Surau.co
Menu Menu
Khubaib bin Adi, Sahabat Pertama yang Shalat Sunnah Sebelum Dieksekusi Mati

Khubaib bin Adi, Sahabat Pertama yang Shalat Sunnah Sebelum Dieksekusi Mati

Surau.co - Pada tahun ke-3 hijriyah, beberapa utusan dari kabilah Udal dan Qarah mendatangi Rasulullah SAW. Mereka mengabarkan bahwa mereka telah mendengar tentang Islam. Untuk itu mereka meminta Rasulullah SAW agar mengirim utusan untuk mengajarkan Islam kepada mereka.

Maka Rasulullah SAW pun mengutus 10 sahabat untuk memenuhi permintaan tersebut. Rasulullah SAW menunjuk Ashim bin Tsabit sebagai amir (pemimpin) mereka. Namun di suatu tempat, di antara Usfan dan Makkah, kelompok kecil ini diintai oleh sekitar 100 pemanah dari Bani Lihyan. Mengetahui hal tersebut, Ashim segera memerintahkan teman-temannya agar segera berlindung ke sebuah bukit kecil di sekitar daerah tersebut.

Sebenarnya, Ashim dan kawan-kawan berhasil mengelabui pasukan pemanah musyrik tersebut. Namun Allah SWT berkehendak lain. Biji-biji kurma yang mereka bawa sebagai bekal dari Madinah, tercecer sepanjang jalan, memberi petunjuk keberadaan rombongan Ashim. Akhirnya kesepuluh sahabat itu pun tertangkap.
"Kami berjanji tidak akan membunuh seorang pun di antara kalian jika kalian menyerah," teriak salah seorang musyrik yang mengepung mereka.

"Kami tidak akan menerima perlindungan orang kafir. Ya Allah, sampaikan berita kami kepada Nabi-Mu." jawab Ashim tegar.

Maka rombongan musyrik itu pun menyerang dan berhasil membunuh Ashim dan enam sahabat lain, hingga tinggallah Khubaib bin Adi, Zaid bin Datsinah dan Abdullah bin Thariq. Orang-orang musyrik itu kemudian menangkap dan mengikat ketiganya.

Namun sahabat yang tidak diketahui namanya itu kemudian memberontak sambil berteriak, "Ini adalah pengkhianatan pertama!" serunya sambil berusaha melawan. Ia berhasil melepaskan ikatan, namun meninggal setelah dilempari batu oleh pasukan pengepung. Ia pun syahid.

Khubaib Dijual sebagai Budak

Selanjutnya Khubaib dan Zaid dibawa ke Makkah dan dijual sebagai budak. Zaid bin Datsinah dibeli Shafwan bin Umayyah untuk dibunuh sebagai balas dendam atas terbunuhnya ayah Shafwan dalam Perang Badar. Sementara itu, Bani Harits yang selama ini menyimpan dendam kesumat terhadap Khubaib, mendengar berita tertangkapnya Khubaib. Rupanya nama Khubaib telah mereka hapal luar kepala, karena Khubaiblah yang membunuh Harits bin Amir, seorang pemuka Quraisy Makkah, pada perang Badar. Maka dengan penuh antusias Khubaib pun mereka beli.

Sama seperti Zaid, Khubaib juga dibeli untuk dieksekusi mati sebagai pembalasan tewasnya al-Harits saat Perang Badar. Kendati demikian, Khubaib tidak langsung dieksekusi. Dia baru akan dibunuh jika keluarga al-Harits semuanya sudah sepakat.

Maka jadilah Khubaib bulan-bulanan seluruh anggota Al-Harits. Setiap hari, sahabat Anshar yang dikenal bersifat bersih, pemaaf, teguh keimanan dan taat beribadah ini harus menerima siksaan. Hingga suatu hari salah seorang putri keluarga tersebut berteriak terkejut memberitakan bahwa budak sekaligus tawanan mereka sedang santai dan tenang-tenang memakan buah anggur. Padahal buah tersebut sedang tidak musim di Makkah dan Khubaib pun diikat tangannya dengan rantai besi.

Meskipun Tau Khubaib adalah Budak Akan Dieksekusi, Ia tetap Santun sebagai Seorang Muslim

Khubaib menjalani hari-harinya sebagai tawanan atau budak di rumah keluarga al-Harits. Ia menunjukkan sikap baik sebagai seorang Muslim. Tidak mencelakakan keluarga al-Harits meski ada kesempatan untuk melakukannya. Dikisahkan, suatu ketika Khubaib meminjam sebilah pisau kepada seorang putri al-Harits untuk mencukur. Pada saat itu, anak dari putri al-Harits sedang merangkak ke arah Khubaib. Sang putri al-Harits khawatir dan takut kalau Khubaib bakal melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya. Namun, kecemasan putri al-Harits itu sirna setelah Khubaib menegaskan tidak akan membunuh anak kecil dari keluarga al-Harits tersebut.

