Tak Berkategori  

Biografi Al-Kindi 801-873 M, dan Sejarah Dibalik Pemikiran Filsafatnya

Google News
Biografi Al-Kindi 801-873 M, dan Sejarah Dibalik Pemikiran Filsafatnya
Biografi Al-Kindi 801-873 M, dan Sejarah Dibalik Pemikiran Filsafatnya

Surau.co – Pada Abad ke-9, Kufah dikarunia sesosok pemikir yang jenius dan cerdas bernama Al-Kindi. Namanya sangat akrab di telinga umat manusia, khususnya masyarakat Islam di seluruh penjuru dunia.

Inilah kota bersejarah di Irak yang dibangun pada masa ekspansi pertama Islam ke luar Semenanjung Arab. Kufah pun tercatat sebagai salah satu dari empat kota terpenting bagi penganut aliran Syiah, selain Samarra, Karbala, dan Najaf.

Kufah sempat memegang peranan penting pada masa pemerintahan Khulafa Ar- Rasyidin. Khalifah Ali bin Abi Thalib sempat memindahkan ibu kota pemerintahan Islam dari Madinah ke kota ini.

Riwayat hidup Al-Kindi

Al-Kindi lahir sekitar tahun 801 M dan wafat pada tahun 873 M, tahun kelahiran dan kematiannya tidak diketahui secara jelas. Hal ini telah biasa menimpa pada tokoh-tokoh besar Islam. Dimana pada masa-masa itu dunia Islam pada umumnya, saat-saat kelahiran seseorang dianggap peristiwa biasa, belum menjadi perhatian khusus bagi sejarawan.

Akan tetapi, setelah orang tersebut menjadi orang yang terkenal, baik ketika Ia masih hidup atau sudah meninggal, barulah para sejarahwan mencatat hari kelahirannya. Jadi logislah jika akhirnya terdapat catatan yang bervariasi karena memang tidak ada bukti yang autentik.

Dari sisi lain, kemunginan orang tua Al-Kindi tidak mencatatkannya dalam akte kelahiran, atau mungkin pemerintahan pada waktu itu belum mentradisikan kebijakan pencatatan semacam akte kelahiran. Al-Kindi hidup selama kurang lebih 72 tahun kelahirannya di kota kufah merupakan salah satu kota terpenting dalam sejarah peradaban Islam.

Orang tua Al-Kindi adalah gubernur dari Kufah pada masa pemerintahan Al- Mahdi (775-758 M) dan Harun Al-Rasyid (786-809) dari Bani Abbas, akan tetapi beberapa tahun setelah kelahirannya, ayahnya meninggal dunia Ishaq Ibnu As- Sabah, dengan demikian Al-Kindi pun dibesarkan dalam keadaan yatim.

Al-Kindi adalah keturunan suku kindah (Yaman), di bagian arab selatan yang sejak dulu menempati daerah selatan Jazirah Arab yang tergolong memiliki apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi dan banyak dikagumi banyak orang. Ia lahir ditengah keluarga yang kaya akan informasi kebudayaan dan berderajat tinggi serta terhormat dimata masyarakat.

Kakeknya atau keturunannya yang pertama kali memeluk islam ialah Al- Asy‟ats bin Qeis,15 seseorang yang memimpin utusan Kabilah menghadap Rasul SAW.

Asy’ats termasuk salah seorang sahabat nabi yang paling pertama datang ke kota Kufah. Ia pun termasuk diantara para sahabat yang meriwayatkan hadist-hadist nabi bersama dengan Sa’ad Abi Waqqash ia turut berkecimpung dalam peperangan melawan Persia di Iraq.

Tidak ada kepastian tentang tanggal kelahiran, kematian dan siapa-siapa saja ulama yang pernah menjadi guru Al-kindi, kecuali kepastian bahwa Ia dilahirkan di Kufah sekitar tahun 801 M dari pasangan keluarga kaya dan terhormat.

Nama Lengkap Al-Kindi ialah Abu Yusuf Yakub ibn Ishaq ibn al-Sahabbah ibn Imran ibn Muhammad ibn al-Asy`as ibn Qais ibn al-Kindi.

Namun namanya lebih populer dengan sebutan al-Kindi, nama itu dinisbatkan kepada Kindah yaitu suatu kabilah terkemuka pra Islam yang merupakan cabang dari Bani Kahlan yang menetap di Yaman.

