Surau.co
Menu Menu
Hakim bin Hizam, Sahabat Kecil Rasulullah yang Dilahirkan di Dalam Ka'bah

Hakim bin Hizam, Sahabat Kecil Rasulullah yang Dilahirkan di Dalam Ka'bah

Surau.co - Hakim bin Hizam bin Khuwailid al-Asadi dilahirkan di dalam Ka’bah, pada 12 tahun sebelum Tahun Gajah. Hakin bin Hizam adalah putra dari Hizam bin Khuwailid bin As'ad. Hakim bin Hizam merupakan anak pertama sehingga berjuluk Abu Hakim. Ibunya bernama Fakhitah binti Zuhair bin Harits bin As'ad, ibunya juga berjulukan Ummu Hakim. Saudara Hakim adalah Khalid, Abdullah, Yahya, Huzaim, Hisyam, Sumayah, Amirah, Hasyimah, Khaulah. Hakim bin Hizam menikahi sepupunya, Zainab binti Awwam dan memiliki anak, yakni Abdullah, Hisyam, Yahya, dan Khalid.

Kehidupan Hakim bin Hizam sebelum Islam sudah sangat baik. Hakim bin Hizam juga merupakan sahabat Rasulullah SAW yang dikenal sejak kecil, namun baru mendapatkan hidayah setelah 20 tahun Rasulullah SAW berdakwah. Meski usianya lima tahun lebih tua, dia selalu meluangkan waktu untuk bermain bersama Rasulullah SAW. Persahabatan keduanya pun amat erat dan menyenangkan.

Menjelang Lahirnya Hakim bin Hizam

Kelahiran Hakim bermula dari perjalanan sang ibu yang pergi bersama kelompoknya ke Ka'bah yang masih dipenuhi berhala. Mereka datang untuk pemujaan. Ketika menjalankan ritual jahiliyah tersebut, sang ibu mengalami kontraksi. Perutnya sakit. Dia kemudian masuk ke dalam Ka'bah yang beralaskan tikar. Di sanalah proses persalinan berlangsung.

Ayah bayi tersebut, Hasyim merupakan anak laki-laki Khuwailid. Hakim merupakan keponakan Khadijah binti Khuwailid istri Rasulullah SAW yang paling dicintainya.

Hakim kecil tumbuh di sebuah keluarga kaya dan terhormat. Keluarganya menyandang status terhormat, sehingga masyarakat Arab ketika itu menundukkan kepala dan segan kepada mereka.

Kecerdasan dan kesantunan menjadi ciri yang membedakannya dengan anak-anak lain seusianya. Dua ciri itu membuatnya dihormati oleh masyarakat setempat.

Hakim pernah mendapatkan tugas untuk memberikan bantuan kepada yang membutuhkan dan yang kehilangan harta benda selama ziarah ke al-Haram. Amanah itu dijalankannya dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan. Tak jarang bahkan ia menggunakan hartanya sendiri untuk membantu para peziarah al-Haram.

Perjalanan yang Lama Bukan Halangan dalam Mendapatkan Hidayah Mencapai Islam

Rasulullah SAW sangat menyayangi Hakim bin Hizam, karena keakraban yang mereka jalin sejak lama. Hubungan keduanya semakin erat setelah Rasulullah SAW menikah dengan Khadijah. Kisah mengejutkan adalah meski persahabatan keduanya terjalin sejak lama, Hakim tidak serta-merta meyakini ajaran yang dibawa Rasulullah SAW. Sikap masyarakat Makkah yang ketika itu lebih banyak menolak dakwah Rasulullah SAW memengaruhi pendirian Hakim. Sehingga, dia lebih memilih suara mayoritas yang mempertahankan keyakinan lama menyembah berhala.

Dia baru mendapatkan hidayah setelah akhir-akhir hidup Rasulullah, tepatnya setelah Pembebasan Kota Makkah (Fathu Makkah). Lebih dari 20 tahun setelah Rasulullah SAW menjadi Nabi dan Rasul, dia baru mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Ilahi.

