Kisah  

Abdullah bin Al Za’bari, Penyair Terbaik Quraisy yang Masuk Islam

Google News

Surau.co – Sahabat Nabi atau Sahabat Rasul adalah orang yang berjumpa dengan Rasulullah SAW dalam keadaan Islam dan wafatnya dalam kondisi muslim pula. Para sahabat Nabi Muhammad SAW adalah generasi terbaik. Mereka generasi paling utama sepanjang sejarah umat Islam. Di dalam sejarah mereka tersimpan banyak contoh dan keteladanan baik yang terekam dalam hadits maupun kisah Nabi Muhammad SAW.

Jumlah para sahabat Nabi Muhammad SAW sangat banyak. Dalam keterangan Al Hafizh Abu Zur’ah, guru Imam Muslim, menyebut jumlah mereka ada 114.000 orang. Siapa saja mereka? Ka’ab bin Malik menuturkan, tidak ada yang mendaftar nama-nama kaum muslimin di zaman Rasulullah. Sehingga tidak semua nama sahabat Nabi Muhammad SAW bisa diketahui. Namun, yang paling populer dan ada kisah hidupnya (sirah shahabat) minimal tercatat nama sahabat Nabi sebanyak 150 orang. Salah satu dari 150 sahabat Nabi tersebut adalah Abdullah bin Al Za’bari.

Abdullah bin Al Za’bari adalah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang berasal dari suku Quraisy, keturunan Bani Syahmi. Ayahnya bernama Al Za’bari bin Qais bin ‘Adhi dan ibunya bernama Atiqah binti Abdullah bin Umair al Jumahiyah. Layaknya Abdullah bin Rawahah, ia juga seorang penyair. Pada masa jahiliyah, Abdullah bin Al Za’bari termasuk salah seorang 4 penyair ternama pembela Quraisy. Kecakapan empat penyair itu sering digunakan untuk menyerang dan menyakiti Rasulullah SAW dan kaum muslimin. Tiga penyair lainnya, yaitu; Amru bin Ash, Dhirar bin Khattab, dan Abu Sufyan bin Harits. Namun, Allah memberikan mereka hidayah-Nya sehingga mereka masuk Islam.

Ketika Rasulullah SAW menyampaikan dakwah Islam secara terbuka mengikuti perintah Allah SWT serta mengajak manusia meninggalkan menyembah berhala yang terbuat dari kayu dan batu, Ibnu Al Za’bari termasuk di antara orang yang sangat gigih menentang dakwah Rasulullah SAW dan berusaha menyakiti Rasulullah SAW dengan berbagai cara, termasuk dengan syair-syairnya. Saat itu, para Quraisy menganggap syair-syair Ibnu Al Za’bari sebagai syair Quraisy yang terbaik. Ibnu Al ‘Azir menuturkan dari al-Zubair bahwa menurut para periwayat Quraisy, Ibnu Al Za’bari adalah penyair terbaik pada masanya. Namun, al-Zubair sendiri berpendapat bahwa Dhirar bin Khattab lebih unggul daripada Ibnu Al Za’bari. Menurutnya syair-syair Dhirar bin Khattab lebih sedikit cacatnya. Selain fasih lisannya, Dhirar bin Khattab terkenal piawai dalam memainkan senjata. Hal ini terbukti ketika ia masih dalam keadaan kafir dan mengikuti perang Khandaq dalam barisan kafir Quraisy, ia berhasil menerobos pertahanan kaum muslim bersama empat orang Quraisy lainnya. Mereka berhasil melewati parit yang dibuat kaum muslim untuk membentengi wilayah pertahanan umat Islam.

Bagaimanakah Allah memberi petunjuk kepada Ibnu Al Za’bari sehingga ia mau bersyahadat untuk memeluk Islam?

Saat Rasulullah SAW dan kaum muslim menaklukkan kota Makkah, Ibnu Al Za’bari melarikan diri menuju Najran bersama Khubairah bin abu Wahab al Makhzumi. Ia tinggal di sana sampai Khubairah meninggal dalam keadaan kafir setelah menceraikan isterinya, Ummu Hani binti Abu Thalib yang memilih masuk Islam.

Ibnu Hisyam mengutip sebuah riwayat dari Ibnu Ishaq dari Said bin Abdurrahman, bahwa dalam salah satu syairnya, Hasan bin Tsabit menyebutkan ibnu Al Za’bari yang ketika itu berada di Najran:

Jangan engkau bodohi seorang lelaki yang murkanya

Menempatkanmu di Najran dalam hidup yang kelam

Ketika mendengar syair tersebut, hatinya tergerak. Ia merenungkan makna syair tersebut dan menjadi luluh. Ibnu Al Za’bari segera menghadang Rasulullah SAW dan menyatakan masuk Islam. Ia melantunkan bait-bait syair:

Wahai utusan penguasa, lisanku ini akan memperbaiki

Segala yang telah aku hancurkan, saat aku sesat dan aniaya

Di masa ketika aku bisa mengagungkan tipu daya setan

Dan menuntun manusia menuju banyak kesesatan

Wahai utusan penguasa,

Daging dan tulangku beriman, dan hatiku menjadi saksi

Engkau adalah pemberi peringatan

Dulu aku pernah mencelamu juga semua keturunanmu

Dan merendahkan orang yang menurutku tertipu rayuanmu

Jadi, Ibnu Al Za’bari memeluk Islam setelah peristiwa ‘Fathu Makkah’ dan ia menjadi muslim yang baik. Ibnu Al ‘Azir mengatakan;

“Anak Ibnu Al’Za’bari wafat mendahului ayahnya.”

Dalam suatu kisah sebelum masuknya Ibnu Al Za’bari dalam agama Islam, ia pernah menangisi para korban perang Badar. Mimpi buruk Quraisy itu tidak beranjak dari ingatannya hingga terjadi perang Uhud dan perang Khandaq. Ia terus dibayang-bayangi rasa amarah dan ingin membalas dendam kepada kaum muslimin.

Ketika para penyair terbaik Rasulullah SAW, yakni Hasan bin Tsabit, Abdullah bin Rawahah, dan Ka’ab bin Malik menggubah syair tentang kisah kepahlawanan yang mencela kaum Quraisy, Ibnu Al Za’bari berencana membalasnya dengan syair yang lebih pedas, tetapi rencananya tidak berhasil karena ia tidak kuasa.

Setelah memeluk Islam, Ibnu Al Za’bari memanfaatkan kepiawaiannya dalam menggubah syair untuk kepentingan dakwah Islam. Meski Ibnu al’Za’bari memeluk Islam di usia yang tidak lagi muda, namun ia dikenal sebagai seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang setia membantu perjuangan Nabi Muhammad SAW hingga ia wafat.

Baca juga: Meski Masa Kecilnya adalah Penggembala, Abdullah bin Mas’ud menjadi Alim Al-Quran