Tak Berkategori  

Biografi Al-Jahiz 775- 867 M, Bapak Kosmologi Islam Pada Dinasti Abbasiyah

Avatar
Google News
Biografi Al-Jahiz 775- 867 M, Bapak Kosmologi Islam Pada Dinasti Abbasiyah
Biografi Al-Jahiz 775- 867 M, Bapak Kosmologi Islam Pada Dinasti Abbasiyah

Surau.co – Sepanjang sejarah peradaban Islam, sosok Al-Jahiz memiliki pengaruh yang kuat dalam wacana keilmuan. Bahkan sejak usia dini ia direkrut dan dilatih langsung oleh beberapa guru yang berkualitas.  

Selama era Abbasiyah, ia menjadi orang kepercayaan Khilafah lantaran mampu menguasai berbagai bidang keilmuan, seperti agama, sastra, biologi dan filsafat, sehingga membuat Al-Jahiz memiliki kedudukan yang setara dengan filsuf Muslim seperti Al-Kindi, Al-Farabi dan Ibnu Sina.  

Beberapa karya Al-Jahiz, seperti Al-Hayawan, Al-Bukhara dan Al-Bayan wa Al-Tabin, telah mewarnai perdebatan ilmiah dan mencapai ratusan judul.  

Karya-karya ini sangat dipengaruhi oleh karakter Al-Jahiz yang mengutamakan kebebasan berpikir dalam segala hal, terutama dalam pengembangan ilmu pengetahuan.  

Atas dasar ini, maka penulis berpendapat bahwa penting untuk mempelajari sosok al-Jahiz mulai dari latar belakang kehidupannya hingga konsep kebebasan berpikirnya.

Riwayat Hidupp Al-Jahiz

Aljahiz berasal dari keluarga Mawali Bani Kinana. Nama lengkapnya adalah Abu Usman Amr Bahr ibn Mahbub al-Kinani al-Laitsi, lebih dikenal dengan Al-Jahiz al-Bashri. Dia adalah seorang ilmuwan terkenal (Alim) dan murid Al-Nadzam, seorang tokoh Mu’tazilah yang terkenal.

Seorang teolog, penulis dan ilmuwan, Al-Jahiz adalah seorang penulis yang produktif dan tokoh kritis. Ia lahir di Bashra pada tahun 159 H/775 M dan wafat pada usia 96 tahun pada 255 H/867 M.

Nama al-Jahiz (artinya “mata besar”) adalah gelar yang diberikan kepadanya. Menurut sumber lain, ia dikenal sebagai Al-Jahiz karena cacat matanya, tetapi dikenal suka belajar, membaca, dan meneliti.  

Dia tinggal di lingkungan keluarga yang miskin, tetapi tidak pernah kehilangan semangatnya untuk mengetahui apa yang terjadi di sekitarnya. Dia mempelajari semua jenis ilmu pengetahuan, termasuk masalah sosial dan budaya.

Masjid telah menjadi “markas” untuk kegiatan penelitian untuk mendiskusikan masalah dengan rekan-rekan lainnya. Karena itu, ia dan rekan-rekannya dikenal sebagai kelompok “Masjidiya”. Ia mempelajari berbagai bidang, dari filologi, linguistik, leksikologi, aritmatika hingga sastra, dan kemudian melibatkan para ahli seperti Al Asma’i, Abu Ubaid dan Abu Zayed.  

Sebagai seorang yang brilian dan kritis, Al-Jazari menarik perhatian para kalangan Mu’tazilah, yang merekrutnya untuk bergabung dengan Lingkaran Penelitian Mu’tazilah. Al Nazam mengasuh dan membesarkan karakter Mu’tazilah, Al Jahiz tumbuh dan berkembang menjadi karakter yang hebat.  

Dia tidak hanya mahir berdebat dalam bahasa roh dengan kelompok lain tentang berbagai topik teologis, tetapi dia juga mampu bernalar secara logis. Keterkenalannya di kalangan Mu’tazilah menjadikannya salah satu tokoh terpenting dalam sejarah Mu’tazilah, khususnya di kalangan masyarakat Bashrah.

Kesadaran Al-Jahiz terhadap lingkungannya membangkitkan semangat dan kemauannya untuk melakukan berbagai penelitian dan eksperimen terhadap alam semesta. Eksplorasi kosmiknya, bersama dengan karyanya sebagai teolog dan penulis, membuatnya mendapatkan gelar ahli biologi (ilmuwan kehidupan), selain juga sebagai santrawan.