Banyak orang mengira sosok Hakim dengan akal sehat dan sahabat baik Rasulullah SAW akan mendapatkan hidayah dan menjadi orang yang pertama memercayai Rasulullah SAW. Namun, hal tersebut ternyata itu tidak terjadi.

Meskipun dia agak lama menerima Islam, pada akhirnya dia mendapat hidayah tersebut. Bahkan sepanjang hidupnya, dia selalu menangis karena lamban mengimani Islam.

Putranya pernah bertanya kepada Hakim mengapa menangis setelah menerima Islam. Baginya waktu 20 tahun terlalu lama untuk mendapatkan hidayah tersebut. Padahal, menurut Hakim, menerima Islam berarti akan memberinya banyak kesempatan untuk berbuat kebaikan.

Dalam peperangan Badar, Hakim bin Hizam juga terpaksa ikut di barisan kaum kafir Quraisy. Hanya saja, Allah berkehendak lain. Ketika Umayyah bin Khalaf, Utbah bin Rabi’ah dan Abu Jahal tewas, Hakim bin Hizam dibiarkan oleh Allah tetap hidup. Hingga berlalu pula perang Uhud, Khandaq, dan penaklukan Khaibar, namun Hakim bin Hizam belum juga mau beriman. Sedangkan Rasulullah masih senantiasa mendoakan dirinya agar segera mendapatkan hidayah.

Doa Rasulullah SAW lalu terjawab ketika kaum muslimin berhasil dengan izin Allah menaklukkan kota Makkah pada bulan Ramadhan tahun 8 H.

"Semoga damai dan rahmat Tuhan besertanya, dan saya tidak akan meninggalkan Makkah. Kemudian, setiap kali saya merasa ingin menerima Islam, saya akan melihat pria lain di antara orang Quraisy. orang-orang yang memiliki kekuatan dan kedewasaan yang tetap melekat pada gagasan dan praktik jahiliyah dan saya akan sejalan dengan mereka," kata Hakin bin Hizam.

Hakim memeluk Islam sepenuh hati. Dia bersumpah pada dirinya akan menebus apa pun yang telah dia lakukan selama masa Jahiliahnya. Berapa pun jumlah nyawa yang telah dia habiskan untuk menentang Rasulullah SAW, akan digantinya dengan menghabisi musuh Islam.

Rasulullah sempat berkata, “Mana mung kin pria yang santun dan pengertian seperti Hakim bersembunyi dari Islam.” Untuk waktu yang lama, Rasulullah SAW sangat berharap bahwa dia dan sekelompok orang sepertinya akan berinisiatif menjadi Muslim.

Pada malam sebelum Fathu Makkah, Rasulullah berkata kepada teman-temannya, ada empat orang di Makkah yang dianggap lebih penting berurusan dengan syirik. Rasulullah SAW sangat berharap mereka akan memeluk Islam. "Siapakah mereka, wahai Rasulullah?" tanya teman-temannya.

"Attab bin Usaid, Zubair bin Mutim, Hakim bin Hasyim dan Suhail bin Amr," kata Rasulullah SAW.

Dengan rahmat Tuhan, mereka semua menjadi Muslim. Ketika masuk ke Makkah untuk pembebasan, Rasulullah SAW memerintahkan penggembala untuk memberitakan, "Barang siapa menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah yang tidak memiliki pasangan dan bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya, maka dia akan aman.”

Siapa pun yang duduk di Ka'bah dan meletakkan senjatanya, dia aman. Siapa pun yang memasuki rumah Abu Sufyan, dia aman. Siapa pun yang masuk ke rumah Hakim bin Hasyim, dia akan aman.

Rumah Abu Sufyan berada di bagian paling atas di Makkah. Sedangkan rumah Hakim berada di bagian bawah kota. Dengan memproklamasikan rumah-rumah ini sebagai tempat-tempat perlindungan, Rasulullah SAW dengan bijaksana memberikan pengakuan kepada Abu Sufyan dan Hakim. Hal itu mempermudah misi Rasulullah SAW untuk mengajak mereka masuk Islam.

Baca Juga : Habib bin Zaid, Tak Gentar Mendekap Islam Meski Nyawa Diujung Tanduk