Biografi Abu Darda’ (Wafat 32 H), Sahabat Nabi yang Zuhud
Surau.co – Pada kesempatan kali ini kami akan membahas tentang biografi Abu Darda’ yang merupakan seorang sahabat perawi hadits dari kalangan anshar. Ia merupakan sahabat yang mengikuti seluruh peperangan yang pernah terjadi semasa hidupnya bersama dengan Nabi. Untuk lebih jelasnya mari kita simak ulasannya berikut ini.
Abu Darda’ memiliki nama lengkap Uwaimir bin Zaid bin Qais, seorang sahabat perawi hadist dari Anshar, dari kabilah Khajraj, ia hapal al-Quran dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. Dalam perang Uhud Rasulullah bersabda mengenai dirinya“ Prajurit berkuda paling baik adalah Uwaimir” Beliau ini dipersaudarakan oleh Rasulullah dengan Salman Al Farisi.
Pada masa pemerintahan Khalifah Utsman, Abu Darda’ diangkat menjadi Hakim di daerah Syam, Ia adalah mufti (pemberi fatwa) penduduk Syam dan ahli Fiqh dari penduduk Palestina.
Ia meriwayatkan hadits dari Sayyidah Aisyah dan Zaid bin Tsabit, sedangkan yang meriwayatkan darinya ialah anaknya sendiri Bilal dan istrinya Ummu Darda’. Hadits yang dia riwayatkan mencapai 179 hadits. Tentang dia Masruq berkata:” Aku mendapatkan ilmu Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam pada enam orang diantaranya dari Abu Darda’ “. Ia wafat pada tahun 32 H di Dasmaskus.
Perjalanan Memeluk Islam
Suatu hari saudaranya Abdullah bin Rawahah datang untuk menghancurkan berhala dan membuangnya. Melihat idolanya menghilang, Abu Darda’ marah dan ingin membalas perbuatan Abdullah. Namun tiba-tiba Abu Darda’ sadar dan mendapat hidayah dari Allah SWT. Dia menyadari bahwa berhala tidak bisa melindunginya dan membantunya dari Abdullah. Dia juga percaya pada Tuhan dan menjadi pengikut Rasulullah.
Abu Darda’ seorang pengusaha sukses meninggalkan pekerjaannya untuk beribadah kepada Allah SWT. “Saya masuk Islam di hadapan Nabi Muhammad SAW dan saya seorang pengusaha.
Saya ingin menggabungkan bisnis dan ibadah, tetapi saya tidak berhasil. Jadi saya meninggalkan bisnis dan berkonsentrasi pada ibadah,” kata Abu Darda’. Dari 60 Sahabat Nabi SAW oleh Khalid Muhammad Khalid.
Setelah menerima Islam, Abu Darda’ tidak pernah berhenti belajar. Dia berpikir dan selalu berpikir. Abu Darda’ berguru kepada Nabi Muhammad SAW hingga menjadi orang bijak. Pada masa Nabi, pendapat orang bijak Abu Darda’ menjadi keyakinan Islam. Dia selalu menuntut kebaikan.
Baca Juga: Riwayat Hidup Umair bin Wahab (W. sekitar 584 – 644), dan Perjalanannya dalam Memeluk Islam
Kisah-Kisah
Abu Darda’ adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang ahli hikmah. Hikmah adalah bidang ilmu dalam Islam yang artinya memiliki pemahaman yang mendalam mengenai nilai yang bisa diambil dari kehidupan bersumber dari Alquran.
Sebelum memeluk Islam, Abu Darda’ adalah seorang yang terkenal menyembah berhala. Dia bahkan memberikan berhala itu pakaian yang bagus dan parfum yang mahal. Hingga suatu hari, saudaranya Abdullah bin Rawahah datang merusak dan membuang berhala itu. Melihat berhalanya hilang, Abu Darda’ marah dan ingin membalas tindakan Abdullah.
Namun, tiba-tiba Abu Darda’ tersadar dan mendapat hidayah dari Allah SWT. Dia menyadari berhala itu tak mampu membelanya dan menolongnya dari Abdullah. Dia pun beriman kepada Allah dan menjadi pengikut Rasulullah.
Abu Darda’ yang merupakan seorang pedagang sukses pun meninggalkan pekerjaannya demi bisa beribadah kepada Allah SWT.
“Aku masuk Islam di hadapan Nabi Muhammad SAW dan aku adalah seorang pedagang. Aku ingin menggabungkan perdagangan dengan ibadah, tapi tidak berhasil. Karena itu, aku tinggalkan perdagangan dan fokus untuk beribadah,” kata Abu Darda’, dikutip dari Biografi 60 Sahabat Rasulullah SAW karya Khalid Muhammad Khalid.
Sejak memeluk Islam, Abu Darda tak pernah berhenti belajar. Dia selalu merenung dan berpikir. Abu Darda berguru pada Nabi Muhammad SAW hingga dia menjadi seorang ahli hikmah.
Di masa Nabi, pendapat Abu Darda sang ahli hikmah jadi pegangan umat Islam. Dia selalu menyeru kepada kebaikan.