Konsep Pemikiran Al-Jahiz

Beberapa karya Al-Jahiz yang begitu terkenal di kalangan ulama, dan setidaknya ilmu pengetahuan pada masanya, dipengaruhi oleh dua hal; Pertama, lingkungan kebuadayan setempat dimana Al-Jahir berada.  Kedua, pengaruh pandangan utama mazhab Mu’tazilah.

Al-Jahiz, yang hidup pada masa Bani Abbasiyah, mengalami inkulturasi, pertemuan budaya etnis yang berbeda, termasuk dari karya-karya Yunani klasik membentuk budaya periode ini.  

Pandangan para filosof Yunani seperti Plato, Aristoteles, dan Socrates mulai mempengaruhi para pemikir Islam, termasuk Al-Jahiz. Keakraban dengan filsafat Yunani menjadikan al-Jahiz sebagai tokoh kritis dalam berbagai isu dan peristiwa.  

Di sisi lain, sebagai pengikut Mu’tazilah, gaya berpikirnya cenderung mengutamakan rasio atau akal, yang tampaknya berpengaruh besar pada berbagai karya dan aktivitasnya. Sebagaimana berikut ini:

Baca Juga: Biografi Ibnu Zuhr 1091, dan Sederet Penemuan Brilian Semasa Hidupnya

1. Kebebasan Berfikir

Salah satu ciri pemikiran Mu’tazilah adalah mengutamakan unsur rasionalitas dan memberi mereka nama rasionalis Islam. Pandangan ini memiliki implikasi terhadap pola pikir manusia yang cendrung bebas.

Kebebasan berpikir memiliki kualitas pemikiran filosofis, yang  kritis dan skeptis terhadap segala sesuatu atau peristiwa sampai kebenaran atau esensi masalah akhirnya ditemukan.

Seperti halnya, yang dapat diamati dari pemikiran Al-Jahiz adalah terkait dengan kebebasan berpikir. Menurutnya, kebebasan berpikir didasarkan pada pemikiran terbuka atau bebas (al-‘aql al-maftuh) dan dapat dipertanggungjawabkan atas pola-pola tertentu (al-uslub al-mantiqi al-salimi).

Selanjutnya, kebebasan berpikir ini dikatakan mempengaruhi tidak terobsesi dengan berbagai pemikiran yang ada. Dengan membebaskan diri dari pandangan yang ada, Anda dapat melihat segala sesuatu menjadi lebih objektif.

Kebebasan berpikir ini membuat Jahiz menjadi tokoh kritis dalam hal apa pun. Posisi kritis al-Jahiz tidak hanya jelas dalam bidang teologi dan agama, tetapi juga larangan penilaian negatif dari rekan-rekan seperti Sunni, tiga khalifah pertama (Abu Bakar, Umar, Usman) dan pandangan lain tentang berbagai masalah teologis.  

Misalnya, di arena sosial dan politik, dia mengkritik Kerajaan Umayyah yang dianggap inkonstitusional, otoriter, dan tirani. Sebaliknya, dia membantu Abu Abbas mengambil alih kekuasaan.

Kritik terhadap Al-Jahiz ini tercermin dalam bukunya “Risalah Fi al Nubala”, dan masih banyak lagi kritik Al-Jahiz terhadap berbagai peristiwa yang muncul dalam tulisannya.  

Al-Jahiz tidak hanya kritis, tetapi juga skeptis terhadap banyak hal. Sikap skeptis ini dilakukan ketika Al Jahiz menemukan atau memenangkan acara tersebut. Dia tidak langsung percaya apa pun sampai dia membuktikannya sendiri.

Sikap skeptis Jahiz bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana atau pendahulu untuk memperoleh kebenaran atau kepercayaan. Karena skeptisnya, ia menyarankan Al-Jahiz untuk melakukan berbagai penyelidikan untuk membuktikan kasus tersebut.

Dalam melakukan studi, Aljahiz menggunakan metode ilmiah dan eksperimental. Menurutnya, metode ilmiah bukan dengan mendengarkan atau mengutip pendapat orang lain, tetapi dengan mengamatinya secara langsung. Sedangkan metode eksperimen adalah metode yang dilakukan dengan cara langsung menangani objek yang disurvei.  

