Surau.co – Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien adalah masjid Nasional bagi Kesultanan Brunei Darussalam di kota Bandar Seri Begawan, Ibukota negara Brunei Darussalam. Masjid mewah dengan kubah berlapis emas murni ini dibangun sebagai simbol bahwa Islam adalah agama negara dan menjadi pegangan hidup rakyat Brunei Darussalam. Sejak dibangun hingga hari ini, Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien menjadi salah satu masjid yang paling terkenal di dunia karena keindahan dan kemegahannya.
Sebagai masjid kerajaan masjid Sultan Omar Ali Saifuddien memang dibangun di Ibukota Negara Brunei Darussalam. Tepatnya di Kampong Ayer (Kampung Air) bersebelahan dengan komplek Yayasan Sultan Haji Hassanal Bolkiah di Bandar Seri Begawan. Sekali dalam setahun, bangunan replika Bahtera (kapal) Sultan Bolkiah yang berdiri di tengah laguna di depan masjid ini dijadikan mimbar Tilawah dalam Lomba Seni Baca Al-Qur’an / Musabaqoh Tilawatil Qur’an tingkat Nasional Brunei Darussalam.
Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien dinamai sesuai dengan nama Sultan Brunei Darussalam ke 28, Omar Ali Saifuddien III. Sebuah bangunan masjid yang dibangun sebagai simbol bahwa Islam adalah agama resmi dan menjadi nafas kehidupan negara tersebut. Kemegahan masjid yang mendominasi pemandangan kota Bandar Seri Begawan ini selesai dibangun tahun 1958.
Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien merupakan salah satu contoh impresif dari arsitektur Islam modern yang memadukan arsitektur Islam dari era kejayaan dinasti Mughal (kini Pakistan, India, Bangladesh, Afganistan & Iran) dan gaya arsitektural Italia. Proses perencanaannya dilaksanakan oleh firma arsitek Booty and Edwards Chartered Architects merujuk kepada hasil rancangan arsitek Italia Cavaliere Rudolfo Nolli, seorang arsitek yang cukup berpengalaman selama beberapa dekade di kawasan negara negara Teluk Siam.
Masjid Omar Ali Saifuddien dibangun di atas sebuah laguna buatan di tepian Sungai Brunei di tengah Kampong Ayer (Kampung Air), kota Bandar Seri Begawan. Sengaja dibangun diatas laguna, karena pembangunan masjid nya sendiri dibarengi dengan pembangunan sebuah bangunan kapal yang merupakan replika dari Bahtera Sultan Bolkiah dari abad ke 16. Lokasi replika bahtera ini tepat di tengah laguna di depan masjid dan dihubungkan dengan jembatan dari batu pualam.
Replika Bahtera Sultan Bolkiah tersebut dibangun dalam rangka memperingati 1400 tahun (14 Abad) Nuzulul Qur’an (turunnya Al-Qur’an untuk pertama kali), keseluruhan pembangunannya selesai dilaksanakan tahun 1967 dan digunakan sebagai mimbar tilawah (mimbar atau podium yang digunakan oleh Qori & Qori’ah) pada perhelatan Musabaqoh Tilawatil Qur’an tingkat nasional di Brunei Darussalam.
Selain dibangun di atas sebuah laguna buatan, Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien ini juga dilengkapi dengan taman yang indah, sebuah taman luas di atas bekas ‘padang’ yang tadinya merupakan tanah lapang di sekitar “Masjid Kajang” masjid darurat di Pekan Brunei paska perang dunia ke dua.
Komplek masjid ini juga dilengkapi dengan menara pualam serta kubah besar berlapis emas murni di atap masjid. Kawasan ini juga dilengkapi dengan taman yang ditata begitu apik. Ada dua jembatan pualam penghubung ke masjid ini melintasi laguna, satu jembatan ke Kampong ayer dan satu lagi jembatan menuju ke Mahligai Bahtera di tengah laguna.
Dari kejauhan pun masjid ini sudah dapat dikenali dengan jelas dari kubah nya yang berlapir emas murni dan menara tingginya itu. bila dipandang dari arah kampung Ayer terlihat sangat kontras antara kemewahan bangunan masjidnya dengan rumah rumah kayu diatas air warga kampung Ayer.
Namun begitu, penduduk Brunei termasuk di kampung ayer ini memang jauh di atas garis kemiskinan mengingat bahwa Brunei sendiri merupakan salah satu negeri islam yang makmur dan kaya raya. Dan penduduk negerinya tidak hanya jadi penonton dari kekayaan negaranya tapi juga menjadi penikmat dari semua itu dengan cukup berkeadilan. Bangunan masjid ini memang begitu menyolok dengan ketinggian 52 meter, dapat dipandang dari sisi manapun di kota Bandar Seri Begawan. Menara tunggal masjid ini dilengkapi dengan elevator sehingga pengunjung dapat naik ke puncak menara untuk memandang keindahan kota dari ketinggian.
Bandar Seri Begawan yang merupakan ibu kota Kesultanan Brunei Darussalam adalah kota yang unik. Kota itu terletak di tepian Sungai Brunei yang bermuara ke sebuah teluk.
Ratusan tahun lalu, Bandar Seri Begawan merupakan bagian dari sebuah permukiman bernama Kampong Ayer. Di kota itu berdiri sebuah masjid nan indah, megah, dan mewah bernama Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin.
Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin adalah salah satu masjid paling mengagumkan di Asia Pasifik. Tak heran jika masjid itu menjadi landmark dan daya tarik wisata utama yang ditawarkan Brunei. Masjid yang mendominasi pemandangan Kota Bandar Seri Begawan itu melambangkan kemegahan dan kejayaan Islam yang menjadi agama mayoritas dan agama resmi negara itu.