Pendidikan Al-Kindi dimulai dari lingkungan keluarga yang pertama-tama diberikan padanya adalah membaca Al- Qur‟an, menulis dan berhitung.

Sejak kecil, Al-Kindi sempat merasakan masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid yang terkenal sangat memperhatikan dan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan bagi kaum Muslim. Dengan demikian, Ia akhirnya banyak memperoleh kesempatan untuk mempelajari sastra, agama dan menerjemahkan beberapa buku Yunani di dalam bahasa Syiria kuno dan ke dalam bahasa Arab.

Sebelum kepindahananya ke kota Basrah untuk menuntut ilmu lebih banyak lagi, kemampuan Al-Kindi sejak kecil memang sudah muncul seujak itu, begitu pula dengan minatnya yang amat besar terhadap ilmu pengetahuan, serta ketekunannanya dalam belajar.

Hingga akhirnya Al-Kindi melajutka pendidikannya ke kota Baghdad, di kota ini Pengetahuan Al-Kindi pun mengalami kemajuan bahkan Ia termasuk pelopor pemikiran Islam dan penerjemah buku-buku asing kedalam bahasa Arab.

Bermacam-macam ilmu telah dikajinya termasuk filsafat, walapun pada masa-masa itu penuh pertentangan agama dan mazhab yang dibanjiri oleh paham golongan mu’tazilah serta ajaran-ajaran syiah.

Di kota Baghdad Ia di perlakukan dengan baik oleh Al-Makmun dan saudara- saudara laki-lakinya Al-Muktashim. Bahkan Muktasim mempercayai Al-Kindi sebagai guru tabib kerajaan, serta diminta Muktashim untuk mendidik anaknya yaitu Ahmad.

Masa-masa yang penuh dengan dinamika politik dan intelekrual serta puncak kejayaan Daulah Abbasiyah dalam bidang militer dan politik. Suasana tersebut sangat kondusif bagi Al-Kindi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan filsafatnya.

Al-Kindi telah lahir di tengah situasi perkembangan pengetahuan dalam Islam yang mendapatkan pengaruh dari pemikiran yunani. Saat itu intelektualisme Islam berkembang dalam dua jalan yang berbeda:

  • Jalan Ortodoksi yang banyak ditempuh oleh mayoritas umat Islam yang berusaha mengembangkan jenis ilmu-ilmu pengetahuan seperti: filologi, sejarah, jurisprudensi.
  • Jalan Non-Ortodoksi yaitu jalan yang dipengaruhi oleh kebudayaan yunani, siria, dan persia yang berusaha mengembangkan berbagai disiplin ilmu filsafat, matamatika, astronomi, astrologi, ilmu-ilmu fisika, dan geografi ia pun mencoba menempuh jalan yang terakhir.

Al-Kindi termasuk filosof pertama yang berorientasi pada kekuatan akal. Ia hidup pada masa Abbasiyah yang orientasi resminya adalah menghadapi keterasingan akal yang diusung oleh Al-Manawiyah dan syi‟ah.

Ia hidup semasa dengan al-makmun, al- mutashim, al-watsiq dan al-mutawakkil. Pada masa itu, Ia menghadapi pada masa- masa penindasan, ketika terjadi transformasi sunni yang di prakarsai al-mutawakkil guna menentang mu’tazila. Dengan demikian Al-Kindi terlibat pertarungan ideologi tersebut.

Pemikiran Al-Kindi

Al-Kindi terlibat langsung dalam konflik ideologi yang muncul pada waktu itu antara mu’tazilah yang mewakili ideologi negara di satu sisi, dan kaum Gnostik (irfan) dan Sunni disisi yang lain. Dalam hal tersebut mencoba melawan pada dua arah sekaligus yakni:

1. Melawan Kelompok Gnostik

2. Menentang kekakuan para fuqaha yang digambarkan sebagai kelompok yang “jauh dari kebenaran”. Mereka mengorbankan kebencian mereka pada pemikiran filosofis karena mereka takut kehilangan posisi yang bukan hak mereka dan mereka dituduh sebagai pedagang agama.

Di tengah konflik antara agama (ilmu agama) dan filsafat, Al-Kindi muncul sebagai orang pertama yang mencoba mendamaikan filsafat dan agama.

