Masjid, Mimbar, dan Misi Ilmu: Refleksi dari Sebuah Kajian
Di tengah heningnya malam dan damainya suasana masjid, suara lembut dari seorang ustaz terdengar menggema melalui mikrofon sederhana. Beliau duduk di balik meja kaca, menghadap para jamaah yang datang dengan berbagai latar belakang, namun memiliki satu tujuan: mencari ilmu dan mendekat kepada Allah Ta’ala.
Gambar ini, meski sederhana, menyimpan makna yang dalam. Sebuah mimbar berdiri kokoh di belakang sang ustaz, menjadi saksi bisu bagi ribuan kalimat hikmah yang telah dilantunkan. Di sisi lain, bendera merah putih berdiri berdampingan dengan kitab suci dan mikrofon, seolah mengisyaratkan bahwa kecintaan kepada agama dan tanah air dapat berjalan seiring dalam satu nafas dakwah.
Masjid: Tempat Kembali yang Dirindukan
Masjid bukan sekadar bangunan ibadah. Ia adalah tempat di mana ruhani manusia disucikan, akal diluruskan, dan hati diperbaiki. Di sinilah umat berkumpul bukan hanya untuk menunaikan shalat berjamaah, tapi juga untuk menyimak nasihat, menimba ilmu, dan menguatkan ukhuwah.
Allah Ta’ala berfirman:
> “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian…” (QS. At-Taubah: 18)
Menghadiri kajian di masjid adalah bagian dari memakmurkannya. Setiap langkah yang ditapakkan menuju masjid dalam rangka menuntut ilmu, dicatat sebagai amal kebaikan.
Ustaz dan Mimbar: Pewaris Para Nabi
Duduknya seorang ustaz di depan jamaah, berbicara tentang ayat-ayat Allah dan sabda Rasulullah ﷺ, bukanlah pekerjaan sembarangan. Ia memikul tanggung jawab besar. Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi.”
(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Di balik meja yang sederhana itu, tersembunyi peran mulia: menyampaikan kebenaran, meluruskan pemahaman, dan menyelamatkan umat dari kejahilan. Maka sudah selayaknya kita menghormati para guru agama kita, mendengar dengan seksama, dan menyampaikan kembali ilmu yang kita peroleh kepada orang lain.
Menuntut Ilmu: Jalan Menuju Surga
Bukan tanpa alasan Islam menempatkan ilmu pada posisi yang tinggi. Menuntut ilmu adalah jalan yang mengantar seseorang menuju keridhaan Allah dan surga-Nya.
> “Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.”
(HR. Muslim)
Duduk bersimpuh di masjid, menyimak penjelasan tentang tauhid, fiqih, akhlak, dan tafsir bukan hanya memperkaya akal, tapi juga memperhalus jiwa. Dalam era informasi seperti hari ini, menuntut ilmu langsung dari majelis para ulama menjadi penyeimbang dari derasnya arus informasi digital yang sering kali tidak terverifikasi.
Dakwah: Merangkul, Bukan Menghakimi
Salah satu pesan moral yang bisa ditangkap dari gambar ini adalah pendekatan lembut dalam berdakwah. Tidak ada pengeras suara yang memekakkan, tidak ada ancaman atau kata-kata keras. Justru yang terlihat adalah suasana santai, penuh kasih, namun tetap penuh wibawa.
Metode dakwah seperti inilah yang dicontohkan oleh Nabi ﷺ. Beliau menyampaikan kebenaran dengan hikmah dan kelembutan:
> “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik…” (QS. An-Nahl: 125)
Hari ini, umat butuh lebih banyak dakwah yang membangun, bukan mencela. Mendidik, bukan mencaci. Merangkul, bukan menghakimi.
Jamaah: Membangun Masyarakat Ilmiah
Tampak dalam seorang jamaah yang duduk tenang, mungkin sedang mencatat, atau sedang menyimak dengan saksama. Merekalah para pencari kebenaran. Mereka sadar bahwa untuk menjadi muslim yang kuat, tidak cukup hanya dengan shalat dan puasa. Diperlukan ilmu agar ibadah semakin lurus dan diterima Allah.
Kajian-kajian seperti ini harus terus digalakkan. Baik oleh takmir masjid, pemerintah, maupun ormas Islam. Karena dari sinilah akan tumbuh generasi yang berpikir jernih, tidak mudah terprovokasi, serta memahami Islam dengan komprehensif dan penuh cinta.
Masjid dan Nasionalisme
Sebuah bendera merah putih berdiri anggun di sisi meja. Ini menjadi simbol penting bahwa Islam tidak bertentangan dengan cinta tanah air. Bahkan, dalam banyak ayat dan hadits, Islam mendorong umatnya untuk membela negeri, menjaga keamanannya, serta berkontribusi positif bagi masyarakat.
Sebagaimana yang disebutkan dalam pepatah Arab:
حب الوطن من الإيمان
Cinta tanah air adalah bagian dari iman.
Masjid adalah pusat pembinaan umat, dan dari sinilah nilai-nilai kebangsaan yang luhur bisa ditanamkan.
Refleksi dan Tanggung Jawab Kita
Gambar bukan hanya dokumentasi dari satu kegiatan keagamaan. Ia adalah panggilan kesadaran. Kita diajak untuk:
Lebih sering hadir ke masjid, bukan hanya saat shalat Jum’at. Aktif mengikuti kajian dan majelis ilmu. Mendorong keluarga, sahabat, dan masyarakat untuk mencintai ilmu agama. Menjadi bagian dari umat yang membangun, bukan yang membenci. Menyebarkan kebaikan dan ilmu, meskipun hanya satu ayat.
Dakwah bukan hanya tugas para ustaz, tapi tugas kita semua. Bila tidak mampu berbicara, maka tulislah. Bila tak mampu menulis, maka bagikanlah. Bila tak mampu membagikan, maka doakanlah. Jangan biarkan diri kita jauh dari jalan dakwah.
Penutup: Majelis ilmu seperti yang terekam dalam gambar ini adalah nikmat besar dari Allah. Ia adalah taman surga di dunia. Duduk di sana, walau hanya sebentar, mampu menjadi wasilah bagi turunnya rahmat dan ampunan Allah.
Mari kita hidupkan masjid dengan ilmu. Mari kita hidupkan hati kita dengan dzikir. Dan mari kita jadikan hidup kita sebagai ladang amal yang subur.
“Jika Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang, maka Dia akan memahamkannya dalam urusan agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Semoga kita termasuk dalam golongan yang Allah kehendaki kebaikan. Aamiin. (Iskandar)