
Dzun Nun pun Takjub Dengan Perempuan yang Dianggap 'Gila'
SURAU.CO. Dzun Nun al Misri dikenal sebagai salah satu Sufi besar dalam sejarah Islam. Ajarannya tentang cinta dan ketaatan kepada Allah masih menjadi rujukan bagi para pencari kebenaran hingga hari ini. Selain itu, kisah-kisah hidupnya sering kali menyimpan hikmah yang mendalam, salah satunya adalah pertemuannya dengan seorang perempuan yang oleh masyarakat dijuluki "gila."
Suatu ketika, Dzun Nun tengah berjalan menyusuri lorong-lorong kota Anatiokia. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang perempuan yang mengenakan jubah bulu. Perempuan ini dianggap "gila" oleh orang-orang di sekitarnya. berikut kisahnya yang berdasar dari buku Tokoh-Tokoh Gila yang Paling Waras atau Uqala' al Majanin.
Namun, sesuatu yang tak terduga terjadi. Saat berpapasan, perempuan itu tiba-tiba berkata, "Bukankah kamu dzun nun?"
Dzun Nun terkejut mendengar namanya disebut. Dengan rasa penasaran, ia bertanya, "Bagaimana kamu bisa mengenalku?"
Dengan tenang, perempuan itu menjawab, "Cinta telah membuka hati kita berdua, sehingga aku mengenalmu."
Jawaban itu membuat Dzun Nun terdiam sejenak. Tak lama kemudian, mereka pun terlibat dalam percakapan yang penuh makna. Tiba-tiba, perempuan itu menengadah ke langit dan berkata, "Sesungguhnya, hati para kekasih selalu merindu kepada Allah. Hati mereka terikat oleh tali kegembiraan, dan mereka memandang-Nya dengan mata hati yang penuh pengetahuan."
Kata-kata itu begitu indah dan menyentuh, membuat Dzun Nun takjub. Suasana menjadi hening, namun perempuan itu melanjutkan dengan sebuah pertanyaan, "Apa arti kedermawanan menurutmu?"
Dzun Nun menjawab singkat, "Memberikan sesuatu."
Perempuan itu lalu bertanya lagi, "Itu hanya kedermawanan di dunia. Lalu, apa itu kedermawanan dalam agama?"
Dzun Nun menjawab, "Segera melaksanakan ketaatan kepada Allah."
Dialog mereka belum selesai. Perempuan itu kembali bertanya, "Jika kamu bersegera dalam ketaatan, apakah kamu mengharapkan sesuatu dari Allah?"
"Ya," jawab Dzun Nun, "Aku berharap satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat."
Mendengar itu, perempuan tersebut menegur dengan lembut, "Jangan begitu, wahai yang lalai. Itu bukan sikap yang baik dalam agama. Bersegera dalam kebaikan sejatinya adalah ketika hatimu tulus, tanpa mengharapkan imbalan apa pun atas perbuatanmu."
Ia melanjutkan, "Dulu, selama dua puluh tahun, aku juga pernah mengharapkan balasan dari amal baikku. Tapi kemudian aku merasa malu kepada Allah. Aku takut menjadi seperti pekerja yang hanya mengejar upah. Tidak, aku tidak seperti itu. Aku beramal hanya untuk mengagungkan nama-Nya."