Upaya ini dilakukan oleh Al-Kindi karena pada saat itu ada anggapan bahwa pemikiran filosofis tidak sah (haram), Ia pun kemudian berusaha untuk membantah anggapan yang dianggapnya salah itu.

Menurut Al-Kindi, filsafat tidak bertentangan dengan agama, sehingga filsafat atau pemikiran radikal tidak dilarang dalam Islam. Ia pun kemudian menambahkan bahwa teologi adalah bagian dari filsafat, sedangkan umat Islam diwajibkan untuk mempelajari teologi.

Namun, Al-Kindi tetap meyakini bahwa Al-Qura’an menjadi sumber argemun yang paling mutlak daripada yang diberikan oleh filsafat, tetapi bahwa filsafat dan Al-Qur’an tidak bertentangan dengan kebenaran yang diberikan oleh filsafat. Karena itu, Al-Kindi berpandangan bahwa filsafat harus dipahami dan diterima sebagai bagian dari kebudayaan islam.

Gagasan-gagasan tersebut secara umum berasal dari tradisi Aristetoles dan Plato, namun Ia meletakan gagasan itu dalam konteks yang baru dengan meletakan asas-asas sebuah filsafat baru.

Menurut Al-Kindi filsafat merupakan jalan pengetahuan dalam memperoleh kebenaran. Sebagai filosof Yunani, Ia percaya bahwa kebenaran itu bersifat abadi dan jauh berada diatas pengalaman.

Karena itu, falsafah dan agama memiliki persamaan karena tujuan agama sebagaimana filsafat adalah menerangkan apa yang benar dan apa yang baik, dan untuk melaksanakan tugas tersebut, baik agama maupun filsafat sama-sama menggunakan akal. Dengan demikian, Al-Kindi melihat keselarasan filsafat dan agama dari tiga sudut :

  • Ilmu agama merupakan bagian dari filsafat.
  • Kebenaran wahyu dan kebenaran filsafat saling bersesuaian.
  • Menuntut ilmu secara logika diperintahkan.

Karena itu, Al-Kindi mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia.

Menurut Al-Kindi tujuan filosof dalam berteori adalah mencari kebenaran dan dalam berpraktek ialah menyesuaikan dengan kebenaran itu, Dengan begitu, pengetahuan dapat diklasifikasikan menjadi dua:

 1. Ilmu ketuhanan sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an, adalah ilmu yang langsung diperoleh nabi dari Allah, ilmu ini berdasarkan keimanan.

2. Pengetahuan atau filsafat manusia berdasarkan pemikiran atau akal.

Sebagaimana dijelaskan oleh Harun Nasution (1973), Al-Kindi berpendapat bahwa kedua jenis pengetahuan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui kebenaran. Menurutnya, kebenaran pertama adalah Tuhan, Pencipta, pemasok semua ciptaan-Nya.

Pandangan ini berakar pada filsafat Aristoteles, tetapi motifnya tidak dapat diterima, Aristoteles telah digantikan oleh sang pencipta. Perbedaan ini merupakan inti dari sistem filsafat Al-Kindi.  

Sementara itu, Tuhan bagi al-Kindi adalah pencipta, bukan kekuatan pendorong utama, seperti yang dipahami Aristoteles. Begitu juga Alam yang Ia pahami bukanlah keabadian di masa lalu, tetapi memiliki awal.  

Dengan demikian, dalam hal ini pandangan Al-Kindi lebih dekat dengan filosofi plotinus yang menyatakan bahwa satu-satunya asal mula alam semesta ini dan sumber segala yang ada.

Esensi ini adalah perwujudan dari satu-satunya yang dalam hal ini, pembahasan fenomena tersebut tampaknya tidak begitu jelas dalam filsafat Al-Kindi, dan Al-Farabi-lah yang akan menjelaskan masalah inkarnasi selanjutnya.

Menurut Al-Kindi, pengetahuan terkadang merupakan perasaan dan cara mendapatkannya melalui indera dan objek adalah semua yang dirasakan, atau terkadang akal dan cara mendapatkannya melalui akal dan objek bersifat abstrak. Konsep atau kategori, memiliki kualifikasi kerasulan yang langsung diterima dari Allah, sedangkan subjeknya adalah ilmu ketuhanan.  