“Janganlah engkau makan, kecuali yang baik. Janganlah engkau bekerja, kecuali yang baik, dan janganlah makan kecuali yang baik,” kata Abu Darda.
Pada masa khalifah Usman bin Affan, Abu Darda dipercaya menjadi hakim di Syam. Dia menjadi hakim yang disegani.
“Janganlah membebankan kepada manusia yang sebenarnya tidak dibebankan kepada mereka! Jangan menghisab manusia mendahului Tuhan mereka,” ucap Abu Darda.
Dalam menegakkan kebenaran, Abu Darda tak pernah membenci seseorang. Baginya, setiap orang adalah bersaudara.
Pernah suatu ketika Abu Darda bertemu dengan seorang laki-laki yang berdosa. Semua orang mencelanya, kecuali Abu Darda.
“Aku hanya benci perbuatannya. Jika dia meninggalkan perbuatan itu, dia adalah saudaraku,” ucap Abu Darda.
Abu Darda menghabiskan sisa hidupnya di Syam. Abu Darda, sahabat nabi yang ahli hikmah ini meninggal dunia saat berusia 72 tahun. Hingga saat ini hikmah-hikmah dari Abu Darda masih digunakan umat Islam.
Umar bin Khattab tertegun dengan kehidupan zuhud Abu Darda’
Khalifah Umar bin Khattab pernah mengunjungi rumah Abu Darda di Syam. Umar datang kepadanya untuk menanyakan tentang kondisi kehidupan Abu Darda di daerah tersebut.
Setibanya di sana, ternyata rumah Abu Darda tidak terkunci. Kemudian Khalifah Umar masuk dan di dalamnya sangat gelap, Mendengar suara Umar, Abu Darda berdiri dan menghampiri tamunya itu.
Umar bin Khattab terharu dan khawatir melihat kondisi sahabatnya itu, namun, ia menyadari bahwa Abu Darda menjalani kehidupan zuhud, dan dalam hidupnya ia hampir sepenuhnya meninggalkan kehidupan dunia dan kemewahan hidup yang dianggap fana itu.
Kedunya terlibat dalam diskusi yang serius, keduanya berbincang tentang masalah agama, konstitusi dan masalah lainnya. Umar bin Khattab banyak bertanya kepada Abu Darda, yang ilmunya seperti air di lautan luas.
Karena di dalam rumah itu gelap, tak seorang pun dari mereka yang bisa melihat muka keduanya, hanya suara mereka yang bisa didengar. Dalam keadaan ini, Umar penasaran dan kemudian merasakan tempat duduk Abu Darda.
Seharusnya hanya pelana yang keras. Ia juga meliput kasus Abu Darda tidur yang konon hanya berisi pasir.
Selanjutnya Umar bin Khattab juga menyentuh selimutnya dan ternyata selimut itu hanya terbuat dari bahan kain yang tipis dan tidak cukup untuk digunakan pada musim dingin.
Kondisi itu membuat Umar terperangah sekaligus mengagumi kehidupan Abu Darda. Dia adalah seorang Muslim yang benar-benar saleh yang tidak lagi membutuhkan dunia ini.
“Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Anda. Maukah Anda saya bantu? Maukah Anda saya kirimi sesuatu untuk melapangkan kehidupan Anda?” ucap Umar bin Khattab dengan sopan dan lebut.
Abu Darda’ kemudian tersenyum sambil menjawab, “Ingatkah Anda Umar sebuah hadits yang disampaikan Rasulullah kepada kita?
“Hadits apa?” tanya Umar bin Khattab.
Abu Darda menjawab, “Bukankah Rasulullah telah bersabda, “Hendaklah puncak salah seorang kamu tentang dunia, seperti perbekalan seorang pengendara (yaitu secukupnya dan seadanya).”
“Ya, saya ingat,” kata Umar bin Khattab.
“Nah, apa kini yang telah kita perbuat sepeninggal beliau?” tanya Abu Darda kepada Umar bin Khattab yang tengah menundukkan kepalanya.
Ucapan Abu Darda benar-benar sangat menyentuh hati Umar bin Khattab. Terbayang kembali bagaimana kehidupan Rasulullah SAW pada saat beliau masih hidup di tengah kaum Muslimin. Kemiskinan hidupnya hampir tak ada yang menyamainya. Semua tindakan Nabi terbayang kembali dengan jelas di pelupuk matanya.
Akhirnya Umar bin Khattab tak kuasa lagi menahan gejolak jiwanya malam itu. Beliau menangis tersedu-sedu diikuti Abu Darda’.
Maka, kedua sahabat tersebut menangis penuh kesedihan, jiwanya hancur luluh lantah tak terkirakan lagi. Semakin teringat kepada Rasulullah, makin pedih hatinya. Keduanya menangis sampai subuh. Dunia yang mereka pijak bagaikan tak terasa lagi.
Itulah dia riwayat hidup Abu Darda’ dalam perjalanan hidupnya dalam memperjuangkan agama Islam, semoga kita bisa mendapat manfaat dari kisah-kisah beliau.