Surau.co – Nama lengkap beliau adalah Muhammad Ahmad Sahal bin Mahfudz bin Abd. Salam Al-Hajaini. Beliau di lahirkan di Desa Kajen, Margoyoso Pati, tepatnya pada tanggal 17 Desember 1937. Kiai Sahal merupakan anak ketiga dari enam bersaudara. Banyak yang menganl beliau sebagai ulama kontemporer Indonesia yang sangat disegani karena kehati-hatiannya dalam bersikap dan dalam memberikan fatwa terhadap masyarakat. Baik dalam ruang lingkup lokal (masyarakat dan pesantren yang dipimpinnya) dan ruang lingkup nasional.
Sebelum orang mengenal Kiai Sahal secara lebih mendalam, pasti orang akan mengenalnya sebagai sosok yang biasa-biasa saja. Hal ini dikarenakan penampilan kiai Sahal selalu biasa-biasa saja. Namun lebih dari itu ternyata pengetahuan dan kepakaran Kiai Sahal sudah melampaui kata biasa-biasa saja. Terbukti bahwa beliau pernah bergabung dengan institusi yang bergerak dalam bidang pendidikan, yaitu menjadi anggota BPPN3 selama 2 periode yaitu dari tahun 1993-2003.
Kiai Sahal lahir dari pasangan Kiai Mahfudz bin Abd. Salam al- Hafidz (w 1944 M) dan Hj. Badi’ah (w. 1945 M) yang sedari lahir hidup di pesantren, dibesarkan dalam lingkungan pesantren, belajar hingga ladang pengabdiannya pun ada di pesantren. Saudara Kiai Sahal yang berjumlah lima orang yaitu, M. Hasyim, Hj. Muzayyanah (istri KH. Mansyur Pengasuh PP An-Nur Lasem), Salamah (istri KH. Mawardi, pengasuh PP Bugel-Jepara, kakak istri KH. Abdullah Salam ), Hj. Fadhilah (istri KH. Rodhi Sholeh Jakarta), Hj. Khodijah (istri KH. Maddah, pengasuh PP Assuniyah Jember yang juga cucu KH. Nawawi, adik kandung KH. Abdussalam, kakek KH. Sahal.).
Pada tahun 1968-1969 Kiai Sahal menikah dengan Hj Nafisah binti KH. Abdul Fatah Hasyim. Putrid dari pengasuh pesantren Fathimiyah Tambak Beras Jombang dan memiliki anak laki-laki yang bernama Abdul Ghofar Rozin yang sejak sekarang sudah dipersiapkan untuk menggantikan kepemimpinan Kiai Sahal.
Sahal Mahfudz dididik oleh ayahnya sendiri yaitu KH. Mahfudz dan memiliki jalur nasab sampai dengan Syekh Ahmad Mutamakkin. Namun KH. Sahal Mahfudz sangat dipengaruhi oleh kekiaian pamannya sendiri, K.H. Abdullah Salam. Syekh Ahmad Mutamakkin sendiri termasuk salah seorang pejuang Islam yang gigih, seorang ahli hukum Islam (faqih) yang disegani, seorang guru besar agama dan lebih dari itu oleh pengikutnya dianggap sebagai salah seorang waliyullah.
Sedari kecil Kiai Sahal dididik dan dibesarkan dalam semangat memelihara derajat penguasaan ilmu-ilmu keagamaan tradisional. Apalagi Kiai Mahfudh Salam (yang juga bapaknya sendiri) seorang kiai ampuh, dan adik sepupu almarhum Rais Aam NU, Kiai Bisri Syamsuri. Selain itu juga, beliau terkenal sebagai hafidzul qur’an yang wira’i dan zuhud dengan pengetahuan agama yang mendalam terutama ilmu ushul.
Pesantren adalah tempat mencari ilmu sekaligus tempat pengabdian Kiai Sahal. Dedikasinya kepada pesantren, pengembangan masyarakat, dan pengembangan ilmu fiqh tidak pernah diragukan lagi. Pada dirinya terdapat tradisi ketundukan mutlak pada ketentuan hukum dalam kitab-kitab fiqih dan keserasian total dengan akhlak ideal yang dituntut dari ulama tradisional. Atau dalam istilah pesantren, ada semangat tafaqquh (memperdalam pengetahuan hukum agama) dan semangat tawarru’ (bermoral luhur).
Ada dua faktor yang mempengaruhi pemikiran Kiai Sahal yaitu, pertama adalah lingkungan keluarganya. Bapak beliau yaitu Kiai Mahfudz adalah orang yang sangat peduli pada masyarakat. Setelah Kiai Mahfudz meninggal, Kiai Sahal kemudian diasuh oleh KH. Abdullah Salam, orang yang sangat concern pada kepentingan masyarakat juga. Beliau adalah orang yang mendalami tasawuf juga orang yang berjiwa sosial tinggi. Dalam melakukan sesuatu ada nilai transendental yang diajarkan tidak hanya dilihat dari segi materi.
