
Dzul Bijadain Menikahi Wanita Anshar Melalui Rasulullah SAW
Surau.co - Abdullah bersama sejumlah para sahabat lain sering pergi beristirahat di bawah naungan sebuah rumah milik seorang wanita Anshar. Si wanita itu juga biasa menyediakan makanan dan membantu mengurusi kebutuhan mereka.
Suatu hari, teman-teman dari para sahabat berkata kepada Abdullah, “Bagaimana pendapatmu sekiranya engkau menikah dengan wanita itu?”
Omongan itu kemudian sampai kepada wanita Anshar tersebut. Maka wanita itu berkata, “Mengapa kalian tidak meninggalkan kebiasaan kalian menyebut-nyebut namaku? Hentikan kebiasaan itu atau jangan lagi kalian datang untuk beristirahat di bawah naungan rumahku!”
Berita itu kemudian sampai juga kepada Abu Bakar, maka beliau mendatangi wanita tersebut dan berkata, “Wahai fulanah, telah sampai kepadaku berita bahwa Abdullah meminangmu, maka terimalah pinangannya. Sesungguhnya ia adalah pemuda terpandang di kalangan kaumnya. Dia pandai membaca al-Qur’an dan mempunyai pengetahuan agama yang luas.”
Umar bin Khattab juga datang ke rumah wanita Anshar tersebut dan menyampaikan hal serupa. Berita ini pun akhirnya sampai kepada Rasulullah SAW.
Pada suatu hari, seusai shalat sunnah seperti yang biasanya ia lakukan setelah matahari terbit, Abdullah menemui Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW bertanya, “Wahai Abdullah, bukankah telah sampai kepadaku sebuah berita bahwa engkau menyebut (berminat meminang) fulanah?”
Abdullah menjawab, “Benar ya Rasulullah SAW.”
Rasulullah SAW bersabda, “Aku telah menikahkanmu dengannya.”
Mendengar perkataan Rasulullah SAW, Abdullah kemudian mendatangi para sahabatnya dan berkata, “Rasulullah telah menikahkan aku dengan wanita Anshar itu!”
Maka istri-istri orang Anshar pergi menuju rumah wanita itu untuk mengucapkan selamat dan mempersiapkan acara walimah. Mereka menjahit burdah, membuat bantal dari kulit, memasak makanan, dan lain-lain untuk malam pengantin.
Adapun Abdullah, ia bangun untuk mengerjakan shalat. Dia sama sekali tidak menemui wanita Anshar itu dan tidak mendekatinya hingga Bilal mengumandangkan adzan subuh.
Selesai adzan, para istri sahabat pulang ke rumah masing-masing, mereka berkata, “Demi Allah, Abdullah tidak membutuhkan sesuatu pun. Dia tidak mendatangi istrinya, tidak menginginkannya, bahkan juga tidak mendekatinya.”
Abdullah mengerjakan shalat subuh bersama Rasulullah SAW. Setelah matahari terbit, Abdullah berdiri untuk mengerjakan shalat sunnah, sebagaimana ia biasa melakukannya. Kemudian ia menemui Rasulullah SAW dan mengucapkan salam kepada beliau. Lalu Rasulullah bertanya, ‘Apakah kamu membutuhkan istrimu?’
Abdullah menjawab, “Tentu aku membutuhkannya, akan tetapi setiap kali aku melihat kenikmatan yang dilimpahkan Allah berupa wanita cantik, tempat tidur nyaman dan makanan yang lezat yang Allah janjikan, maka aku merasa tidak memiliki sesuatu pun yang bisa aku pergunakan untuk bertaqarrub kepada Allah selain pedangku. Aku pun belum mendapatkan kesempatan untuk menebaskan pedangku terhadap seorang pun untuk membela Allah dan Rasul-Nya, yang lebih aku utamakan, kecuali mengerjakan shalat sunnah. Maka inilah wajahku untuk istriku, wahai Rasulullah.”
Abdullah pun pergi untuk menemui istrinya hingga ia menyempatkan diri menikmati malam bersamanya.
Ketika berlangsung peperangan Khaibar yang terkenal itu, Abdullah terluka lalu berwasiat, “Aku belum pernah memberi sesuatu pun untuk istriku, maka berikanlah bagian milikku dari rampasan perang Khaibar kepadanya.”
Baca juga: Dzul Bijadain, Seorang Syahid Bukan di Medan Perang