KH. Muhammad Yusuf Hasyim, Profil Singkat
Surau.co – KH. Muhammad Yusuf Hasyim adalah putra bungsu Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari dan Nyai Nafiqoh. KH. Muhammad Yusuf Hasyim merupakan bungsu dari sepuluh bersaudara, Hannah, Khairiyah, Aisyah, Azzah, Abdul Wahid, Abdul Hakim (Abdul Khaliq), Abdul Karim, Ubaidillah, Mashurroh, dan Muhammad Yusuf. Ketika Nyai Nafiqoh meninggal dunia di tahun 1941, ayahnya KH. Hasyim Asyari menikah lagi dengan ibu Masruroh yang kemudian dikaruniai empat orang anak (Abdul Kadir Hasyim, Fatimah Hasyim, Chotijah Hasyim dan Yakub Hasyim Abdul Kadir meninggal semasa bayi).
Muhammad Yusuf Hasyim lahir pada 3 Agustus 1929, di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Dia adalah anak terakhir (bungsu) dari tujuh bersaudara (selain empat saudaranya yang meninggal di waktu kecil).
Usia Yusuf Hasyim dengan kakak kandungnya terpaut jauh. Seperti contoh kakak termuda Yusuf Hasyim, Abdul Karim Hasyim lebih tua sepuluh tahun darinya. KH. Muhammad Yusuf Hasyim adalah salah satu dari sedikit tokoh NU yang menonjol. Ada beberapa faktor yang menyebabkan ia menjadi seperti itu, selain karena putra KH Hasyim Asyari, ia juga lebih dikenal pemberani dan gemar sekali membaca pola kemasyarakatan. Bahkan menurut riwayat keluarga dikatakan bahwa dikamar pribadinya lebih banyak terlihat surat kabar dan kliping-kliping daripada kitab-kitab kuning yang biasa melekat pada keluarga kiai.
Pengasuh Pospes Tebu Ireng
KH. Muhammad Yusuf Hasyim atau panggilan akrabnya Pak Ud, tergolong pengasuh terlama di Tebuireng setelah Kiai Hasyim Asy’ari. Pak Ud mengasuh Tebuireng selama 41 tahun (1965-2006), sementara Kiai Hasyim mengasuh Tebuireng selama 48 tahun (1899-1947). Selain itu, Pak Ud juga tergolong pengasuh Tebuireng yang berumur panjang bila dibandingkan dengan kakak-kakaknya. Kiai Wahid Hasyim wafat di usia 39 tahun, KH. Abdul Kholik wafat dalam usia 48 tahun, dan KH. Abdul Karim Hasyim wafat pada usia 54 tahun. Sementara Pak Ud wafat pada usia 77.
Pak Ud menjadi pengasuh Tebuireng menggantikan kakaknya, Kiai Kholik Hasyim, yang meninggal dunia tiga bulan sebelum meletusnya peristiwa G302/PKI. Selama memimpin Tebuireng, Pak Ud selalu memperjuangkan kemandirian pesantren dan mengupayakan pendidikan murah bagi semua kalangan.
Masa kecilnya dihabiskan di Tebuireng. Dia belajar membaca al-Quran langsung dari ayahandanya. Ketika melakukan perjalanan, Kiai Hasyim sering meminta Muhammad Yusuf kecil untuk mengulangi hapalan ayat-ayat Al-Quran, baik saat naik mobil, kereta api, atau naik delman (dokar).
Sejak berumur 12 tahun, dia mondok di Pesantren Al-Quran Sedayu Lawas, Gresik, yang dipimpin oleh Kiai Munawar. Kemudian pindah ke pesantren Krapyak, Jogjakarta, di bawah asuhan Kiai Ali Ma’sum. Setelah dari Krapyak, Pak Ud sempat menimba ilmu di pondok modern Tegal, Ponorogo.
Pendidikan KH. Muhammad Yusuf Hasyim
Meskipun tidak sempat mengenyam pendidikan formal, tapi Pak Ud rajin membaca dan banyak bergaul dengan kalangan terpelajar. Hal itu diimbangi dengan ketajaman intuisi dan keluwesan bergaul. Ini sangat mendukung ketika Pak Ud harus terjun sebagai politisi Nasional di kemudian hari.
Setelah lama bergerilya, Pak Ud dan pasukannya turun gunung dan memilih desa Pojok, tepatnya di rumah Kiai Abdul Karim, sebagai markas tentara. Markas dengan komandan Kapten Hambali ini, dalam perkembangannya, semakin ramai dikunjungi anggota pasukan maupun rakyat yang simpati pada perjuangannya.
Di markas ini pula semangat perjuangan Pak Ud makin terpompa, terutama ketika mendapat kunjungan seorang gadis Madiun, yang ketika itu datang menjenguk kakaknya, Kapten Hambali, yang sedang sakit. Gadis cantik itu bernama Siti Bariyah. Awalnya pemuda Yusuf Hasyim menganggap pertemuan dengan adik komandannya ini biasa saja. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri, hatinya kemudian terusik.
Menikah dengan Siti Bariyah
Pada kesempatan berikutnya, Pak Ud mendapat kesempatan mengunjungi rumah Siti Bariyah di Madiun. Jabatannya sebagai Komandan di Kompi Hambali, membuatnya cepat akrab dengan keluarga Siti Bariyah. Ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.