Lebih lanjut, Al-Kindi mengatakan bahwa setiap ilmu melibatkan semacam pembuktian. Dalam metafisika, pembuktian dilakukan dengan pembuktian (burhan) sedangkan dalam ilmu-ilmu yang lebih rendah, seperti fisika, retorika dan sejarah, pembuktian dilakukan dengan pengakuan, representasi, konsensus atau rasa. Kebingungan akan mengarah pada penerapan metode yang salah, pada objek yang salah.   

Melihat penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa Al-Kindi adalah orang pertama yang mengkaji proses Arabisasi dan model adaptif pemikiran filosofis dalam ruang budaya Arab.  

Materi kognitif yang dipinjam dari “ilmu-ilmu zaman pertama” ditempatkan dalam berbagai konflik ideologis yang mengadu para peneliti tercerahkan saat itu melawan kekuatan reaksioner dan konservatif.

Kekuatan-kekuatan ini, pada gilirannya, merupakan konkordansi baru antara ajaran Gnostisisme dan literalisme hukum non-teologis, meskipun sulit untuk menggabungkan dua aliran doktrin yang berlawanan ini.

Tuhan menurut Al-KIndi adalah pencipta alam, bukan penggerak pertama. Tuhan itu Esa, Azali, Unik. Ia tidak tersusun dari materidan bentuk, tidak bertubuh dan bergerak.

Hanya saja kesatuan, selain Tuhan, semuanya memiliki banyak arti. Seperti diketahui, Al-Kindi banyak mempelajari filsafat Yunani, sehingga unsur-unsur filsafat Yunani dapat terlihat dalam pemikirannya.

Baca Juga: Biografi Abu Bakar Muhammad Bin Zakaria Al-Razi 864-925 M, dan Konsep Pemikiran Filsafatnya

Unsur-unsur Pemikiran Filsafat Al-Kindi

Terdapat beberapa unsur yang terdapat dalam pemikiran filsafat Al-Kindi ialah:

  • Aliran Pitagoras tentang matematika sebagai jalan ke arah filsafat.
  • Pikiran-pikiran Aristoteles dalam soal-soal fisika dan metafisika, meskipun Al-Kindi tidak sependapat dengan Aristoteles tentang qadimnya alam.
  • Pikiran-pikiran Plato dalam soal kejiwaan.
  • Pikiran-pikiran Plato dan Aristoteles bersama-sama dalam soal etika.
  • Wahyu dan Iman (ajaran-ajaran agama) dalam soal-soal yang berhubungan dengan Tuhan dan Sifat-sifatNya.
  • Pikiran-pikiran aliran Mutazilah dalam penghargaan kekuatan akal dan dalam menawilkan ayat-ayat Quran.

Tuhan menurut Al-Kinddi adalah pencipta alam, bukan penggerak utama. Tuhan itu Satu, Kekal, Satu. Ini terdiri dari tidak ada materi dan bentuk, tidak ada tubuh dan tidak ada gerakan.

Karena pemikiran Al-Kindi sangat dipengaruhi oleh filsafat Yunani, beberapa penulis berpendapat bahwa Ia mengambil alih semua filsafat Yunani.

Tetapi jika dicermati pemikirannya, tampaknya Al-Kindi pada awalnya dipengaruhi oleh pemikiran filosofis Yunani, tetapi pada akhirnya memiliki kepribadiannya sendiri.

Dari beberapa pemikiran filosofis yang ditekuninya, akhirnya berkesimpulan bahwa filsafat ketuhananlah yang telah mencapai derajat atau kedudukan tertinggi dibandingkan dengan yang lain.  

Dia menganggap diskusi tentang Tuhan adalah tingkat tertinggi filsafat. Lebih jauh, banyak pengamat mengatakan bahwa yang mempengaruhi pemikiran Al-Kindi bukan hanya filsafat Yunani, tetapi juga aliran Mutazilah, yang sangat menjunjung tinggi Al-Qur’an dan daya nalar, terutama dalam mengungkapkan pendapat tentang pertanyaan tentang Tuhan.

Karya-karya

Al-Kindi selama hidupnya mempunyai sebuah sekolah dan sekumpulan murid, sebagian diantaranya disebutkan oleh al-Qithi, yang terpenting adalah Abu al-Abbas Ahmad ibn Muhammad al-Sarakhsi (wft. kira-kira 889 M).

