Gus Miek (KH. Hamim Tohari Djazuli) Merupakan pendiri amalan dzikir Jama’ah Mujahadah Lailiyah, Dzikrul Ghofilin, dan sema’an al-Qur’an Jantiko Mantab.
Gus Miek adalah putra dari K.H. Ahmad Djazuli Utsman, pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah, Ploso, Mojo, Kediri, Jawa Timur.
Dikalangan santri, Ia terkenal sebagai seorang wali (kekasih Allah) yang semasa hidupnya menghabiskan sebagian besar waktunya di luar Pesantren untuk berdakwah mensyiarkan agama Islam.
Selain itu, Gus Miek juga terkenal sebagai seorang wali yang memiliki banyak karomah (kelebihan). Kelebihan-kelebihan yang dimiliki Gus Miek kerpa kali tidak dapat dinalar oleh kebanyakan orang.
Seperti halnya cerita karomah gusmiek yang cukup masyhur, yakni ketika beliau menyembuhkan anak berusia 9 tahun yang tidak bisa berjalan. Gus Miek memberikan arahan yang tidak masuk akal, namun do’a dan arahan gus miek dipercaya terbukti ampuh.
Cerita Kewalian Gus Miek saat Diminta Menyembuhkan Anak 9 tahun.
Alkisah, Di desa ploso ada seorang faqir. Ia biasa dipanggil dengan pak adnan. Sehari-harinya, Pak Adnan membuat makanan yang kemudian dijual dengan cara dititipkan di kantin pondok ploso.
Pak adnan sendiri mempunyai seorang keponakan yang sampai umur 9 tahun belum bisa berjalan. Berbagai macam cara sudah dilakukan, termasuk Ikhtiyar ke dokter, tabib, kyai semuanya sudah dilakukan. Tapi belum ke 1 kyai, yakni Gus miek, lantaran Gus Miek memang susah Ia cari kala itu.
Suatu ketika, setelah selesi jamaah di masjid pondok ploso, pak Adnan melihat Gus Miek tengah duduk santai tanpa mengenakan baju atasan di teras madrasah depan masjid.
Tidak menunggu waktu lama, Pak Adnan Langsung bergegas mendekat dan menceritakan perihal keponakannya kepada Gus Miek.
Pak Adnan menceritakan perihal kondisi yang dialami keponakanya yang berusia 9 tahun itu. Ia Berharap Gus Miek mau mendoakan dan memberikan satu solusi untuk menyembuhkan keponakanya tersebut.
Setelah selesai mendengarkan cerita Pak Adnan, Gus Miek lalu dawuh, “La opo bok kiro aku dukun?”.
Pak adnanpun menjawab, “geh mboten gus, nyuwun barokah do’a njenengan”.
Gus Miek pun diam sebentar lalu dawuh, “yo wes aku gelem njalukne nyang pengeran tombo ponakanmu tapi syarate 1, ojo bok critakne sopo2. Lek bok critakne, ponakanmu waras awakmu sing mati. Kecuali aku wes mati gakpapa bok critakne. Dawuh Gus Miek kepada Pak Adnan.
Pak adnan menjawab “inggih gus”.
Gus miek kemudian memberikan arahan “saiki muliho golek o semut sing rupane ireng trus dulang no nyang ponakanmu”. Dengan mantap Pak Adnan pulang dan mencari semut hitam. Setelah ia menemukanya, Semut hitam tersebut disuapkam ke keponakannya yang masih terbaring diatas kasur saja.
Usai menyuapi, Pak Adnan kemudia keluar. 1 jam kemudian ia kembali. Ternyata keponakanya tidak ada diatas kasurnya. Pak adnan pun Mencari-cari, ternyata keponakanya ada didekat sumur sedang menimba air.
Pak adnan pun langsung menangis syukur atas kesembuhan si keponakan. Tapi Pak Adnan tidak berani menceritakan apa yang sebenarnya ia perbuat. Sebab kalo cerita, dia yang mati sebagaimana wasiat Gus Miek.
Sampai Gus Miek wafat pada tahun 93, baru dia cerita ke seseorang yang punya masalah yang sama, dimana anaknya belum bisa berjalan. Dicarilah semut hitam meniru apa yg dikatakan Gus Miek dulu. Namun, sampai hbs semut berkilo-kilo si anak belum bisa berjalan juga. (jelas bukan faktor semut, tapi faktor do’a sang Waliyullah). – (Cerita Dari Gus Ferry/Cucu Gus Miek)
Baca Juga: Gus Miek KH. Hamim Tohari Djazuli, Biografi Singkat