“Aku tidak pernah menjumpai tawanan yang lebih baik dari Khubaib.” kata putri al-Harits tersebut.

Keluarga Al-Harits menakut-nakuti Khubaib, bahwa saudara sekaligus sahabatnya, Zaid yang juga dibeli keluarga Makkah lainnya, telah dieksekusi. Ia telah dibunuh dengan cara ditusuk tombak dari lubang dubur hingga tembus ke dadanya!

Namun berita kejam nan sadis ini ternyata tidak berhasil membuat hati Khubaib ketakutan apalagi berpaling dari keimanannya. Sebaliknya, hal ini justru membuat dirinya lebih pasrah terhadap ketentuan Allah SWT. Akhirnya, keluarga Al-Harits pun putus asa. Setelah beberapa hari berlalu, keluarga al-Harits sepakat untuk mengeksekusi Khubaib bin Adi. Mereka kemudian membawa Khubaib keluar dari Makkah.

Sucinya Cinta Khubaib terhadap Nabi Muhammad SAW

Sebelum eksekusi dijalankan, Khubaib memohon agar diperbolehkan melakukan shalat terlebih dahulu. Maka Khubaib mendirikan shalat dua rakaat. Usai shalat, Khubaib menoleh kepada para algojo yang mengawasinya sambil berkata, "Seandainya bukan karena dikira takut mati, maka aku akan menambah jumlah rakaat shalatku."

Inilah shalat sunnah pertama yang dilakukan seorang Muslim ketika akan menghadapi kematian. Kemudian Khubaib melantunkan sebait syair:
Mati bagiku tak menjadi masalah
Asalkan dalam ridha dan rahmat Allah
Dengan jalan apa pun kematian itu terjadi
Asalkan kerinduan kepada-Nya terpenuhi
Kuberserah kepada-Nya
Sesuai dengan takdir dan kehendak-Nya

Setelah itu, Khubaib pun disalib pada sebuah tiang. Lalu tanpa sedikit pun rasa belas kasih, pasukan pemanah menghujaninya dengan anak panah. Dalam keadaan demikian, seorang pemuka Quraisy menghampirinya dan berkata, "Sukakah engkau bila Muhammad menggantikanmu sementara kau sehat wal afiat bersama keluargamu?"

"Demi Allah," jawab Khubaib, "Tidak sudi aku bersama anak istriku selamat menikmati kesenangan dunia, sementara Rasulullah terkena musibah walau oleh sepotong duri!"

"Demi Allah, belum pernah aku melihat manusia lain, seperti halnya sahabat-sahabat Muhammad terhadap Muhammad," kata Abu Sufyan suatu hari, mengenai para sahabat Rasulullah SAW.

Maka tanpa ampun lagi, pedang sang algojo pun menghabisi Khubaib. Namun sebelum ruhnya meninggalkan raga, Khubaib sempat berucap, "Ya Allah, kami telah menyampaikan tugas dari Rasul-Mu, maka mohon disampaikan pula kepadanya esok, tindakan orang-orang itu terhadap kami."

Setelah, itu orang-orang musyrik meninggalkan tubuh Khubaib dalam keadaan tetap tersalib di tiangnya. Sementara burung-burung nazar yang sejak tadi berputar-putar menanti mangsanya, tiba-tiba juga meninggalkannya. Rupanya Allah SWT tidak ridha hamba-Nya yang taat itu menjadi mangsa burung-burung pemakan bangkai.

Demikian pula doa yang dipanjatkan seorang hamba kepada Sang Pemilik dalam keadaan pasrah dan ridha pada ketetapan-Nya. Tampak jelas bahwa Sang Khalik tidak tega menolaknya. Itu sebabnya, Rasulullah SAW yang ketika itu berada di Madinah secara mendadak mengutus Miqdad bin Amar dan Zubair bin Awwam untuk segera menyusul ke tempat Khubaib disalib. Padahal ketika itu tidak seorang pun orang Madinah yang mengetahui peristiwa nahas tersebut.

Setiba di tempat yang dimaksud, Khubaib telah tiada. Senyum kedamaian tergurat di wajahnya. Dengan menahan kedukaan yang mendalam, kedua utusan tadi kemudian melepaskan sang mujahid dari tiang salib kemudian membawa dan memakamkannya di suatu tempat yang hingga detik ini tidak seorang pun mengetahuinya.