Karyanya yang berjumlah lebih dari lima puluh disajikan dalam Thabaqat yang memperlihatkan bahwa dia adalah sarjana besar dan telah mendalami filsafat, matematika, aljabar, ilmu kealaman, astronomi dan musik.

Sedikit sekali karyanya yang masih ada sampai sekarang dan diragukan apakah ia melangkah lebih jauh daripada apa yang dikuasainya.

Dibanding dengan karyanya di bidang filsafat, sebenarnya karya-karya ilmiahnya di bidang ilmu pengetauan eksakta jauh lebih banyak. Karena itu banyak peneliti yang menganggap al-Kindi hanya sebagai ilmuwan dan bukan sebagai filsuf.

Sebagai karya-karyanya adalah sebagai berikut:

Bidang Astronomi

  1. Risalah fi Masa’il Su’ila anha Ahwal al-Kawakib, jawaban terhadap pernyataan-pernyataan tentang keadaan planet-planet.
  2. Risalah fi Jawab Masa’il Thabi’iyyah fi Kayfiyyatul Nujumiyyah, pemecahan soal-soal fisis tentang sifat-sifat perbintangan.
  3. Risalah fi anna Ru’yat al-Hilal la Tudhbathu bi al-Haqiqah wa innama al-Qawl fiha bi at-Taqrib, bahwa pengamatan astronomis Bulan Baru tak dapat ditentukan dengan ketetapan mutlak.
  4. Risalah fi Mathrah asy-Syu’aa, tentang proyeksi sinar.
  5. Risalah fi Fashlayn, tentang dua musim (musim panas dan musim dingin).
  6. Risalah fi idhah illat Ruju’ al-Kawakib, tentang penjelasan sebab gerak ke belakang planet-planet.
  7. Fi asy-Syu’aat, tentang sinar (bintang)

Meteorologi

Terdapat tidak kurang dari 15 buah yang dikarangnya tentang meteorologi, diantaranya:

  1. Risalah fi-illat Kawnu adh-Dhabab, tentang sebab asal mula kabut. Ini telah diterbitkan dalam Rasa’il II : 76-8.
  2. Risalah fi Atsar alladzi Yazhharu fi al-Jaww wa Yusamma Kawkaban, tentang tanda yang nampak di langit dan disebut sebuah planet.
  3. Risalah fi illat Ikhtilaf Anwa’us Sanah, tentang sebab perbedaan dalam tahun- tahun.
  4. Risalah fi illat allati laba Yabrudu ala al-Jaww wa Yaskhunu maqaruba min al-Ardh, tentang alasan mengapa bagian atas atmosfir tetap dingin sedangkan bagian lebihh dekat dengan bumi tetap panas.
  5. Risalah fi al-Bard al-Musamma “Bard al-Ajuz”, tentang dingin “si Nyonya Tua”.

Ramalan

  1. Risalah fi Taqdimat al-Khabar, tentang prediksi
  2. Risalah fi Taqdimat al-Ma’rifah bi al-Ahdats, tentang ramalan dengan (mengamati) gejala (meteorologi).

Magnitude (besaran)

  1. Risalah fi Ab’ad Masafat al-Aqalim, tentang besarnya jarak antara (tujuh) iklim.
  2. Risalah fi Istikhraj Bu’da Markaz al-Qamar min al-Ardh, tentang perhitungan jarak antara pusat bulan dan bumi.
  3. Risalah fi Idhah Wujidan Ab’ad Bayna an-Nazhir wa Markaz Al-midat al- Jibad, tentang bagaimana menghitung jarak antara seorang pengamat dan puncak gunung serta bagaimana menghitung ketinggian gunung.
  4. Risalah fi Istikhraj Alat wa Amaliha Yustakhraj biha Ab’ad al-Ajram, tentang konstruksi sebuah instrumen untuk menentukan besarnya obyek-obyek yang diamati.

Ilmu Pengobatan

  1. Risalah fi illat Nafts ad-Damm, tentang hemoptesis (batuk darah dari saluran pernapasan)
  2. Risalah fi Asyfiyat as-Sumum, tentang obat penawar racun.
  3. Risalah fi illat al-Judzam wa Asyfiyatuhu, tentang penyakit lepra dan pengobatannya.
  4. Risalah fi Adhat al-Kalb al-Kalib, tentang rabies.
  5. Risalah fi illat Baharin al-Amradh al-Haddah, tentang sebab igauan dalam penyakit-penyakit akut.

