Suraua.co – Gus Miek kecil lahir dari pasangan KH. Djazuli Ustman dan Nyai Rodhiyah tepat pada tanggal 17 Agustus 1940 di desa Ploso, Mojo, Kediri, Jawa Timur. KH. Djazuli pun memberi nama Hamim Tohari Djazuli kepada putra ketiganya itu, yang kemudian lebih sering dipanggil Amiek atau Gus Miek lantaran saudara-saudaranya yang juga masih kecil belum fasih memanggil nama Hamim.
Selama mengandung Gus Miek, Nyai Rodhiyah banyak mengalami peristiwa-peristiwa dan mimpi-mimpi yang luar biasa yang belum pernah ia alami semasa mengandung putra-putra sebelumnya. Sebagaimana keyakinan ulama’ terdahula bahwa mimpi pada saat-saat tertentu memiliki arti penting dan bisa dijadikan isyarat karena merupakan ilham yang dikaruniakan Allah melalui jalan mimipi.
Konon, ketika melahirkan Gus Miek, Sang Ibu menerima tamu tak dikenal yang menyerahkan gabah (padi) yang sangat banyak untuk persiapan menyambut kelahiran Gus Miek. Jika dirunut ke masa berikutnya, banyak orang di sekeliling Gus Miek yang rela menyerahkan harta bendanya kepada Gus Miek, entah sebatas pemberian biasa atau dengan mengharap berkah darinya, tapi tak semua pemberian itu diterima oleh Gus Miek.
Banyak kalangan Ulama’ yang menyatakan bahwa Gus Miek sudah terlihat kewaliannya sejak masih dalam kandungan, di antaranya adalah KH. Mubasyir Mundzir (Bandar-Kediri) yang merupakan sahabat sekaligus guru Gus Miek, begitu KH. Dalhar (Watucongol) yang kelak menjadi guru Gus Miek.
Bahkan ayahanda Gus Miek, KH. Djazuli justru boso kepada Gus Miek, satu hal yang tidak pernah dilakukannya kepada anaknya yang lain. Hal ini karena keluasan pandangan KH. Djazuli yang memandang bahwa anaknya memiliki derajat yang lebih tinggi di mata Allah ketimbang dirinya. Menurut salah seorang ulama’ Madura; dari segi usia, emmang KH. Djazuli lebih tua dari Gus Miek (karena beliau adalah ayah Gus Miek), tapi dari segi keilmuan, Gus Miek tampak lebih tua. Sebelum wafat, KH. Djazuli mengakui bahwa tanda-tanda kewalian Gus Miek sudah tampak sejak lahir.
Gus Miek yang hobi sekali melihat orang memancing, pernah suatu ketika dengan ditemani salah satu santri Ploso nyundik ikan di sungai Brantas yang berada tepat di belakang Pondok Pesantren Ploso. Gus Miek yang masih kecil tiba-tiba tenggelam dan membuat santri yang menemaninya itu panic bukan kepalang. Dicarinya di sepanjang sungai, Gus Miek belum juga ketemu. Akhirnya, terpaksa dia melapor kepada KH. Djazuli bahwa Gus Miek tenggelam dan dia belum bisa menemukannya. Si santri pun mendapat kemarahan KH. Djazuli dan disuruhnya mencari Gus Miek lagi. Kembali ke sungai, Gus Miek ternyata sudah berada di tepi sungai dalam keadaan normal seperti sebelumnya, ditanya dari mana saja dia, Gus Miek menjawab; tadi dia dibawa Nabi Khidlir ke dalam sungai.
Gus Miek sejak kecil adalah pribadi yang sangat halus dan lembut cerminan kehalusan dan kelembutan hatinya. Tutur kata dan tingkah lakunya penuh kesopanan dan mengagumkan, membuat siapa saja yang berada di dekatnya merasa teduh, tenang dan damai.
Ketika berjalan, Gus Miek kecil selalu menundukkan muka, seakan mencerminkan kerendahan hatinya. Langkahnya pelan, penuh kehati-hatian dan ketenangan, membuat orang yang melihatnya terpukau dalam keanggunan dan keheningan perilakunya.
Gus Miek lebih suka menyendiri dibanding harus berdekatan dan bercengkrama dengan saudara-saudaranya, ibu atau para santri. Ini seolah menyimpan misteri yang tidak terjawab. Karena ia sangat pendiam, Gus Miek lebih asyik bermain sendiri dari pada harus bermain dengan saudara-saudara atau teman sebayanya. Gus Miek kecil memiliki hobi yang bisa dibilang aneh, dia sangat senang mengamati penjual wenter (cat warna) di pasar dan baru akan pulang saat penjual wenter itu tutup, yang kemudian di rumah dia menirukan gaya penjual wenter sambil berteriak-teriak. Gus Miek juga sangat senang melihat orang memancing di belakang pondok. Para pemancing itu senang, akrena setiap ada Gus Miek ikan-ikan pada bergerombol.
Baca Juga : KH. Yasin Bareng, Biografi Singkat
Selain itu Gus Miek kecil juga memiliki suara yang merdu, lebih menonjol disbanding saudaranya yang lain pada saat bersama-sama mengaji al Qur’an, bacaannya fasih, mendayu-dayu dan mampu menyejukkan hati pendengarnya.
Tepat tanggal 5 juni 1993 Gus Miek menghembuskan napasnya yang terakhir di rumah sakit Budi mulya Surabaya (sekarang siloam). Kyai yang nyeleneh dan unik akhirnya meninggalkan dunia dan menuju kehidupan yang lebih abadi dan bertemu dengan Tuhannya yang selama ini beliau rindukan.