Dalam bukunya Al-Hayawan, Al-Jahiz mengungkapkan banyak  hasil karyanya tentang alam, khususnya kehidupan hewan. Sebagai contoh, Muhammad Ahmad Anees, seorang ahli biologi Muslim, menulis dari bukunya al-Hayawan bahwa Al-Jahiz mempelajari perilaku seksual keledai dan “kreatif atau menghibur” perbedaan antara perilaku seksual manusia dan hewan, yang menyatakan bahwa itu terbukti. Hasil penelitian diungkapkan sebagai berikut.  

Dari hewan yang dikawinkan, hanya manusia yang “mengganggu hubungan seksual” ketika mereka tidak menginginkan anak mereka. Keledai tidak mengharapkan keturunan, sehingga mereka tidak menikahi pasangannya dan tidak menghindari persalinan dengan mempraktikkan “hubungan seksual terputus” seperti yang dilakukan manusia.

Satu-satunya keinginan keledai adalah untuk memuaskan hasrat seksual itu. Dia tidak pernah berpikir bahwa sesuatu akan datang dari benihnya.  

Pernyataan Al-Jahiz juga merupakan kritik terhadap doktrin Kristen bahwa seksualitas dan pernikahan adalah ciptaan Setan dan bahwa kesenangan seksual pada dasarnya adalah untuk orang berdosa. Annie secara khusus memuji Al-Jahiz dalam karyanya tentang masalah biologis.  

Ciri lain dari pemikiran Al Jahiz yang dapat diungkapkan di sini adalah pemikiran substantif. Pemikiran substantif Al-Jahiz sekarang mampu melihat sesuatu berdasarkan isi dan substansi daripada bentuk. Hal ini terlihat ketika menilai hadits nabi. Hadits-hadits yang dapat diterima olej Al-jahiz adalah hadits-hadits yang shahih atau yang tersambung langsung kepada nabi.  

Untuk mengevaluasi sebuah hadits, tekankan unsur rasionalitas dari teks hadits, apakah diterima atau tidak karena suatu alasan. Misalnya, Al-Jahiz menolak hadits, menyatakan bahwa manusia bisa melihat jin, dan menolak hadits karena dianggap tidak masuk akal. Hadits Nabi yang tidak sesuai dengan akal harus dibatalkan atau ditakwil kemabali.

2. Pemikiran Pendidikan Al-Jahiz

Ide-ide al-Jahiz dalam bidang pendidikan tidak tertuang secara jelas dan terperinci, hanya dapat disarikan dari beberapa karya dan riwayat hidupnya saja, di antaranya:

a. Tujuan Pendidikan

Dalam karya-karya dijelaskan bahwa tujuan pendidikan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Penelitian al-Jahiz terhadap berbagai gejala alam, khususnya dunia flora dan fauna ditujukan semata-mata untuk mengungkapkan rahasia-rahasia Allah dan membuktikan kemahakuasan-Nya.

Di samping itu, pendidikan juga harus dapat memperbaiki akhlak manusia. Oleh karena itu perbaikan akhlak juga menjadi tujuan dalam pendidikan.

b. Pentingnya Ilmu Pengetahuan

Menurut al-Jahiz, ilmu pengetahuan dipelajari harus didasarkan atas ilmu itu sendiri. Mempelajari sesuatu haruslah tuntas, yaitu sampai pada pengetahuan yang sebenarnya didasarkan atas kecintaan terhadap ilmu.

Penguasaan terhadap ilmu pengetahuan akan mengantarkan seseorang terhadap kedudukan yang tinggi. Hal ini dialami sendiri oleh al-Jahiz, yaitu dari kehidupan sebagai rakyat biasa hingga menjadi seorang kepercayaan khalifah.

Bahkan pada khalifah Mutawakkil, ia pernah menjadi guru privat bagi anak-anaknya.  Ia juga berpendapat, bahwa ilmu juga dapat menjadi sarana dalam mencari rizki. Kehidupannya yang sebelumnya berada dalam kemiskinan, berkat tulisan-tulisan dan karya-karyanya dapat mengantarkan al-Jahiz pada keberhasilan di bidang ekonomi dan sosial.

c. Sumber Ilmu Pengetahuan

Terdapat lima sumber ilmu pengetahuan, yaitu bacaan, pendengaran, penglihatan, sumber agama, dan ruh.

