
Amr bin Ash, Ahli Politik dan Strategi Perang
Surau.co - Masjid Amr bin Ash adalah masjid pertama yang dibangun di Mesir. Hingga saat ini, tempat ibadah umat muslim Mesir dan corong penyebaran Islam di benua Afrika itu masih berdiri kokoh. Selain sebagai salah satu bukti sejarah bahwa Islam berjaya di tanah Afrika, masjid itu merupakan tanda bahwa, di bawah kepemimpinan Amr bin Ash, Islam menaklukan Mesir.
Amr bin Ash bin Wa’il bin Hisyam, atau lebih dikenal dengan nama Amr bin Ash adalah sahabat nabi yang tangguh dan cerdas dalam bidang politik dan strategi perang. Pada 1 Muharram 20 H, Amr bin Ash, yang dikirim oleh Khalifah Umar bin Khattab, berhasil menaklukan Mesir. Di sana, ia menjadi Gubernur Mesir pertama dan memproklamirkan Fusthat sebagai ibu kota Mesir saat itu.
Saat itu, Amr bin Ash diperintah Umar bin Khattab memerang orang-orang Romawi di Mesir. Ia hanya berangkat dengan empat ribu pasukan. Meski demikian, Amr tak gentar dan takut. Namun, Amirul Mukminin tetap memantau pasukan Amr bin Ash lewat kabar-kabar. Khalifah Umar pun khawatir alih-alih yakin seratus persen empat ribu pasukan Amr bin Ash berhasil membawa kemenangan.
Di Mesir, pasukan Amr bin Ash berhasil menaklukan kota demi kota. Dimulai dari Kota Farma, lalu Belbis dan Ummu Danain. Kemudian sampailah Amr di Iskandariyah yang dijaga lima puluh ribu pasukan Romawi. Di tengah pengepungan pasukan Islam, terdengar kabar Raja Romawi di Konstantinopel wafat. Ia digantikan adiknya yang tak banyak tahu soal konflik di Mesir. Lantas, melalui perwakilannya di Mesir, ia membuat perjanjian damai dengan umat Islam.
Pada era sebelumnya, di masa Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, Amr bin Ash berjuang bersama para sahabat lain memerang orang-orang murtad. Lalu, ia diangkat oleh Abu Bakar sebagai panglima yang berangkat ke wilayah Syam. Kemudian bersama dengan pasukan Khalid bin Walid, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan Yazid bin Abu Sofyan, ia bergabung dalam Perang Yarmuk. Di sana, kaum muslim menang dan berhasil menguasai wilayah Gaza, Yafa, Rafah, Nabulus, dll.
Menangani Wabah Penyakit
Ketika masa pemerintahan Amirul Mukminin, Umar bin Khattab, wabah terjadi di negeri Syam. Waktu itu Abu Ubaidah yang masih menjabat sebagai gubernur wafat karena wabah penyakit yang menyebar. Kemudian, gubernur diganti Muaz bin Jabal yang juga akhirnya terkena penyakit yang sama. Beberapa sahabat Rasul wafat karena wabah tersebut.
Lalu, posisi gubernur diamanahkan ke pangkuan Amr bin Ash. Setelah menjabat, ia langsung menyerukan kepada kaum muslimin untuk tidak saling berkumpul ketika wabah masih menyebar. Amr menerapkan metode apa yang kini disebut social distancing. Hal itu bertujuan agar tak terjadi penularan yang makin meluas.
Amr berkata pada kaum muslim saat itu, “Wahai manusia, sesungguhnya wabah ini seperti apa yang menyala dan manusia yang berkumpul ini bahan bakarnya.” Jadi, agar tak tejadi rembetan api (penyakir) itu, Amr bin Ash meminta orang-orang harus berpisah dan tak berkumpul. Alhasil, wabah pada zaman itu pun mereda.
Islamnya Amr bin Ash
Perkara berdakwah, Amr bin Ash adalah sahabat yang terkenal tangguh. Padahal, sebelum memeluk Islam ia merupakan sosok yang menghambat dan menyusahkan Nabi Muhammad SAW. Amr bin Ash adalah satu dari tiga orang pemuka Quraisy yang sangat sengit menentang Nabi. Bahkan untuk menghambat dakwah, mereka tega menyiksa para sahabat dan memerangi Nabi.
