Surau.co – Usaid bin Hudhair adalah putra seorang bangsawan dan pemimpin Bani Aus yang sangat disegani. Ia dikenal berakhlak mulia dan berjiwa kepemimpinan yang bagus. Usaid merupakan pemuda yang jago berkuda dan memanah. Ia mendapat julukan Al Kamil karena kecerdasan dan kecemerlangan otaknya.
Rantai nasabnya adalah Usaid bin Hudhair bin Simak bin ‘Atik bin Imriil Qais bin Zaid bin Abdil Asyhal bin Jusyam bin al Harits bin al Khazraj bin ‘Amr bin Malik bin al Aus. Setidaknya ada lima pendapat tentang julukan Usaid, namun menurut pendapat yang paling masyhur ia dikenal dengan sebutan Abu Yahya. Ibu Usaid bernama Ummu Usaid binti An Nu’man bin Imriil Qais bin Zaid bin Abdil Asyhal.
Ayah Usaid yang sering dipanggil dengan Hudhair al Kataib adalah salah satu bangsawan Arab di masa jahiliyah dan termasuk prajurit Arab yang tangguh. Ia adalah ksatria berkuda andalan suku Aus. Ayah Usaid pula yang menjadi komandan Aus di hari pertempuran Bu’ats, sebuah pertempuran yang mengkahiri rangkaian perang saudara antara mereka dengan suku tetangga mereka, yakni Khazraj. Namun sayang, pertempuran yang terjadi enam tahun sebelum hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah ini menutup riwayat hidup Hudhair al Kataib. Ia tewas dalam perang sebelum masuk Islam.
Kabar Gembira yang Dibawa Utusan Rasulullah
Suatu ketika tersiar kabar bahwa ada 2 orang yang datang ke Madinah membawa ajaran baru. Kedua orang itu adalah Mush’ab bin Umair, juru dakwah yang diutus Rasulullah SAW ke Madinah ditemani oleh As’ad bin Zurarah.
Ketika Mush’ab bin Umair diutus Rasulullah ke Madinah, untuk membina kelompok Anshar yang telah berbaiat kepada Nabi di Baitul Aqabah pertama, berita kedatangan beliau sudah sampai juga ke telinga Usaid.
[wpsm_ads2]
Mush’ab bin Umair tinggal di rumah As’ad bin Zurarah, seorang bangsawan suku Khazraj. As’ad kebetulan keluarga dekat Sa’ad bin Mu’adz (anak bibinya). Sedang Sa’ad bin Mu’adz adalah sahabat Usaid bin Hudhair di tampuk kepemimpinan suku Aus.
Di rumah itu, keberadaan Mush’ab bin Umair dijamin. Di rumah itu pula Mush’ab menebarkan dakwah Islamiyah dan menyampaikan berita gembira mengenai Nabi Muhammad SAW.
Tidak sedikit penduduk yang mendatangi majelis Mush’ab. Gaya bicaranya yang menawan, hujjahnya yang jelas dan masuk akal, ditambah dengan halus budinya, membuat daya tarik yang kuat bagi penduduk Yatsrib. Apalagi sinar iman di wajahnya menyejukkan siapa saja yang memandangnya.
Di atas semua itu, yang lebih menarik hati adalah ayat-ayat yang dibacakan Mush’ab bin Umair di sela-sela pembicaraannya. Hati yang keras bisa melunak. Orang yang merasa berlumuran dosa menyesali perbuatan masa lalunya yang gelap. Bahkan karenanya tidak ada orang yang meninggalkan majelis itu kecuali telah menyatakan dirinya bersyahadat memilih Islam sebagai jalan baru.
[RH_ELEMENTOR id=”6450″]
Perkembangan yang begitu cepat itu membuat gusar Sa’ad bin Mu’adz. Ia segera menemui sahabatnya, Usaid bin Hudhair, dan berkata cemas, “Hai Usaid, sebaiknya engkau datangi pemuda Makkah itu. Dia telah memengaruhi rakyat kita dan membodoh-bodohi mereka. Tuhan kita dijelek-jelekkan. Cegahlah dia dan ingatkan jangan tinggal di negeri ini, sejak hari ini!”
Setelah berhenti sejenak, Sa’ad melanjutkan bicaranya, “Seandainya dia bukan tamu anak bibiku (As’ad bin Zurarah), sungguh akan aku bereskan sendiri.”
Mendengar itu, Usaid segera mengambil tombaknya, lalu pergi mencari Mush’ab. Saat itu, As’ad bin Zurarah sedang menyertai Mush’ab bin Umair menemui Bani Abdul Asyhal untuk mengajarkan Islam kepada mereka. Keduanya masuk ke sebuah kebun milik Bani Abdul Asyhal, lalu duduk-duduk di bawah pohon kurma di pinggir sebuah telaga.
Dikisahkan, Usaid pun menemui keduanya. Usaid bertanya kepada keduanya, “Apa yang membuat kalian berdua datang ke perkampungan kami? Kalian telah meracuni keyakinan orang-orang lemah dari kami. Tinggalkanlah kampung kami ini jika kalian masih ingin hidup.”
Muas’ab meminta agar Usaid mendengarkan uraiannya tentang Islam terlebih dahulu. Apabila Usaid tidak mau menerima, Mus’ab berjanji akan angkat kaki dari Madinah dan Usaid pun menancapkan tombak untuk duduk mendengarkan penjelasan Mus’ab.
Akhlak dan akal Usaid telah membuat pikirannya terbuka. Wajah Usaid langsung cerah. Dia merasakan keagungan ayat-ayat Alquran. Hidayah Islam telah memasuki hatinya. Sejak itulah, kecintaannya kepada Alquran terus tumbuh dalam hatinya.
Baca juga: Pesan-pesan Uqbah bin Amr Sebelum Wafat