Masjid Raya Sumatra Barat : Tahan Gempa

Google News
Masjid Raya Sumatra Barat
Masjid Raya Sumatra Barat
Daftar Isi

Masjid Raya Sumatra Barat : Tahan Gempa

Sumatra Barat, Surau.co – Masjid Raya Sumatra Barat adalah masjid terbesar di Sumatra Barat yang terletak di Jalan Chatib Sulaiman, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang. Diawali peletakan batu pertama pada 21 Desember 2007, pembangunannya tuntas pada 4 Januari 2019 dengan total biaya sekitar Rp325–330 miliar, sebagian besar berasal dari APBD Sumatra Barat. Pengerjaannya dilakukan secara bertahap karena keterbatasan anggaran dari provinsi.

Konstruksi masjid terdiri dari tiga lantai. Ruang utama yang dipergunakan sebagai ruang salat terletak di lantai atas, memiliki teras yang melandai ke jalan. Denah masjid berbentuk persegi yang melancip di empat penjurunya, mengingatkan bentuk bentangan kain ketika empat kabilah suku Quraisy di Mekkah berbagi kehormatan memindahkan batu Hajar Aswad. Bentuk sudut lancip sekaligus mewakili atap bergonjong pada rumah adat Minangkabau rumah gadang.

Menurut rencana awal, Masjid Raya Sumatra Barat akan dibangun dengan biaya sedikitnya Rp500 miliar karena rancangannya didesain dengan konstruksi tahan gempa. Kerajaan Arab Saudi pernah mengirim bantuan sekitar Rp500 miliar untuk pembangunan masjid, tetapi karena terjadi gempa bumi pada 2009, peruntukan bantuan dialihkan oleh pemerintah pusat untuk keperluan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-bencana. Pada 2015, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla meminta anggaran pembangunan dipangkas. Pemangkasan anggaran membuat desain masjid berubah di tengah jalan, termasuk pengurangan jumlah menara dari awalnya empat menjadi satu.

Peletakan Batu Pertama Masjid Raya Sumatra Barat

Sampai 2012, pengerjaan pembangunan masjid telah melewati empat tahap. Tahap pertama untuk menyelesaikan struktur bangunan menghabiskan waktu dua tahun sejak dimulai pada awal tahun 2008. Tahap kedua dilanjutkan dengan pengerjaan ruang salat dan tempat wudu pada 2010. Tahap ketiga selama tahun berikutnya meliputi pemasangan keramik lantai dan eksterior masjid. Tiga tahap pertama berjalan dengan mengandalkan akomodasi APBD Sumatra Barat sebesar Rp103,871 miliar, Rp15,288 miliar, dan Rp31 miliar. Memasuki tahap keempat yang dimulai pada pertengahan 2012, pengerjaan menggunakan kontrak tahun jamak. Tahap keempat menggandalkan anggaran sebesar Rp25,5 miliar untuk menyelesaikan ramp, teras yang melandai ke jalan. Pekerjaan pembangunan sempat terhenti selama tahun 2013 karena ketiadaan anggaran dari provinsi.

Terkait keterbatasan pendanaan, alokasi APBD Sumatra Barat untuk pembangunan masjid semula direncanakan hanya sebagai dana stimulan. Pada awalnya, panitia pembangunan yang diketuai oleh Marlis Rahman sempat menghimpun sumbangan masyarakat untuk membantu pembangunan masjid disamping melakukan kerja sama dengan pihak swasta dan negara Timur Tengah. Bantuan dari masyarakat dan perantau, termasuk donasi via nada sambung hanya berjalan untuk tahap pertama pembangunan.

Pada 2009, Kerajaan Arab Saudi telah berencana mengirimkan bantuan untuk mendukung pembangunan masjid. Namun, bantuan dari Arab Saudi bernilai 50 juta dolar Amerika Serikat datang bersamaan dengan gempa bumi yang melanda Sumatra Barat sehingga pemerintah pusat melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengalihkan peruntukan bantuan untuk keperluan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-bencana.

Arsitektur Masjid Raya Sumatra Barat

Masjid Raya Sumatra Barat menampilkan arsitektur modern yang tak identik dengan kubah. Atap bangunan menggambarkan bentuk bentangan kain yang digunakan untuk mengusung batu Hajar Aswad. Ketika empat kabilah suku Quraisy di Mekkah berselisih pendapat mengenai siapa yang berhak memindahkan batu Hajar Aswad ke tempat semula setelah renovasi Ka’bah, Nabi Muhammad memutuskan meletakkan batu Hajar Aswad di atas selembar kain sehingga dapat diusung bersama oleh perwakilan dari setiap kabilah dengan memegang masing-masing sudut kain.

Bangunan utama Masjid Raya Sumatra Barat memiliki denah dasar seluas 4.430 meter persegi. Konstruksi bangunan dirancang menyikapi kondisi geografis Sumatra Barat yang beberapa kali diguncang gempa berkekuatan besar. Masjid ini ditopang oleh 631 tiang pancang dengan fondasi poer berdiameter 1,7 meter pada kedalaman 7,7 meter. Dengan kondisi topografi yang masih dalam keadaan rawa, kedalaman setiap fondasi tidak dipatok karena menyesuaikan titik jenuh tanah tanah.

Ruang utama yang dipergunakan sebagai tempat salat terletak di lantai atas berupa ruang lepas. Lantai atas dengan elevasi tujuh meter terhubung ke permukaan jalan melalui ramp, teras terbuka yang melandai ke jalan. Dengan luas 4.430 meter persegi, lantai atas diperkirakan dapat menampung 5.000–6.000 jemaah. Adapun lantai dua berupa mezanin berbentuk leter U memiliki luas 1.832 meter persegi.

Konstruksi rangka atap menggunakan pipa baja. Gaya vertikal beban atap didistribusikan oleh empat kolom beton miring setinggi 47 meter dan dua balok beton lengkung yang mempertemukan kolom beton miring secara diagonal. Setiap kolom miring ditancapkan ke dalam tanah dengan kedalaman 21 meter, memiliki fondasi tiang bor sebanyak 24 titik dengan diameter 80 centimeter. Pekerjaan kolom miring melewati 13 tahap pengecoran selama 108 hari dengan memperhatikan titik koordinat yang tepat.

Masjid Raya Sumatra Barat membutuhkan biaya yang besar untuk perawatan dan operasional, meliputi mekanikal, perawatan kontruksi, dan petugas, dengan total kebutuhan dana Rp4,2 miliar per tahun.

Baca Juga : Masjid Assyafaah – Singapore

Keistimewaan Masjid Raya Sumatera Barat

  1. Masjid Tampil Tanpa Kubah Hal yang paling mencolok dari Masjid Raya Sumatera Barat adalah masjid tampil tanpa kubah. Tampilan masjid tanpa kubah ini merupakan representasi wujud falsafah Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah yang berarti adat yang didasarkan, ditopang oleh syariat agama Islam berdasarkan Al Quran dan Hadist.
  2. Masjid Tahan Gempa Masjid Raya Sumatera Barat yang berlokasi di jantung kota Padang di Jalan Khatib Sulaiman dan Jalan Ahmad Dahlan ini didesain sebagai masjid tahan gempa bermagnitudo 10. Masjid ini dibangun di atas lahan sebesar 40.343 meter persegi dan mampu menampung 20.000 jamaah.
  3. Mengusung Budaya Minang Masjid Raya Sumatera Barat selain atapnya yang mirip rumah gadang, juga memiliki corak ukiran Minangkabau di dinding-dindingnya. Ruang utama masjid ini dipenuhi interior ukiran Minang dan kaligrafi. Bagian Mihrobnya seperti hajar aswad dan terdapat ukiran asmaul husna berwarna emas.
  4. Dijuluki Masjid Seribu Pintu Angin Masjid ini didesain oleh arsitek bernama Rizal Muslimin. Memiliki cukup banyak pintu, membuat masjid ini dijuluki dengan nama Masjid Seribu Pintu Angin. Di bagian samping Masjid Raya terdapat menara yang bercorak seperti Masjid Nabawi yang ada di Madinah, yang membuat masjid ini terlihat semakin megah.