Membaca merupakan sarana penting untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Al-Jahiz sendiri adalah seorang yang sangat gemar membaca buku-buku dalam berbagai bidang. Sedangkan mendengar merupakan penguat dari apa yang telah dibaca.

Jika buku merupakan guru diam, maka penjelasan langsung dari guru sangat membantu untuk memahami suatu hal. Penglihatan digunakan al-ahiz untuk penelitian.

Ajaran agama sangat dibutuhkan untuk menerangkan hal-hal ghaib serta cerita masa lampau atau untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan hukum-hukum agama. Ruh dianggap dapat mengatasi keterbatasan yang dimiliki akal dan indera.

d. Materi Pendidikan

Al-Jahiz tidak membicarakan tentang pendidikan dasar, tetapi ia menyebutkan perlunya pengajaran al-Quran, membaca, menulis, dan dasar-dasar agama pada tingkat ini.

Untuk pendidikan tingkat tinggi, ia mengajarkan untuk mempelajari berbagai ilmu pengatahuan baik ilmu-ilmu syariah, kesusasteraan, ilmu alam, dan lain sebagainya. Al-Jahiz juga memusatkan perhatiannya terhadap Ilmu Bahasa dalam rangka ntuk memahami berbagai kebudayaan bangsa lain.

e. Metode pengajaran

Terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan dalam memberikan pengajaran, yaitu:

  • Pendahuluan atau pengenalan awal terhadap materi pokok
  • Menyederhanakan penyampaian sehingga mudah dipahami
  • Menyeluruh dalam membahas suatu topik
  • Memperkuat pengajaran dengan dalil, contoh, dan lain sebagainya
  • Berpindah dari suatu topik ke topi lainnya
  • Mengkaitkan antara materi yang berhubungan
  • Selingan untuk menghindari kejenuhan
  • Meninggalkan hal-hal di luar pembatasan
  • Memperhatikan kondisi psikologis

Karya-karya Al-Jahiz

Kepedulian dan perhatian al-Jahiz terhadap lingkungan dan masyarakatnya tercermin dari berbagai karyanya, seperti al-Bukhala, al-Hayawan, dan al-Bayan wa al-Tabyin. Disebutkan bahwa karya-karyanya tersebut telah mencapai jumlah ratusan, ada yang menyebut 128, 170, dan 360 buah.  Karya-karya tersebut kemudian diterbitkan oleh banyak penerbit dan dikaji serta diteliti oleh para peneliti dan penulis lainnya hingga mewarnai perkembangan ilmu pengetahuan saat itu. Di antara karya-karya tersebut yaitu:

  • Kitab al-Hayawan diterbitkan oleh Routledge and Kegan Paul di London tahun 1969 dengan judul The Life and Works of al-Jahiz. Juga diterbitkan oleh Musthafa al-Babi al-Halabi di Kairo tahun 1965. Disusun oleh Abdal Salam Muhammad Ham, diterbitkan oleh Dar al-JH di Beirut tahun 1938.
  • Kitab al-Bayan wa al-Tabyin diterbitkan oleh Dar al-Jil di Beirut tahun 1968. Juga diterbitkan oleh al-Mathba’at al-Istiqamah tahun 1947.
  • A Risala al-Jahiz oleh J. Frinkle tahun 1927. Rasail al-Jahiz oleh Abi Abu Malham, diterbitkan oleh Maktabat Ali Abu Malham di Beirut tahun 1964. Diterbitkan juga oleh Maktabat al-Khanji tahun 1964 dengan judul Rasail al-Jahiz.
  • Kitab Tahzhib al-Akhlak, dicetak oleh Dar al-Shahabah li Turats di Iskandaria Mesir tahun 1989, kemudian dicetak dalam edisi bahasa Inggris berjudul The Refinement Ethics oleh penerbit yang sama.
  • Kitab al-Mukhtar fi al-Radd ‘ala al-Nashara editor MA. Al-Sharqawi, diterbitkan di Beirut dan Kairo tahun 1991.
  • The Book of The Glory of the Black Race diterbitkan oleh France Preston di Los Angeles tahun 1981.

