Tak Berkategori  

Abu Sufyan bin Harb, Pemimpin Utama Quraisy yang Masuk Islam

Google News
Abu Sufyan bin Harb, Pemimpin Utama Quraisy yang Masuk Islam - Surau.co
Ilustrasi: BersamaDakwah

Surau.co – Nama lengkapnya adalah Shakhr bin Harb bin Umayah. Kemudian ia lebih terkenal dengan panggilan Abu Sufyan bin Harb. Abu Sufyan adalah salah seorang pemimpin utama Bani Quraisy di Makkah yang sangat menentang Muhammad, akan tetapi di kemudian hari memeluk agama Islam. Keturunan Abu Sufyan kemudian mendirikan dinasti Umayyah yang memerintah dunia Islam antara tahun 661–750.

Abu Sufyan dilahirkan sepuluh tahun sebelum terjadinya penyerbuan pasukan gajah ke Mekkah. Ia sering memimpin kafilah dagang kaum Quraisy ke negeri Syam dan ke negeri ‘ajam (selain Arab) lainnya. Ia suka keluar dengan membawa panji para pemimpin yang dikenal dengan Al ‘Uqab. Panji tersebut tidak dipegang oleh seorang pun kecuali orang tersebut adalah pemimpin Quraisy. Jika terjadi peperangan, maka dirinya lah yang memegang panji tersebut.

Abu Sufyan, Tokoh yang Berpengaruh di Suku Quraisy

Abu Sufyan adalah kepala suku Bani Abdu Syams, salah satu dari cabang suku Quraisy. Ia adalah salah satu pemimpin utama Quraisy dan orang terpandang di Makkah. Ia seorang saudagar terkenal dan banyak mengenal keinginan pasar. Sebagai tokoh masyarakat Quraisy, ia banyak mengetahui gaya hidup masyarakatnya. Dirinya juga terkenal sebagai sosok yang senang dipuji dan dibanggakan orang.

Bagi Abu Sufyan, Muhammad dan kaum muslim dipandang sebagai ancaman terhadap tatanan sosial Makkah, dan seseorang yang bertujuan untuk kekuasaan politik serta berpaling dari dewa-dewa Quraisy.

Kekerasan yang terjadi membuat sekelompok muslim Makkah hijrah ke Habasyah untuk memperoleh perlindungan, dan putrinya yang bernama Ramlah binti Abu Sufyan adalah termasuk salah seorang diantaranya.

Setelah Muhammad hijrah ke Madinah pada tahun 622, kaum Quraisy menyita barang-barang yang kaum muslim tinggalkan. Dari Madinah, kaum muslim kemudian mulai menyerang kafilah-kafilah Quraisy yang berdagang dari Suriah ke Makkah.

Pada tahun 624, Abu Sufyan memimpin sebuah kafilah. Sebuah pasukan muslim ketika itu berusaha untuk mencegatnya, namun ia berhasil meminta bantuan dari Quraisy di Makkah. Ini adalah penyebab terjadinya Pertempuran Badar, yang kemudian berakhir dengan kemenangan kaum muslim. Di lain pihak, Abu Sufyan berhasil membawa kafilahnya pulang dengan selamat ke Makkah. Kematian beberapa pemimpin Quraisy dalam pertempuran tersebut menyebabkan Abu Sufyan menjadi pemimpin utama Makkah.

Abu Sufyan selanjutnya berperan sebagai pemimpin militer Makkah dalam peperangan melawan Madinah, antara lain dalam Pertempuran Uhud tahun 625 dan Pertempuran Khandaq tahun 627, tetapi tidak berhasil mencapai kemenangan yang menentukan. Akhirnya kedua pihak sepakat untuk melakukan gencatan senjata dengan Perjanjian Hudaibiyyah tahun 628, yang memungkinkan umat Islam untuk melakukan ziarah ke Ka’bah.

Mencari Keyakinan Atas Islam

Ketika gencatan senjata tersebut dilanggar oleh suku-suku sekutu Quraisy pada tahun 630, Muhammad kemudian menggerakkan pasukan Muslim untuk menaklukkan Mekkah. Abu Sufyan yang kini merasa bahwa Quraisy sudah tidak cukup kuat untuk dapat menghalangi kaum muslim, melakukan perjalanan ke Madinah dan berusaha untuk mengembalikan perjanjian tersebut. Tidak ada kesepakatan yang berhasil dicapai antara kedua belah pihak, dan Abu Sufyan kembali ke Mekkah dengan tangan kosong. Abu Sufyan masih beberapa kali lagi melakukan perjalanan antara Mekkah dan Madinah untuk mengupayakan terjadinya penyelesaian damai. Ketika penaklukan Mekkah pada akhirnya terjadi, upaya-upaya tersebut membuahkan hasil tidak adanya peperangan atau pertumpahan darah di Mekkah. Setelah penaklukan Mekkah, Abu Sufyan memilih untuk memeluk Islam.

Dalam berbagai riwayat disebutkan, masuknya Abu Sufyan sebagai muslim saat itu hanya karena dilatarbelakangi rasa takut.

Pasalnya, ribuan pasukan kaun muslimin telah bersiap mengepung Makkah.

Hingga pada akhirnya masyarakat muslim kembali ke Makkah, Abu Sufyan masih merasakan keraguan atas keislamannya.

Dia sering melamun, bahkan dalam benaknya berpikir untuk mengumpulkan kaum Quraisy dan menyerang muslim yang berada di Makkah.

Namun tiba-tiba pundaknya dipegang seseorang dan dirinya pun kaget, ia menengok dan mendapati Rasulullah SAW yang memegang pundaknya saat itu.

Rasulullah SAW kemudian berkata, “Allah akan menghinakanmu wahai Abu Sufyan jika kau melakukan atau jalankan niatmu.”

Abu Sufyan kaget, karena apa yang ia pikirkan terbaca oleh Rasulullah SAW.

Lalu Rasulullah SAW meninggalkan Abu Sufyan.

Hatinya kembali berkecamuk antara niat mengumpulkan Quraisy atau takut kepada Rasulullah SAW yang tahu akan niatnya tersebut.

Tak lama, dua sahabat Abu Sufyan yang juga tokoh Quraisy di Makkah yaitu Utad bin Usaid dan Harits bin Hisyam duduk di samping Abu Sufyan dan sama-sama memandangi Ka’bah.

Kebetulan saat itu masuk waktu salat, dan Rasulullah SAW meminta Bilal bin Rabbah untuk mengumandangkan adzan.

Mendengar Bilal adzan, Utad berkata, “Sungguh beruntung Usaid (ayah Utad). Karena tak melihat bagaimana hamba sahaya (Bilal) ini naik ke atas Ka’bah seraya bertakbir. Kalau ayah saya masih hidup, maka akan dihukum.”

Lalu Harits bin Hisyam berkata dengan perkataan yang sama, “Sungguh beruntung Hisyam. Karena tak melihat budak ini di atas Ka’bah dan bertakbir.”

Sedangkan Abu Sufyan berkata, “Sungguh aku tidak mau berkata apa-apa. Karena demi Allah kalau aku ucapkan kata-kata, maka batu ini akan datang kepada-Nya.” ucap Abu Sufyan sembari menunjuk sebuah batu yang berada di depannya.

Di tengah percakapan itu, Rasulullah SAW tiba-tiba saja melewati ketiga sahabat yang saling termenung itu.

Lalu Rasulullah SAW berkata, “Wahai Utad, sungguh beruntung Usaid tak melihat hamba sahaya ini di atas Ka’bah. Wahai Harits, sungguh beruntung Hisyam tak melihat hamba sahaya ini di atas Ka’bah sembari bertakbir. Wahai Abu Sufyan, sungguh aku tidak akan berkata apa-apa. Karena jika aku katakan, maka batu itu akan sampaikan,”.

Semenjak kejadian itu Abu Sufyan tak ada keraguan lagi terhadap Islam yang ia peluk.

Dia pun menjalankan ajaran yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW.

Setelah penaklukan Mekkah, Abu Sufyan menjadi salah seorang panglima perang kaum muslim dalam peperangan selanjutnya. Dalam Pengepungan Tha’if, ia kehilangan sebelah matanya. Abu Sufyan sedang bertugas di Najran ketika Muhammad meninggal pada tahun 632. Abu Sufyan juga berperang dalam Pertempuran Yarmuk tahun 636, di mana ia kehilangan mata keduanya.

Abu Sufyan meninggal dunia tahun 650 di Madinah pada usia sembilan puluh tahun. Utsman bin Affan yang telah menjadi khalifah ketiga di 644 dan merupakan kerabat Abu Sufyan adalah yang memimpin doa bagi penguburannya.

Baca juga: Shafwan bin Umayyah, Sahabat yang Tidak Pernah Meninggalkan Mekkah

Pewarta: Nurul HidayatEditor: Nurul
Nurul Hidayat
Mau tulisan kamu dimuat di Surau.co seperti ? Kirim Tulisan Kamu