Yulianto Sumalyo dalam buku Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim mengungkapkan, masjid itu dibangun atas prakarsa almarhum Sultan Haji Omar Ali Saifuddin Sa’adul Khairi Waddien (1950- 1967), Sultan Yang Dipertuan Negara Brunei Darussalam ke-28.
Pembangunan Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin, menurut Yoseph R Yogerst dalam bukunya yang bertajuk The Golden Legacy, Brunei Darussalam, dimulai pada 1954.
Proses pembangunannya memakan waktu selama empat tahun. Setelah selesai dibangun, masjid itu diresmikan oleh Sultan Omar Ali pada Jumat, 26 September 1958.
Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin merupakan contoh arsitektur Islam modern. Arsitektur masjid itu merupakan perpaduan antara Mughal dan Italia. Bangunan megah dan indah itu dirancang oleh biro arsitektur Booty Edward and Partners berdasarkan rancangan karya arsitek berkebangsaan Italia, Cavaliere Rudolfo Nolli, yang telah lama bekerja di Teluk Siam. Sedangkan, sebagai kontraktornya ditunjuk Sino Malayan Engineers.
Bangunan Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin berdiri di atas lahan seluas kurang lebih hektare, hasil dari reklamasi tepian Sungai Brunei.
Sebagian air yang tidak ditimbun dibentuk sebuah laguna atau kolam yang cukup luas berbentuk lingkaran. Di sebelah timur bangunan masjid terdapat sebuah taman dan lapangan. Taman itu namanya sama dengan masjid.
Taman Haji Sir Muda Omar Ali Saifuddin itu digunakan untuk tempat upacara dan keramaian lainnya dalam lingkup negara dan kota. Sebuah jembatan membentang di tengah laguna menuju Kampong Ayer yang berada di tengah Sungai Brunei.
Sebuah jembatan marmer lainnya menuju ke bangunan yang merupakan replika kapal (bahtera) raja pada zaman dahulu. Replika kapal itu terletak di tengah laguna. Konstruksi bangunan replika kapal tersebut terdiri atas beton bertulang dan batu dengan panjang 47,10 meter dan lebar 9,3 meter.
Selain berfungsi untuk memperindah dan sebagai kenangan sejarah, bangunan replika kapal Sultan Kerajaan Brunei itu juga kerap dipergunakan sebagai tempat penyeleng- garaan acara-acara keagamaan, antara lain untuk perayaan 1.400 tahun Nuzulul Quran dan pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Quran.
Ciri khas yang paling menonjol dari bangunan masjid yang berupa unit tunggal itu adalah menara marmer dan bagian kubah berlapis emas murni. Hampir semua bahan bangunan masjid ini didatangkan dari luar negeri, seperti marmer dari Italia, granit dari Shanghai, lampu kristal dari Inggris, serta karpet dari Arab Saudi.
Model India Menara masjid merupakan bagian tertinggi dari Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin. Menjulang setinggi 53 meter, menara masjid itu dapat dilihat dari setiap sudut kota Bandar Seri Begawan. Bangunan menara berpenampang segi delapan. Di dalam menara terdapat lift, sehingga pengunjung dapat naik ke puncak menara dan menikmati panorama kota dari ketinggian.
Bagian bawah hingga atas penampang menara berbentuk bujur sangkar. Pada puncaknya terdapat sebuah tumpuan kubah berdenah segi delapan dan kubahnya juga bersisi delapan model klasik India. Dengan hadirnya menara, bentuk masjid tidak simetris karena hanya terdapat satu di sebelah utara.
Bagian dalam ruangan masjid khusus untuk tempat ibadah shalat bagi umat Muslim. Denah ruang shalat utama ini berpola segi empat panjang dengan sisi terpanjang di kiri-kanan atau sisi utara-selatan sejajar dengan arah kiblat. Kemungkinan besar bentuk denah yang berbeda dengan kebanyakan bangunan masjid klasik ini men- dapat pengaruh arsitektur gereja kuno, yang selalu menggunakan bentuk memanjang.
Pada ujung sisi-sisi utara dan selatan (sisi terpanjang) dari ruang shalat utama terdapat empat buah menara kecil berpenampang segi delapan. Puncak setiap menara dihias dengan kubah bawang kecil model India kuno. Di dalam keempat menara kecil ini terdapat tangga spiral. Tangga ini menuju ke balkon dan mengelilingi ruang-ruang di bagian atas ruang shalat utama membentuk mezanin berlantai empat. Ruang-ruang di atas bagian belakang diperuntukkan bagi jamaah wanita.
Di bagian depan (timur) masjid samping utara dan selatan masing-masing terdapat portico (serambi yang bertiang). Portico yang terdapat di bagian depan digunakan sebagai pintu masuk utama menuju ke dalam masjid.
Sedang portico yang berada di samping utara dan selatan difungsikan sebagai pintu masuk samping dari arah Kampong Sungai Kedayan. Ruang shalat utama berukuran 67,50×25,80 meter persegi ini dapat menam- pung 3.000 jamaah pada waktu bersamaan.
Selasar kiri-kanan di bagian belakang lantai satu pada mulanya digunakan untuk shalat jamaah wanita. Tetapi karena kemudian dirasakan terlalu sempit, maka dibuat ruang tambahan di samping kiri (selatan) masjid yang memiliki kapasitas 300 orang.
Baca juga: Mengenal Masjid Telok Manok, Masjid Tertua di Thailand