Kiai Sahal orang yang sangat cerdas, tegas dan peka terhadap persoalan sosial. Sedangkan KH. Abdullah Salam juga orang yang tegas, cerdas, wira’i, muru’ah, dan murah hati. Di bawah asuhan dua orang yang luar biasa dan mempunyai karakter kuat inilah Kiai Sahal dibesarkan. Kedua dari segi intelektual, Kiai Sahal sangat dipengaruhi oleh pemikiran Imam Ghazali. Dalam berbagai teori Kiai Sahal banyak mengutip pemikiran Imam Ghazali. Selama belajar di pesantren inilah Kiai Sahal berinteraksi dengan berbagai orang dari segala lapisan masyarakat baik kalangan jelata maupun kalangan elit masyarakat yang pada akhirnya mempengaruhi pemikiran beliau.
Selepas dari pesantren beliau aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan. Perpaduan antara pengalaman di dunia pesantren dan organisasi inilah yang diimplementasikan oleh Kiai Sahal dalam berbagai pemikiran beliau.
Minat baca Kiai Sahal sangat tinggi dan bacaannya cukup banyak terbukti beliau punya koleksi 1.800-an buku di rumahnya. Meskipun Kiai Sahal orang pesantren bacaannya cukup beragam, diantaranya tentang psikologi, filsafat sampai novel detektif walaupun bacaan yang menjadi favoritnya adalah buku tentang agama. Tidak heran jika kalau Kiai Sahal meminjam istilah Gus Dur ‘menjadi jago’ sejak usia muda.
Belum lagi genap berusia 40 tahun, dirinya telah menunjukkan kemampuan ampuh itu dalam forum-forum fiqih. Terbukti pada berbagai sidang Bahtsu Al-Masail tiga bulanan yang diadakan Syuriah NU Jawa Tengah, beliau sudah aktif di dalamnya.
Kiai Sahal adalah pemimpin Pesantren Maslakul Huda Putra sejak tahun 1963. Pesantren di Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah, ini didirikan oleh ayahnya sendiri yaitu KH Mahfudz Salam, tahun 1910. Sebagai pemimpin pesantren, Kiai Sahal dikenal sebagai pendobrak pemikiran tradisional dikalangan NU yang mayoritas berasal dari kalangan akar rumput. Sikap demokratisnya menonjol dan dia telah mendorong kemandirian masyarakat dengan memajukan kehidupan masyarakat di sekitar pesantrennya melalui pengembangan pendidikan, ekonomi dan kesehatan.
Mengenai urusan pendidikan, yang paling berperan dalam kehidupan Kiai Sahal adalah KH. Abdullah Salam yang mendidiknya akan pentingnya ilmu dan tingginya cita-cita. KH. Abdullah Salam tidak pernah mendikte seseorang. Kiai Sahal diberi kebebasan dalam menuntut ilmu dimanapun. Tujuannya agar Kiai Sahal bertanggung jawab pada pilihannya. Apalagi dalam menuntut ilmu Kiai Sahal menentukan adanya target, hal inilah yang menjadi kunci kesuksesan beliau dalam belajar. Ketika belajar di Mathali’ul Falah Kiai Sahal berkesempatan mendalami nahwu sharaf, di Pesantren Bendo memperdalam fiqh dan tasawuf, sedangkan sewaktu di Pesantren Sarang mendalami balaghah dan ushul fiqh.
Memulai pendidikannya di Madrasah Ibtidaiyah (1943-1949), Madrasah Tsanawiyah (1950-1953) Perguruan Islam Mathaliul Falah, Kajen, Pati. Setelah beberapa tahun belajar di lingkungannya sendiri, Kiai Sahal muda nyantri ke Pesantren Bendo, Pare, Kediri, Jawa Timur di bawah asuhan Kiai Muhajir, Selanjutnya tahun 1957-1960 dia belajar di pesantren Sarang, Rembang, di bawah bimbingan Kiai Zubair. Pada pertengahan tahun 1960-an, Kiai Sahal belajar ke Mekah di bawah bimbingan langsung Syaikh Yasin al-Fadani. Sementara itu, pendidikan umumnya hanya diperoleh dari kursus ilmu umum di Kajen (1951-1953).
Baca Juga : KH. Salahuddin Wahid Biografi Singkat
Di Bendo Kiai Sahal mendalami keilmuan tasawuf dan fiqih termasuk kitab yang dikajinya adalah Ihya Ulumuddin, Mahalli, Fathul Wahab, Fathul Mu’in, Bajuri, Taqrib, Sulamut Taufiq, Sullam Safinah, Sullamul Munajat dan kitab-kitab kecil lainnya. Di samping itu juga aktif mengadakan halaqah- halaqah kecil-kecilan dengan teman-teman senior. Sedangkan di Pesantren Sarang Kyai Sahal mengaji pada Kiai Zubair tentang ushul fiqih, qawa’id fiqh dan balaghah.
Kepada Kyai Ahmad beliau mengaji tentang Hikam. Kitab yang dipelajari waktu di Sarang antara lain, Jam’ul Jawami dan Uqudul Juman, Tafsir Baidlowi tidak sampai khatam, Lubbabun Nuqul sampai khatam, Manhaju Dzawin Nazhar karangan Syekh Mahfudz At-Tarmasi dan lain-lain.