Surau.co – Setelah wafatnya Rasulullah SAW, Abu Bakar dipilih sebagai khalifah dan pemimpin umat Islam. Saat itu, Umar bin Khattab ditunjuk sebagai Amirul Haj karena Abu Bakar sibuk mengurus kaum muslimin di Makkah pasca wafatnya Rasul. Amirul Haj adalah julukan bagi pemimpin dalam perjalanan haji. Sebuah tradisi di mana ketika tiga orang bepergian atau menempuh perjalanan mesti ada yang dijadikan pemimpin safar.
Pada tahun berikutnya, Abu Bakar dapat menunaikan ibadah haji dan menjadi Amirul Haj. Sebuah perjalanan yang penuh ketawakalan tinggi kepada Allah. Beban berat di pundak Abu Bakar sebab dalam safar itu dua tanggung jawab dan amanah, sebagai khalifah sekaligus Amirul Haj, dipikul pada waktu yang sama.
Abu Bakar Ash-Siddiq pun sampai di Kota Suci Mekkah sekitar waktu duha. Kesempatan itu beliau gunakan untuk mengunjungi ayahnya, Abu Quhafah, yang tinggal di Makkah. Saat tiba di sana, Abu Quhafah sedang berbincang dengan beberapa pemuda di teras rumahnya. Mereka melihat Abu Bakar datang dan memberitahu Abu Quhafah tentang itu.
“Putramu telah datang.”
Seketika Abu Quhafah bangkit dari duduknya yang nyaman. Kemudian Abu Bakar memintanya agar tetap di tempat duduknya. Abu Bakar turun dari unta dan menghampiri sang ayah. Sang khalifah berkata, “Wahai Ayah, engkau tak perlu berdiri.”
Abu Bakar memeluk ayahnya dengan pelukan hangat. Kemudian ia mengecup kening sang ayah yang telah renta. Sebab kedatangan putranya itu, Abu Quhafah menangis bahagia. Ia terharu. Mereka melepas rindu setelah lama tak berjumpa.
Pada kesempatan itu pula putra Abu Quhafah yang menjabat sebagai khalifah mencari tahu hal ihwal muslimin di kawasan Makkah dan sekitarnya. “Adakah yang akan mengadukan kepadaku suatu kezaliman yang kalian alami?” Pertanyaan itu yang Abu Bakar ulang-ulang sepanjang musim haji. Meski demikian, tak ada aduan. Malah semua orang menyanjung kepemimpinan dan kebijakan Abu Bakar terhadap umat.
**
Nama lengkap Abu Quhafah, yaitu Utsman Abu Quhafah ibn Amir ibn Ka’b ibn Sa’d Taym ibn Murra ibn Ka’ab ibn Lu’ai ibn Ghalib ibn Fihr. Ia adalah putra Amr ibn Ka’b ibn Sa’d Taym ibn Murra ibn Ka’ab ibn Lu’ai ibn Ghalib ibn Fihr. Abu Quhafah menikah dengan Ummul al-Khair binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab Saad bin Taim yang tak lain merupakan sepupunya . Dalam pernikahan itu, Ummul al-Khair (yang berarti ibu kebaikan) melahirkan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Sebelum kelahiran Abu Bakar mereka telah memiliki anak, tapi telah meninggal sebelum dewasa.
Abu Quhafah meninggal di usia 97 tahun, beberapa bulan setelah Abu Bakar wafat. Dikisahkan Mekkah diguncang gempa bumi ketika wafatnya Abu Bakar di Madinah. Abu Quhafah bertanya, “Apa itu?”. Kemudian, dia diberitahu bahwa putranya, khalifah pertama setelah kepemimpinan Rasulullah, telah kembali kepada sang khaliq.
Tentu saja kabar itu membuatnya sedih. Abu Quhafah lalu berkata, “Ini adalah bencana mengerikan. Siapa yang akan memimpin setelah dia?”
Kemudian seseorang memberi tahu bahwa Umar bin Khattab akan menggantikan posisi Abu Bakar sebagai khalifah. Isyarat setuju, Abu Quhafah berkata, “Dia (Umar) adalah temannya.”
Baca juga: Kisah Islamnya Abu Quhafah, Ayah Abu Bakar Ash-Shiddiq