Saat itu, Rasulullah sampai-sampai berdoa kepada Allah agar menurunkan azabnya. Namun, ketika Rasul berdoa, firman Allah turun, “Tak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim.” (QS. Ali Imran:128)
Rasul memahami firman itu turun agar beliau menghentikan doa yang mengazab mereka. Dan benar saja, Amr bin Ash mendapat hidayah dari Allah untuk memeluk Islam. Keislamannya dimulai karena saran dari Negus seorang raja Habsyi.
Amr sering berkunjung ke Habsiy dan memberikan hadiah kepada raja. Oleh karena itu, Negus menaruh hormat padanya. Namun, pada suatu hari, kala ia berkunjung ke negeri itu, berita kemunculan Rasul yang membawa tauhid telah menyebar di seluruh penjuru Arab. Raja Habsy pun menyarankan agar Amr ikut beriman kepada Nabi. “Orang itu benar-benar utusan Allah.”
“Benarkah begitu,” Amr bertanaya
“Benar,” Negus menjawab. “Turutilah petunjukku, hai Amr dan ikutilah dia! Sungguh demi Allah, ia adalah di atas kebenaran dan akan mengalahkan orang-orang yang menentangnya.”
Mendengar itu, bergegaslah Amr kembali ke kampung halamannya. Kemudian datanglah ia menuju Madinah untuk menyerahkan diri kepada Allah. Ia bertemu dengan Khalid bin Walid dan Utsman bin Thalhah dalam perjalanan ke Madinah dengan tujuan yang sama: baiat di hadapan Nabi.
Rasul pun berseri ketika melihat ketiga orang itu dan berkata kepada para sahabat, “Makkah telah melepas jantung-jantung hatinya kepada kita.”
Amr pun bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, aku akan kepadamu, asal saja Allah mengampuni dosa-dosaku yang terdahulu.”
Dan Rasul pun menjawab, “Hai Amr, berbaiatlah, karena Islam menghapus dosa-dosa sebelumnya.
Setelah memeluk Islam, Amr menyerahkan diri sepenuhnya untuk kejayaan Islam. Jadi, tak heran jika enam bulan pasca Islamnya Amr bin Ash, ia bersama Rasulullah menaklukkan Mekkah dalam peristiwa Fathul Mekkah. Terlepas dari kontroversinya dalam perang Shiffin, Amr bin Ash adalah sahabat yang berjasa dalam dakwah Islam.
Pada tahun 663 M atau 43 H, Amr bin Ash wafat di usia lebih dari sembilan puluh tahun. Hingga akhir hayatnya, ia masih selalu setia pada Islam. Kecintaannya pada Rasulullah begitu tinggi. Bahkan, menjelang kematiannya, ia masih memikirkan Nabi.
Ketika ia dalam sakit menuju wafat, anaknya Abdullah bin Amr menemaninya. Abdullah melihat ayahnya menangis. Kemudian, Amr menghadapkan wajahnya ke Abdullah seraya mengatakan, “Aku mengalami tiga fase perjalanan hidup. Dahulu akuorang yang sangat benci Rasulullah. Aku sangat senang bila berhasil menangkapnya lalu membunuhnya dengan tanganku. Seandinya aku wafat dalam fase itu, aku pastilah menjadi penduduk neraka.”
Singkat kara, Amr melanjutkan perkataannya, “Tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai daripada Rasulullah SAW, mataku senantiasa membayangkan dirinya. Aku segan menahan pandanganku—menatap matanya saat matanya menatapku—yang demikian, karena aku sangat menghormatinya. Kalau sekiranya aku diminta menjelaskan fisiknya, mungkin aku tak mampu, karena aku tak pernah menyorot mataku kepadanya karena rasa hormatku untuknya. Jika aku wafat dalam keadaan demikian, aku berharap aku termasuk penduduk surga.
**
Begitulah sosok Amr bin Ash, seorang sahabat yang gigih, cerdas, dan tangguh. Terlepas dari kontroversinya dalam perang Shifin, ia adalah sahabat yang memiliki jasa sangat besar bagi kejayaan Islam.
Baca Juga : Tamim bin Aus, Penerang Masjid Nabawi di Masa Rasulullah SAW