Surau.co
Menu Menu
Ghailan bin Salamah, Sahabat Rasulullah yang Beristri Sepuluh

Ghailan bin Salamah, Sahabat Rasulullah yang Beristri Sepuluh

Surau.co - Seorang laki-laki muslim tidak boleh memiliki lebih dari empat istri sah di satu waktu. Maksimalnya adalah empat orang. Jika lebih, maka dipertahankan empat orang dan diceraikan sisanya. Ini didasarkan kepada firman Allah SWT,

فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ

Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.” (QS. Al-Nisa’: 3)

Maksudnya adalah laki-laki muslim diberi pilihan menikahi dua orang, tiga orang, atau empat orang wanita.

Syaikh al-Sa’di berkata tentangnya, “Kemudian Allah SWT sebutkan jumlah wanita yang boleh dinikahi, Dia berfirman (dua, tiga, dan empat); maksudnya: siapa yang ingin mengambil 2 orang istri silakan ia lakukan, atau tiga orang istri silakan ia lakukan, atau empat orang istri silakan ia lakukan. Tidak boleh lebih dari itu.”

Rasulullah SAW memiliki lebih dari empat istri sekaligus. Imam Nawawi menyebutkan bahwa istri Rasulullah SAW berjumlah sembilan [al-Majmu’ 16: 137]. Mungkin berawal dari sini, ada yang berpendapat boleh memiliki istri lebih dari empat dalam waktu bersamaan.

Pandangan Fikih

Ditinjau dari sisi fikih, ternyata kebolehan poligami lebih dari empat istri ini tercatat dalam kitab al-Mughni 7/436. Pendapat ini dinisbatkan kepada al-Qosim bin Ibrahim. Pendapat seperti ini jelas nyleneh lagi menyimpang.

Kasus beristri lebih dari empat, misalnya sembilan istri sekaligus, ada banyak sebab.

Banyak orang islam justru sewenang-wenang dan gegabah dalam menafsirkan ayat al Quran tentang hukum menikahi beberapa wanita sekaligus;

….فَانكِحُوا مَاطَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ …..

“.. Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.” (QS. an-Nisa’ [4] : 3)

Sebenarnya, ayat ini jelas menunjukkan bolehnya berpoligami atau menikahi wanita maksimal hanya empat saja. Tidak boleh melebihi empat dalam satu waktu.

Namun, ada yang memahami bahwa huruf wau [و] dalam kata مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ mengandung makna al-jam’u, dihimpun atau penambahan. Jadi, ayat tersebut bermakna dua ditambah tiga ditambah empat, berarti sembilan. Boleh menikahi wanita maksimal sembilan orang dalam waktu bersamaan.

Pendapat ini cacat dan tertolak oleh Jumhur umat Islam dan kesepakatan seluruh Madzhab Ahlussunah waljama’ah. Makna yang seharusnya, huruf wau [و] dalam ayat tersebut bermakna at-takhyir, pilihan yaitu dibolehkan memilih 2, 3, atau 4 wanita sebagai istri dan tidak boleh lebih dari empat istri dalam waktu yang bersamaan.

Terdapat beberapa hadits yang menjelaskan batasan empat istri dalam waktu yang bersamaan, di antaranya:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ غَيْلاَنَ بْنَ سَلَمَةَ الثَّقَفِىَّ أَسْلَمَ وَلَهُ عَشْرُ نِسْوَةٍ فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَأَسْلَمْنَ مَعَهُ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يَتَخَيَّرَ أَرْبَعًا مِنْهُنَّ. (رواه الترمذي))

Dari Ibnu Umar bahwa Ghailan bin Salamah ats-Tsaqafi baru masuk Islam dan ia memiliki sepuluh orang istri pada masa Jahiliyah. Istri-istrinya pun masuk Islam bersamanya, lantas Nabi SAW memerintahkan agar ia memilih empat orang dari istri-istrinya. (HR. Tirmidzi no. 1128. Syaikh al-Albani menyatakan bahwa hadits ini shahih).

حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي عَرُوبَةَ عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ غَيْلَانَ بْنَ سَلَمَةَ الثَّقَفِيَّ أَسْلَمَ وَلَهُ عَشْرُ نِسْوَةٍ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَأَسْلَمْنَ مَعَهُ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتَخَيَّرَ أَرْبَعًا مِنْهُنَّ قَالَ أَبُو عِيسَى هَكَذَا رَوَاهُ مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ و سَمِعْت مُحَمَّدَ بْنَ إِسْمَعِيلَ يَقُولُ هَذَا حَدِيثٌ غَيْرُ مَحْفُوظٍ وَالصَّحِيحُ مَا رَوَى شُعَيْبُ بْنُ أَبِي حَمْزَةَ وَغَيْرُهُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ حُدِّثْتُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سُوَيْدٍ الثَّقَفِيِّ أَنَّ غَيْلَانَ بْنَ سَلَمَةَ أَسْلَمَ وَعِنْدَهُ عَشْرُ نِسْوَةٍ قَالَ مُحَمَّدٌ وَإِنَّمَا حَدِيثُ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلًا مِنْ ثَقِيفٍ طَلَّقَ نِسَاءَهُ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ لَتُرَاجِعَنَّ نِسَاءَكَ أَوْ لَأَرْجُمَنَّ قَبْرَكَ كَمَا رُجِمَ قَبْرُ أَبِي رِغَالٍ قَالَ أَبُو عِيسَى وَالْعَمَلُ عَلَى حَدِيثِ غَيْلَانَ بْنِ سَلَمَةَ عِنْدَ أَصْحَابِنَا مِنْهُمْ الشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَقُ

Telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami 'Abdah dari Sa'id bin Abu 'Arubah dari Ma'mar dari Az Zuhri dari Salim bin Abdullah dari Ibnu Umar bahwa Ghailan bin Salamah Ats Tsaqafi masuk Islam sedang dia saat itu memiliki sepuluh orang istri dari masa Jahiliyah. Mereka semuanya masuk Islam juga. Rasulullah SAW menyuruhnya agar memilih empat dari mereka. Abu Isa berkata; "Demikian yang diriwayatkan dari Az Zuhri dari Salim dari Bapaknya" (Abu Isa At Tirmidzi) berkata; "Saya telah mendengar Muhammad bin Isma'il berkata; hadits ini tidak mahfuzh. Yang sahih adalah yang diriwayatkan Syu'aib bin Abu Hamzah dan yang lainnya dari Az Zuhri, berkata; saya telah menceritakannya dari Muhammad bin Suwaid Ats Tsaqafi bahwa Ghailan bin Salamah masuk Islam, saat itu memiliki sepuluh istri. Muhammad berkata; "Hadits Az Zuhri dari Salim dari Bapaknya bahwa seorang laki-laki dari Tsaqif telah menceraikan isterinya. Umar berkata kepadanya; 'Rujuklah pada para isterimu atau akan saya rajam kuburanmu sebagaimana kuburan Abu Righal". Abu Isa berkata; "Hadits Ghailan bin Salamah diamalkan oleh sahabat kami, di antaranya adalah Syafi'i, Ahmad dan Ishaq."

Imam Nawawi dalam al–Majmu’ 16: 137, menyatakan,”Diperbolehkan bagi seorang laki-laki mengumpulkan empat orang istri. Lebih dari itu tidak diperbolehkan, karena dalam ayat hanya menyebutkan: dua, tiga, atau empat.”

Jadi, bila ada orang yang mempunyai istri lebih dari empat sekaligus, berarti telah melanggar hadits-hadits Nabi di atas. Apa pun alasannya, haram menikahi lima orang istri atau lebih dalam waktu yang bersamaan

Beristri lebih dari empat menjadi kekhsususan Rasulullah SAW.

Baca Juga : Fairuz ad Dailamy, Sang Penumpas Nabi Palsu