar-benar sengsara hanya ketika suatu hari cambuk dan para penganiayanya menggunakan segala cara untuk melepaskan kezaliman dan kengeriannya, dari hukuman dibakar dengan besi panas, disalibkan di atas pasir panas dengan batu seperti bara merah, hingga disiram air sampai dia tercekik dan mengelupas kulitnya dengan penuh luka.

Pada kesempatan yang lain, ia kehilangan kesadaran karena penderitaan yang begitu parah, orang-orang berkata kepadanya: “Sembahlah tuhan-tuhan kami!”  

Ammar bin Yasir mengikuti perintah mereka tanpa memahami apa yang keluar dari bibirnya. Setelah sadar sejenak karena berhentinya siksaan, tiba-tiba dia menyadari apa yang telah dia katakan, menyebabkan dia kehilangan akal dan membayangkan betapa besar kesalahan yang telah dia lakukan, dosa besar yang tidak bisa ditebus dan diampuni lagi. .

Ketika Rasulullah (SAW) bertemu temannya, dia menemukannya dalam keadaan menangis, jadi dia menyeka air matanya dengan tangannya dan berkata: “Orang-orang kafir ini menyiksamu dan menenggelamkanmu sampai kamu mengatakan ini dan itu?”

“Benar, wahai RasuIullah,” ujar Ammar bin Yasir.

Rasulullah tersenyum berkata, “Jika mereka memaksaimu lagi, tidak apa, ucapkanlah seperti apa yang kamu katakan tadi!”

Lalu dibacakan Rasulullah kepadanya ayat mulia berikut ini: “Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya tetap teguh dalam keimanan…” (QS An-Nahl: 106)

Kembalilah Ammar diliputi oleh ketenangan dan dera yang menimpa tubuhnya. Ia tak lagi merasakan sakit. Jiwanya tenang. Ia menghadapi cobaan dan siksaan itu dengan ketabahan luar biasa, hingga pendera-penderanya merasa lelah dan menjadi lemah, bertekuk lutut di hadapan tembok keimanan yang begitu kokoh.

Setelah Rasulullah SAW ke Madinah, kaum Muslimin tinggal bersama beliau bermukim di sana, secepatnya masyarakat Islam terbentuk dan menyempurnakan barisannya. Maka di tengah-tengah masyarakat Islam yang beriman ini, Ammar bin Yasir pun mendapatkan kedudukan yang tinggi. Rasulullah amat sayang kepadanya, dan beliau sering membanggakan keimanan dan ketakwaan Ammar bin Yasir kepada para shahabat.

Rasulullah bersabda: “Ammar penuh iman sampai ke punggungnya!”

 Dan ketika terjadi perselisihan antara Khalid bin Walid dan Ammar, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang memusuhi Amar, maka ia adalah musuh terhadap Allah. Dan barang siapa  membenci Amar, maka Allah membencinya!”  

Jadi prajurit Khalid bin Walid tidak punya pilihan selain segera pergi ke Ammar bin Yasir untuk mengakui kesalahannya dan meminta pengampunan.  

Jika Nabi SAW telah mengungkapkan cintanya kepada seorang Muslim dengan cara ini, iman, cinta, dan pengabdiannya kepada Islam, kebesaran jiwa dan keikhlasan hati, dan keluhuran akhlak akan mencapai batas dan puncak kesempurnaan.  

Itulah kisah Ammar bin Yasir, karenanya, Allah memberi Ammar pahala yang layak atas berkat dan bimbingannya dan sepenuhnya menghargai kebaikannya. Karena tingkat kepemimpinan dan iman yang dia capai, Nabi menyatakan kemurnian imannya dan menjadikan dirinya sebagai contoh  bagi para sahabat.

Dia berkata: “Ikutilah teladan dan ikutilah setelah kematianku nanti, Abu Bakar dan Umar. Dan ikutilah petunjuk-petunjuk yang diberikan Ammar bin Yasir kepadamu!”