Al-Jahiz merupakan seorang ilmuan yang produktif dalam menghasilkan karya-karya tulis, ia menulis kurang lebih 200 buku dan diantara karya-karyanya yang direkam sejarah adalah;

  • Kitab al-Bayan wa Tabyin, az-Zar’u wa Nakhl, al-Farq bayna al-Nabii wal Mutanabiy, Al-Ma’rifa,
  • kitab jawabat,
  • kitab masail.
  • kitab al-Rad ila Ashab al-A’lam, Nazam al-Qur’an, Tsalas Nash, Masa’il fi Qur’an, Fadilah alMu’tazilah, Al-Radd ila Musyabahah, al-Imamah ala Mazhab syi’ah, Hikayat Qaul Ashnaf Zaidiyah, Utsmani, Akhbar wa Kaifa Tasih, Radd ala an-Nashara, Radd ala Utsmaniyah, Imamah Mu’awiyah, Imamah Bani Abbas,
  • Kitab Kiyan,
  • Kitab Kawad,
  • Kitab al-Lisus,
  • Kitab az-Zikru baina Zaidiyah wa Rafidah, Mukhatabah fi Tauhid, Sina’atul Kalam, Taswib Ali fi Tahkim Hakimain, Wujubul Imamah,
  • Kitab Asnam, al-Wukala’ al-Muwakilain,
  • Kitab Syarib wa Mashrub, Iftikhar Syita wa Saif,
  • Kitab Mu’alimain,
  • Kitab al-Jawari, Kitab Nawadir al-Hasan, Kitab Bukhala’,
  • Kitab Farq, Kitab Arshan da Barsan, Fakhru Kahtani wa Adhnani,
  • Kitab Tarbi’ wa Tadwir, Tufailiyin, Akhlak Muluk,
  • Kitab al-Fataya, Manakib Jund Khilafa wa Fadhilah at-Turk, Hasid wa Mahsud,
  • Kitab Radd ala Yahud, Sarha’ wa Hajna’, Saudan wa Bhaidan, Ma’ad wa Ma’ash,
  • Kitab an-Niza’, Taswiyah baina Arab wa Ajam, Sulthan wa Akhlak Ahlihi, al-Waid, alBuldan, Dalalah ala Anna Imamah Fardhu, Istithaah wa Khalku Af’al, Mukinin wa Ghina wa Sina’ah, Hidaya, Manhul, Akhwan, Radd ala man Hadda fi Kitabillah,
  • Kitab Asyik Nasyi’ Mutalasyi, Hanut, Atar, Tamsil, Fadhlu Ilm, Mizah wa Jidd, Jamharah Muluk, Shawalijah, Zamm Zina, Tafkir wa I’tibar, Hujjah wa Nubuwah Ila Ibrahim, Ihalah Kudrah ala Nizam, Umahat wa Aulad, I’tizal wa Fahdluhu, Akhtar wa Maratib wa Sina’ah, Ahdutsati Alim, Radd ala Mann Zaama ala Anna Insan Juz’un la Yatajaza’, Abu Najm wa Jawabuhu, Tufah, Ins wa Salwah, Hazm wa Azm, Kibr alMustahsin wa Mustaqbih, Naqdhu Thib, Anasir Adab, Tahsin Amwal, Amtsal, Fadhlu Fars ala Hamlaj.

Diantara Kitab-kitab yang utama adalah al-Bayan wa Tabyin, al-Bukhala dan Kitab Hayawan. Mengenai Al-Jahiz Ibnu Khaldun pernah berkata: Dasar landasan ilmu bahasa terdapat pada empat buku; Adabul Kitab karya Ibnu Kitaibah, Kitab al-Kamil karya al-Mubarad, Kitab Bayan wa Tabyin karya al-Jahiz dan Kitab an-Nawadir karya Abu Ali al-Kali, sedangkan selain empat buku ini maka merupakan cabang atau mengikuti keempat kitab tersebut.

Begitulah risalah dari Al-Jahiz dalam beberapa riwayat, namun tentunya masih banyak ulasan yang menjelaskan secar detail tentang tokoh Al-Jahiz, akan tetapi ini hanya beberapa cara saja untuk lebih dekat mengenal para tokoh terkemuka islam. Wallahua’lam!

Pewarta: EnolEditor: Nurul Hidayat
AvatarEnol
Instagram
Mau tulisan kamu dimuat di Surau.co seperti Enol? Kirim Tulisan Kamu