Surau.co – Di antara para wali ini (Walisongo), terdapat seorang wali kontroversial, yakni Syeikh Siti Jenar atau Syeikh Lemah Abang. Disebutkan bahwa Siti Jenar adalah putra Sunan Gunung Jati yang berguru kepada Sunan Giri dan Sunan Ampel, tetapi lebih mendalami ngelmu (ilmu mistik).
Menurut Saksono dalam bukunya yang berjudul “Mengislamkan Tanah Jawa: Telaah atas Metode Dakwah Walisongo” Nasabnya ketemu dengan Muhammad al-Baqir (imam Syiah, dari keturunan Zainal Abidin bin Husain bin Ali. Sedangkan menurut Agus Sunyoto, Siti Jenar berasal dari Persia dan sempat berguru kepada Sunan Bonang bersama-sama dengan Sunan Kalijaga.
Sebagaimana dikisahkan, Syeikh Siti Jenar atau Syeikh Lemah Abang, termasuk wali yang paling terkenal sesudah Sunan Kalijaga. Syeikh Siti Jenar demikian keramat dan sakti, sehingga delapan wali yang lain kecuali Sunan Kalijaga dapat dikalahkannya.
Ajaran-ajarannya sudah sangat jauh menyimpang yakni mendakwahkan dirinya sebagai Allah. Menurut babad Tanah Jawi karya Rinkers disebutkan bahwa Syeikh Siti Jenar memisahkan diri dari Walisongo dan melawan delapan wali lainnya. Siti Jenar dinilai telah meninggalkan Ijma’Qiyas, dalil Al-Qur’an dan Hadist.
Ajoeb berpendapat bahwa kontroversi muncul karena ajaran teologinya yang panteistik dan mengadopsi ajaran sufi Manshur Al-Hallaj tentang hulul atau wihdatul wujud, penyatuan antara hamba dengan Tuhan, manunggaling kawula gusti. Penganut Al-Hallaj ini di wakili Hamzah Fansur di Aceh, sedangkan di Jawa diwakili Syeikh Siti Jenar. Nasib Siti Jenar hampir mirip dengan Al-Hallaj, yakni terjebak dalam dimensi politik dan menerima hukuman mati. Jika Al-Hallaj terlibat dalam gerakan Qaramithah, maka Siti Jenar terlibat penghimpunan kekuatan melawan Sultan Demak dan para Sunan.
Kritik para wali
Kritik para wali di Jawa terhadap Siti Jenar ditujukan pada ajaran teologinya yang dinilai dapat menyesatkan bagi orang awam dan mu’allaf karena telah “miak warana’’, yakni membuka rahasia tertinggi yang seharusnya diajarkan kepada orang-orang khawwas. Mereka menilai bahwa Syeikh Siti Jenar telah murtad dari agama dan membuang syari’at, demikianlah yang diungkap oleh Kreamer dalam Een Javaansche Primbon uit de Zestiende Eeuw: Inleiding, Vertaling en Aantekening.
Agus Sunyoto turut berkomentar: disamping pranata keulamaan yang ditata para wali tidak diakuinya, Siti Jenar juga melakukan penentangan terhadap kekuasaan Raden Fatah sebagai sultan kerajaan Demak. Sisi lainnya, terjadi persaingan; dimana Siti Jenar dikultuskan sebagai orang yang sakti,alim,dan keramat,serta perguruannya menjadi populer dan sensasional. Perguruan Sunan Giri, pesantren-pesantren,dan masjid-masjid menjadi sepi karena murid-muridnya terserap ke perguruan Siti Jenar.
Karena itulah, Walisongo sangat menentang ajaran mereka. Sumber-sumber lokal dan asing memuat uraian mengenai polemik yang terjadi antara Sunan Giri, juru bicara Walisongo dan Siti Jenar. Sebuah debat langsung digelar di hadapan Raden Fatah, Sultan pertama kerajaan Islam di Jawa yang berakhir dengan pengadilan yang menjatuhkan hukuman mati kepada Siti Jenar dan para pendukung utamanya. Pelanggaran utama dan dosa besar yang dilakukan Siti Jenar adalah ungkapannya tentang “manunggaling kawulo gusti”.
Agar pengaruh kesaktian Syeikh Siti jenar tidak membuat goyah para muallaf yang baru masuk Islam, jenazah Syeikh Siti Jenar dikubur sangat rahasia sampai Sultan Demak sendiri tidak tahu hal ihwal sebenarnya. Jenazah itu kemudian diganti dengan bangkai anjing kurus-sebagai riwayat mengatakan kuda merah kudisan, dan menjijikkan yang ditaruh pada keranda mati.
Namun demikian, Siti Jenar memiliki murid-murid terkenal: Pangeran Panggung (putra Sunan Kalijaga) yang menjadi putra angkat Sultan Demak, Kebo Kenongo (Kyai Ageng Pengging), putra Adipati Handayaningrat, Ki Ageng Tingkir, dan Buytu Pangeran Betah.
Baca Juga : Syaikh Mahfud Termas, Biografi Singkat
Kontroversi dan Ajaran Syekh Siti Jenar
Dalam buku yang berjudul Syekh Siti Jenar: Asal mula faham manunggaling kawula gusti: Pergumulan tasawwuf Jawa, buku pelengkap Kisah Walisongo, karya MB. Rahimsyah AR. Ajaran Syekh Siti Jenar yang pada waktu itu paling kontroversial adalah konsep ajarannya mengenai hidup dan mati, Tuhan dan kebebasan, dan tempat berlakunya syariat tersebut.
Dalam ajarannya, Syekh Siti Jenar melihat bahwa kehidupan manusia di dunia ini adalah sebuah kematian. Sebaliknya, dia menyebutkan bahwa kematian itu merupakan sebuah awal dari kehidupan yang hakiki serta abadi.
Silsilah Keluarga Syekh Siti Jenar
Berikut ini adalah silsilah keluarga Syekh Siti Jenar yang bersambung dengan Sayyid Alawi bin Muhammad Sohib Mirbath sampai Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi (Hadramaut, Yaman) dan seterusnya sampai Imam Husain, cucu Nabi Muhammad SAW.
- Nabi Muhammad SAW, berputeri
- Sayidah Fatimah az-Zahra menikah dengan Ali bin Abi Thalib, berputera
- Husain r.a, berputera
- Ali Zainal Abidin, berputera
- Muhammad al-Baqir, berputera
- Imam Ja’far ash-Shadiq, berputera
- Ali al-Uraidhi, berputera
- Muhammad al-Naqib, berputera
- Isa al-Rumi, berputera
- Ahmad al-Muhajir, berputera
- Ubaidillah, berputera
- Alawi, berputera
- Muhammad, berputera
- Alawi, berputera
- Ali Khali’ Qosam, berputera
- Muhammad Shahib Mirbath, berputera
- Sayid Alwi, berputera
- Sayid Abdul Malik, berputera
- Sayid Amir Abdullah Khan (Azamat Khan), berputera
- Sayid Abdul Kadir, berputera
- Maulana Isa, berputera
- Syekh Datuk Soleh, berputera
- Syekh Siti Jenar
Dari silsilah ini, bisa dikatakan Syekh Siti Jenar merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW. Silsilah ini diambil dari buku Syekh Siti Jenar: pergumulan Islam-Jawa, karya Abdul Munir Mulkhan.
Hubungan Keluarga dengan Syekh Nurjati
Kakek dari Syekh Siti Jenar yang bernama Maulana Isa, merupakan seorang tokoh agama yang sangat berpengaruh pada zamannya. Putranya bernama Syekh Abdul Soleh (ayah dari Syekh Siti Jenar) dan Syekh Datuk Ahmad. Syekh Datuk Ahmad yang merupakan kakak dari ayah Syekh Siti Jenar, mempunyai putra yang bernama Syekh Datuk Kahfi yang selanjutnya dikenal pula dengan nama Syekh Nurjati.