Ketika Nabi dan kaum Muslimin membangun sebuah masjid di Madinah, beliau ikut serta dalam mengangkat batu dan melakukan pekerjaan yang paling sulit. Ammar bin Yasir terlihat mengangkat sebuah batu besar di tengah keramaian yang bergerak hilir mudik.

Rasulullah pun melihat Amar dan segera mendatanginya. Saat dia mendekat, dia mengipasi debu yang menutupi kepala Ammar dengan tangannya. lalu berkata di depan semua sahabatnya: “Sayangnya, Ibn Sumayyah membunuhnya dari kalangan orang-orang yang durhaka!”  

Utusan Allah mengulangi kata-kata ini sekali lagi, sementara Ammar bekerja menghancurkan tembok sampai beberapa temannya mengira dia sudah mati, dan karena itu Rasulullah meratapi kematiannya.  

Para sahabat terkejut dan khawatir dengan hal ini, tetapi Rasulullah menjelaskan dengan suara tenang dan percaya diri: “Tidak, Ammar baik-baik saja. Hanya dengan begitu kelompok pembangkang akan membunuhnya!”  

Ammar mendengarkan ramalan dan percaya pada kebenaran wahyu Nabi. Namun ia tidak takut karena setelah masuk Islam ia harus menghadapi kematian dan kesyahidan setiap saat, siang dan malam.  

Ammar selalu bergabung dengan Nabi dalam semua pertempuran dan konflik bersenjata dan di Badar, Uhud, Khandaq dan Tabuk. Dan ketika Nabi wafat, perjuangan Ammar tidak berhenti. Ia terus berjuang dan berusaha membela agama Tuhan.  

Ketika konflik muncul antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah, Ammar berdiri di samping menantu Nabi. Bukan karena fanatisme atau memihak, tapi untuk taat pada kebenaran dan menepati janji! Ali bin Abi Thalib adalah khalifah umat Islam dan berhak mengambil sumpah setia sebagai pemimpin bangsa.

Ketika perang Shiffin yang mengerikan dimulai, Ammar ikut. Padahal saat itu usianya mencapai 93 tahun. Orang-orang di pihak Muawiyah berusaha sekuat tenaga untuk menghindari Amar, agar pedang mereka tidak menyebabkan kematiannya sebelum dia menjadi kelompok yang durhaka.  

Tetapi kepahlawanan Ammar, yang bertempur seperti tentara, mengambil keputusan dan kehati-hatian mereka. Jadi beberapa anak buah Muawiyah menunggu kesempatan untuk mengalahkannya. Hingga kesempatan terbuka, mereka membunuh Ammar.

Jadi sekarang beri tahu orang-orang siapa kelompok pembangkang ini, yaitu. kelompok yang membunuh Ammar, yang tidak lain adalah pihak Muawiyah!  

Jenazah Ammar bin Yassir kemudian dibaringkan di pangkuan Khalifah Ali, dibawa ke suatu tempat shalat bersama kaum muslimin, kemudian dikuburkan dengan pakaiannya.  

Setelah itu teman-teman berkumpul dan berbicara. Salah satu dari mereka berkata: “Apakah Anda ingat sore itu di Madinah ketika kami sedang duduk dengan Rasulullah, saw, dan tiba-tiba wajahnya bersinar dan dia berkata:

“Langit merindukan Amaran?”

 “Memang,” jawab yang lain

 “Dan saat itu dia memanggil nama lain termasuk Ali, Salman dan Bilal.” kata yang lain.  

Jika demikian, surga benar-benar merindukan Ammar. Dan jika demikian, langit merindukannya, sementara kerinduannya tertunda, menunggu Ammar bin Yasir memenuhi tugas dan tanggung jawabnya. Dan dia telah memenuhi tugas dan memenuhinya dengan hati yang gembira. Wallahua’lam!

Pewarta: EnolEditor: Nurul Hidayat
AvatarEnol
Mau tulisan kamu dimuat di Surau.co seperti Enol? Kirim Tulisan Kamu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *