Surau.co
Menu Menu

Kisah-kisah Sahabat Muadz Bin Jabal dengan Rasulullah SAW

SURAU.CO. Muadz bin Jabal adalah salah satu Sahabat Rasulullah yang istimewa. Ia masih muda, namun memiliki kecerdasan yang menonjol. Rasulullah mengutusnya ke Yaman untuk mengajarkan agama.

Saat akan berangkat, Rasulullah mengantarkannya dengan berjalan kaki, sementara Muadz menunggang kendaraan. Dalam perjalanan itu, Rasulullah berkata kepadanya, “Sesungguhnya aku mencintaimu.”

Dalam sebuah riwayat seorang perawi hadis, Abu Idris al-Kahulani, pernah menceritakan pengalamannya melihat sosok Muadz. Ketika memasuki masjid Damaskus, ia melihat seorang pemuda berkulit putih dengan wajah berseri, gigi berkilau, dan mata tajam. Banyak orang mengelilinginya, meminta penjelasan saat berselisih pendapat. Ketika Abu Idris bertanya, “Siapa pemuda itu?” orang-orang menjawab, “Itu muadz bin jabal.”

Nama lengkapnya adalah Muadz bin Jabal bin Amr bin Aus al-Khazraji. Ia termasuk generasi pertama yang memeluk Islam (as-Sabiqun al-Awwalun) dan berbaiat kepada Rasulullah sejak awal. Muadz terkenal sebagai cendekiawan dengan pemahaman mendalam tentang fiqih. Rasulullah bahkan memujinya sebagai sahabat yang paling paham tentang halal dan haram. Ia juga menjadi duta besar Islam pertama yang diutus Rasulullah. Selain itu, Muadz dipercaya memberikan fatwa di masa Rasulullah, bersama sahabat seperti Umar bin Khattab, Zaid bin Tsabit, Ali bin Abu Thalib, dan Usman bin Affan. Ia dijuluki “Abu Abdurrahman.”

Muadz lahir di Madinah dan memeluk Islam pada usia 18 tahun. Ia memiliki fisik yang gagah, kulit putih, tubuh tinggi, rambut pendek ikal, serta gigi putih bersinar. Ia termasuk dalam kelompok 72 orang dari Madinah yang berbaiat kepada Rasulullah. Setelah itu, ia kembali ke Madinah sebagai pendakwah, berhasil mengislamkan tokoh seperti Amru bin al-Jamuh. Rasulullah mempersaudarakannya dengan Ja’far bin Abi Thalib.

Dalam riwayat lain, Rasulullah juga berkata, “Wahai Muadz, bisa jadi setelah dua tahun ini kamu tidak akan bertemu lagi denganku. Mungkin kelak kamu akan melewati masjidku dan kuburanku.” Mendengar ucapan tersebut, Muadz menangis tersedu karena kesedihan. Dan ternyata benar, ia tak lagi bertemu Rasulullah. Ketika Nabi wafat, Muadz masih berada di Yaman menjalankan tugasnya.

Muadz bin Jabal terkenal sebagai sahabat yang cerdas dan berilmu tinggi. Ia adalah ahli fiqih, mujtahid, mujahid, sekaligus mufti. Sahabat Umar bin Khattab pernah berkata, “Seandainya Muadz tidak ada, aku bisa binasa,” menunjukkan betapa besar peran keilmuan Muadz. Seperti Umar, Muadz juga dikenal menjunjung tinggi akal dan berani berijtihad.

Dalam sebuah percakapan, Rasulullah bertanya, “Wahai Muadz, dengan apa kamu menyelesaikan persoalan agama?” Muadz menjawab, “Aku akan merujuk pada Kitab Allah.” Rasulullah melanjutkan, “Jika tidak menemukan jawaban di Kitab Allah?” Muadz menjawab, “Aku akan mencarinya di Sunnah Rasulullah.” Ketika ditanya lagi, “Bagaimana jika tidak ada di Sunnah?” Muadz menegaskan, “Aku akan berijtihad dengan pendapatku sendiri.” Rasulullah tersenyum cerah dan bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasul-Nya.”

Muadz wafat pada tahun 18 Hijriah di usia 33 tahun, saat wabah besar melanda Urdun. Saat itu, ia sedang mengajar sebagai utusan Khalifah Umar bin Khattab. Makamnya menjadi saksi perjuangan seorang sahabat yang dicintai Rasulullah.