Lalu pada tanggal 24 November 1951, pernikahan keduanya diresmikan tanpa kehadiran mempelai wanita, karena Siti Bariyah masih harus meneruskan sekolahnya di Solo.
Tiga bulan sebelum peristiwa G30S/PKI tahun 1965, pengasuh pondok pesantren Tebuireng saat itu KH. Abdul Kholiq Hasyim meninggal dunia. Kepergian KH. Kholiq mengharuskan KH. Yusuf Hasyim meneruskan perjuangan KH. Kholiq di pondok pesantren Tebuireng. Saat menjadi pengasuh pondok pesantren Tebuireng KH. Yusuf Hasyim masih menjabat sebagai anggota fraksi DPR RI fraksi PPP.
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan berasrama yang terdapat di Indonesia. Pendidikan di dalam pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang Alquran dan Sunnah Rasul, dengan mempelajari bahasa Arab dan kaidah-kaidah tata bahasa-bahasa Arab. Para pelajar pesantren (disebut sebagai santri) belajar di sekolah yang ada didalamnya, sekaligus tinggal pada asrama yang disediakan oleh pesantren.
Masa kepemimpinan KH. Yusuf Hasyim di pesantren Tebuireng
Dalam kepemimpinan KH. Yusuf Hasyim pesantren Tebuireng mengalami beberapa kemajuan diantaranya membuka Universitas Hasyim Asy’ari (1967),mendirikan Madrasah Huffadz Alquran sekarang Madrasatul Qur’an/MQ (1971), mendirikan SMP dan SMA (1975). Pada tahun 1972 dibentuklah madrasah persiapan Tsanawiyah sebagai jawaban atas kebutuhan santri lulusan sekolah dasar dan lanjutan umum untuk dapat memasuki madrasah Tsanawiyah Tebuireng yang sarat dengan pelajaran agama. Pada tahun 1974 KH. Yusuf Hasyim mendirikan perpustakaan yang sekarang dikenal dengan perpustakaan Wahid Hasyim. KH. Yusuf Hasyim adalah pemerkasa berdirinya perpustakaan Wahid Hasyim yang berada di gedung KH. Yusuf Hasyim.
Kemudian pada tahun 1975 didirikan SMP dan SMA Wahid Hasyim. Disamping sebagai lembaga pendidikan umum SMP dan SMA Wahid Hasyim mendirikan kelas yang menampung laki-laki dan perempuan dalam satu kelas. Pemberlakuan kelas ini mendapatkan reaksi keras dikalangan masyarakat karena merupakan suatu budaya yang belum ada pada dunia pesantren saat itu.
Namun hal itu lambat laun hilang dengan sendirinya karena banyak yang berminat, hingga pada tahun 2000-an telah dipenuhi oleh 1000-an siswa dari berbagai penjuru tanah air. Pada tahun 1989 KH. Muhammad Yusuf Hasyim mendirikan koperasi Jasa Boga (Jabo) sebagai antisipasi semakin padatnya kegiatan belajar santri. Koperasi ini khusus melayani dan menangani kebutuhan makan santri sehari-hari. Dengan adanya koperasi ini diharapkan para santri tidak perlu khawatir dengan kebutuhan pokoknya. Santri dapat berkonsentrasi dengan baik pada belajarnya.
Mewariskan Pesantren kepada Ir. Salahuddin Wahid
Setelah 41 tahun mengasuh Pondok Pesantren Tebuireng akhirnya pada 13 April 2006 KH. Yusuf Hasyim menyerahkan jabatan kepemimpinan pondok pesantren kepada Ir. Salahuddin Wahid atau Gus Sholah. Pada waktu itu usia KH. Yusuf Hasyim sudah mencapai 77 tahun.
KH.Yusuf Hasyim menjadi Kiai tertua dalam memimpin pondok pesantren se-kabupaten Jombang jika dibandingkan dengan KH. Sholeh Tambakberas Jombang (72 tahun), KH. Asad Umar Darul Ulum Peterongan Jombang (73 tahun) dan menjadi pengasuh terlama di pondok pesantren Tebuireng.
Setelah penyerahan jabatan kepemimpinan KH. Muhammad Yusuf Hasyim pindah ke kediamannya sendiri yakni dari ndalem kesepuhan atau yang dulu ditempati sebagai rumah KH. Hasyim Asyari ke rumah Cukir tepatnya di selatan Tebuireng.
Wafat
Baca Juga: Syekh Sulaiman Ar-Rasuli Profil Singkat
Pada akhir tahun 2006 kesehatan KH. Yusuf Hasyim sudah menurun, hingga pada 30 Desember 2006 KH. Yusuf Hasyim jatuh dari kamar mandi kemudian dirujuk ke RSUD Jombang dan dirawat selama tiga hari. Kesehatan yang semakin menurun membuat KH. Yusuf Hasyim di rujuk ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Kemudian pada 11 Januari 2007 KH. Muhammad Yusuf Hasyim menjalani operasi kecil untuk mengeluarkan lendir dari tenggorokan yang terluka akibat terlalu sering muntah. Namun ternyata virus yang di lendir sudah menjalar sampai ke paru-paru. 14 Januari 2007 KH. Yusuf Hasyim meninggal dunia di rawat inap Graha Amerta DR. Soetomo Surabaya. Pemakaman dilakukan pada tanggal 15 Januari 2007 di Pondok Pesantren Tebuireng.