Geometri

  1. Risalah f Amal Syakl al-Mutawassihayn, tentang konstruksi bentuk garis- garis tengah.
  2. Risalah fi Taqrib Watar ad-Da’irah tentang perhitungan yang mendekati dari daftar tali busur-tali busur sebuah lingkaran.
  3. Risalah fi Taqrib Qawl Arsyamidas fi Qadar Quthr ad-Da’irah min Muhithiha, tentang perhitungan teori Archimedes yang mendekati mengenai besarnya suatu diameter, yang diketahui dari kelilingnya.
  4. Risalah Ishlah Kitab Uqlidis, tentang perbaikan buku Euclides.

Ilmu Hitung

  1. Risalah fi Madkhal ila al-Aritmathiqi, suatu pengantar ke ilmu hitung.
  2. Risalah fi al-Kammiyat, al-Mudhafah, tentang jumlah relatif.
  3. Kitab fi al-Khalq an-Nusbiyah wa az-Zamaniyah, tentang mengukur perbandingan-perbandingan dan masa.
  4. Risalah fi at-Tawhid min al-A’dad, tentang keesaan dari segi-segi angka.

Logika

  1. Risalatuhu fi Madkhal al-Mantiq bi Istifa al-Qawl fihi, sebuah pengantar lengkap logika.
  2. Risalah fi al-Ibanah an Qawl Bathlimayus fi al-Awwal Kitabihi al-Majithi an Qawl Aristhathalis fi Analuthiqa, tentang penjelasan ulasan Ptolemy pada permulaan almagest, mengenai apa yang dikatakan Aristoteles dalam analitiknya
  3. Ikhtisar Kitab Isaghuji li Farfuris, sebuah ikhtisar Eisagoge Porphyry.

Falsafat Ketuhanan

Sebagai halnya dengan filosof-filosof Yunani dan filosof-filosof Islam lainnya. Al-Kindi selain dari filosof adalah juga ahli ilmu pengetahuan, dalam hal ini, Ia membagi pada dua hal:

1. Pengetahuan Ilahi

Sebagai yang tercantum dalam Qur’an = yaitu pengetahuan langsung yang diperoleh Nabi dari Tuhan. Dasar pengetahuan ini ialah keyakinan.

Pengetahuan manusiawi = human science atau falsafat, Dasarnya ialah

2. Pemikiran (ratio reason).

Karya ilmiah Al-Kindi sebagian besar berupa artikel, namun jumlahnya sangat banyak. Ibnu Nadim dalam bukunya Al-Fihrits menyebutkan lebih dari 230 keping puzzle. George N. Atiyeh menyebut judul 270 artikel dan buku karya Al-Kindi.

Dalam bidang filsafat, karangan Al-Kindi diterbitkan oleh Prof. Abu Ridah (1950) dengan judul Rasail Al-Kindi Al-Flasifah (Artikel Filosofis Al-Kindi) yang didalamnya terdapat 29 pasal.

Ahmad Fuad Al-Ahwani menerbitkan makalah pertama Al-Kindi tentang filsafat dengan judul Kitab Al-Kindi Ila Al-Mu’tashim Billah fi-Al-Falsafah Al-Ula (Surat Al-Kindi hingga Mu’tashim Billah tentang filsafat awal).  

Esai-esai Al-Kindi tentang filsafat menunjukkan keakuratannya dengan menetapkan batasan makna istilah-istilah yang digunakan dalam terminologi filosofis.  

Masalah filosofis yang dihadapinya meliputi epistemologi, metafisika, etika, dan banyak lagi. Seperti Pythagoras, Al-Kindi juga berpendapat bahwa dengan matematika, seseorang tidak bisa mahir dalam filsafat.  

Gambar ini menunjukkan betapa luasnya pengetahuan al-Kindi. Beberapa karya ilmiahnya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard dari Cremona, dan mereka memiliki pengaruh besar pada pemikiran Eropa abad pertengahan.

Cardano menganggap Al-Kindi sebagai salah satu filosof Islam terbaik dalam menulis buku tentang berbagai bidang ilmu yang dikenal pada zamannya.

Mungkin itu adalah biografi dan juga pemikiran dari Al-Kindi yang banyak dikenal oleh para ilmuan hingga saat ini. Wallahua’lam!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *