Tak Berkategori  

Nasib Sa’ad bin Ubadah dan Kondisi Kepemimpinan Setelah Wafatnya Rasulullah SAW

Google News
Nasib Sa’ad bin Ubadah dan Kondisi Kepemimpinan Setelah Wafatnya Rasulullah SAW - Surau.co
Ilustrasi: Cities of Light

Surau.co – Pada saat kaum muslimin sedang resah mendengar berita tentang wafatnya Rasulullah SAW, sejumlah kaum Anshar menyelenggarakan pertemuan di Saqifah Bani Sa’idah untuk memperbincangkan masalah penerus kepemimpinan Rasulullah SAW. Ikut serta bersama mereka seorang tokoh Anshar, yakni Sa’ad bin Ubadah .

Di dalam bukunya yang berjudul “As Saqifah“, Abu Bakar Ahmad bin Abdul Azis Al-Jauhary mengetengahkan riwayat tentang terjadinya peristiwa penting di Saqifah (tempat pertemuan) Bani Sa’idah tersebut. Kala itu, Sa’ad bin ‘Ubadah, dalam keadaan menderita sakit lumpuh sengaja digotong untuk menghadiri pertemuan tersebut.

Karena tidak sanggup berbicara dengan suara keras, ia minta kepada anaknya, Qays bin Sa’ad, supaya meneruskan kata-katanya yang ditujukan kepada semua hadirin. Dengan suara lantang Qays meneruskan kata-kata ayahnya:

“Kalian termasuk orang yang paling dini memeluk agama Islam, dan Islam tidak hanya dimiliki oleh satu kabilah Arab. Sesungguhnya ketika masih berada di Makkah, selama 13 tahun di tengah-tengah kaumnya, Rasulullah SAW mengajak mereka supaya menyembah Allah SWT dan meninggalkan berhala-berhala. Tetapi hanya sedikit saja dari mereka itu yang beriman kepada beliau. Demi Allah mereka tidak sanggup melindungi Rasulullah SAW. Mereka tidak mampu memperkokoh agama Allah SWT. Tidak mampu membela beliau dari serangan musuh-musuhnya. Kemudian Allah melimpahkan keutamaan yang terbaik kepada kalian dan mengaruniakan kemuliaan kepada kalian, serta mengistimewakan kalian pada agama-Nya. Allah telah melimpahkan nikmat kepada kalian berupa iman kepada-Nya, dan kesanggupan berjuang melawan musuh-musuh-Nya. Kalian adalah orang-orang yang paling teguh dalam menghadapi siapa pun juga yang menentang Rasulullah SAW. Kalian juga merupakan orang-orang yang lebih ditakuti oleh musuh-musuh beliau, sampai akhirnya mereka tunduk kepada pimpinan Allah, suka atau tidak suka. Dan orang-orang yang jauh pun akhirnya bersedia tunduk kepada pimpinan Islam, sampai tiba saatnya Allah menepati janji-Nya kepada Nabi kalian, yaitu tunduknya semua orang Arab di bawah pedang kalian. Kemudian Allah memanggil pulang Nabi Muhammad SAW keharibaanNya dalam keadaan beliau puas dan ridha terhadap kalian. Karena itu pegang teguhlah kepemimpinan di tangan kalian. Kalian adalah orang-orang yang paling berhak dan paling afdhal untuk memegang urusan itu!”

Kata-kata Sa’ad bin ‘Ubadah itu disambut hangat oleh pemuka-pemuka Anshar yang hadir memenuhi Saqifah Bani Sa’idah. Apa yang dikemukakan oleh tokoh terkemuka kaum Anshar itu memperoleh dukungan mutlak.

“Kami tidak akan menyimpang dari perintahmu!” teriak mereka hampir serentak. Engkau kami angkat untuk memegang kepemimpinan itu, karena kami merasa puas terhadapmu dan demi kebaikan kaum muslimin, kami rela!”

Setelah menyatakan dukungan kepada Sa’ad bin ‘Ubadah hadirin menyampaikan pendapat-pendapat tentang kemungkinan apa yang bakal terjadi. Ada yang mengatakan, sikap apakah yang harus diambil jika kaum Muhajirin berpendirian, bahwa mereka itulah yang berhak atas kepemimpinan ummat? Sebab mereka itu pasti akan mengatakan: Kami inilah sahabat Rasulullah SAW dan lebih dini memeluk Islam. Mereka tentu juga akan menyatakan diri sebagai kerabat Nabi dan pelindung beliau. Mereka pasti akan menggugat: atas dasar apakah kalian menentang kami memegang kepemimpinan sepeninggal Rasulullah? Bagaimana kalau timbul problema seperti itu?

Pertanyaan itu kemudian dijawab sendiri oleh sebagian hadirin: “Kalau timbul pertanyaan-pertanyaan seperti itu kita bisa mengemukakan usul kompromi kepada mereka, dengan menyarankan: Dari kami seorang pemimpin dari kalian seorang pemimpin. Kalau mereka bangga dan merasa turut berhijrah, kami pun dapat membanggakan diri karena kami inilah yang melindungi dan membela Rasulullah SAW. Kami juga sama seperti mereka. Sama-sama bernaung di bawah Kitab Allah. Jika mereka mau menghitung-hitung jasa, kami pun dapat menghitung-hitung jasa yang sama. Apa yang menjadi pendapat kami ini bukan untuk mengungkit-ungkit mereka. Karenanya lebih baik kami mempunyai pemimpin sendiri dan mereka pun mempunyai pemimpin sendiri!”

“Inilah awal kelemahan,” ujar Sa’ad bin ‘Ubadah sambil menarik nafas, setelah mendengar usul kompromi dari kaumnya.

Nyata sekali pertemuan itu mengarah kepada keputusan yang hendak mengangkat Sa’ad bin ‘Ubadah sebagai pemimpin kaum muslimin, yang bertugas meneruskan kepemimpinan Rasulullah SAW. Namun pada akhirnya kaum muslimin sepakat untuk mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah, termasuk Sa’ad bin Ubadah. Hingga kemudian Abu Bakar digantikan oleh khalifah Umar bin Khattab.

Menghindari Pertikaian Karena Politik Yang Tak Sejalan

Pada hari-hari pertama pemerintahan Khalifah Umar bin Khathab, Sa’ad pergi menjumpai Amirul Mukminin dan dengan blak-blakan berkata kepadanya, “Demi Allah, sahabat anda, Abu Bakar, lebih kami sukai daripada anda. Dan sungguh, demi Allah, aku tidak senang tinggal berdampingan dengan anda.”

Dengan tenang Umar menjawab, “Orang yang tidak suka berdampingan dengan tetangganya, tentu akan menyingkir daripadanya.”

Sa’ad menjawab pula, “Aku akan menyingkir dan pindah ke dekat orang yang lebih baik daripada anda.”

Dengan kata-kata yang diucapkannya kepada Amirul Mukminin, Umar bin Khathab itu, tiadalah Sa’ad bermaksud hendak melampiaskan amarah atau menyatakan kebencian hatinya. Karena orang yang telah menyatakan ridhanya kepada putusan Rasulullah SAW, sekali-kali tiada akan keberatan untuk mencintai seorang tokoh seperti Umar, selama dilihatnya ia pantas untuk dimuliakan dan dicintai Rasulullah SAW.

Maksud Sa’ad ialah bahwa ia tidak akan menunggu datangnya suasana, di mana nanti mungkin terjadi pertikaian antaranya dengan Amirul Mukminin. Pertikaian yang sekali-kali tidak diinginkan dan disukainya. Maka disiapkannyalah kendaraannya, menuju Suriah. Dan belum lagi ia sampai ke sana dan baru saja singgah di Hauran, ajalnya telah datang menjemputnya dan mengantarkannya ke sisi Allah Yang Maha Pengasih.

Pewarta: Nurul HidayatEditor: Nurul
Nurul Hidayat
Mau tulisan kamu dimuat di Surau.co seperti ? Kirim Tulisan Kamu